BAB X | A BIT OF WORRY

69 9 0
                                    

"Baiklah kalau begitu. Bisakah kau ambilkan ponselku di sana?" Minato menunjuk benda pipih di atas nakas. Kushina pun lantas mengambilnya dan mengulurkan ponsel itu pada Minato. Kushina agak terkejut dengan Minato yang dengan patuhnya langsung menelpon Tsunade. Kushina bisa mendengar suara Tsunade yang mengomel di telpon karena panggilan Minato.

Akhirnya ia terbebas dari rentetan telpon dari Tsunade.

"Maaf aku jadi menyusahkanmu, Kushina," ujar Minato setelah mematikan panggilannya pada sang ibu. Kushina tidak menjawab dan ia sibuk dengan ponselnya.

Sepertinya gadis itu tidak mendengarnya karena terlalu fokus dengan layar ponselnya.

"Kushina."

"Ya?"

"Apa kau mendengarku tadi?"

"Iya aku dengar." Minato menghela napas. Wanita itu masih fokus dengan ponselnya. Apa ia sama sekali tak mau menatap wajahnya saat bicara? Kenapa ia tidak menghiraukannya?

"Apa yang kau lakukan?"

"Memesan makanan."

Minato mengernyit. "Kau belum makan malam?" lalu ia menatap jam dinding yang hampir menunjuk angka 9 malam.

"Aku sibuk sejak pagi. Tak ada waktu untuk makan," Kushina menempelkan ponselnya ke telinga.

Minato menghela napas. Jadi wanita di hadapannya ini bahkan belum makan siang? Dia pasti sibuk sekali sampai melewatkan jam makan. Dan sekarang ia malah ke sini untuk menengoknya. Minato tak bisa menahan rasa khawatirnya, tentu saja.

"Ah, Mikoto, apa kau sudah makan malam?"

"Apa? Aku sudah makan tadi bersama anak-anak magang. Lagipula aku tidak mau mengganggu waktu berduaanmu. Kenapa kau tidak makan bersama Minato Namikaze saja?"

"Kau ini bicara apa, sih, Miko-chan! Dasar!" Kushina pun lantas mematikan telponnya dengan kesal. Lalu beralih menatap Minato dengan raut wajah geram namun lucu. Ia menggerutu sambil mengerucutkan bibirnya seperti anak kecil dan menunjuk Minato dengan ponselnya.

"Ini semua gara-gara kau!" ucapnya. Minato bukannya kesal karena disalahkan—memang ini salahnya juga—namun ia malah tersenyum pada wanita di dekatnya itu.

"Maafkan aku. Sekali lagi aku minta maaf." Katanya dengan lembut. Kushina pun hanya membuang muka. Kushina tidak tahu bagaimana pria di dekatnya itu sangat merindu di dalam hatinya. Hanya saja Minato lebih memilih untuk memendamnya sendiri.

Kushina pun memerhatikan ponselnya lagi. Ia belum memesan makanan dan akhirnya ia memutuskan untuk memesan di tempat langganannya. Ia tak punya pilihan lain selain makan sendirian. Tapi makan sendiri benar-benar tidak menyenangkan. Bagaimana jika ia makan di sini saja? Tapi bukankah akan jadi canggung jika ia makan sendirian sementara ada Minato di sini?

"Hei, apa ada sesuatu yang ingin kau makan?" tanya Kushina dengan canggung.

"Sepertinya aku lapar lagi. Aku akan memakan apapun yang kau pesan."

Kushina menatap Minato sebentar tanpa berucap apapun dan membuat Minato bingung.

"Baiklah kalau begitu. Aku akan memesan yakiniku."

Minato pun menjawab dengan anggukan. "Boleh juga."

"Kau benar-benar harus memperhatikan kesehatanmu, Kushina."

"Apa? Aku? Bukankah kau yang jadi pasien di sini?"

"Sesibuk apapun, kau harus makan kalau ada waktu sedikit. Jangan sampai kau sakit."

"Ibumu juga berkata hal yang sama tadi. Kalian benar-benar kompak, ya?"

"Wah sepertinya perhatian ibuku sudah mulai terbagi. Aku jadi penasaran apa jadinya kalau kau jadi menantunya? Aku akan sepenuhnya diabaikan."

RED [SLOW UPDATE]Where stories live. Discover now