Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
EARNED IT JAKE SHIM
enjoy reading!
When you're in love but you don't know what to do with it When blackness hangs overhead like a cloud Don't worry, darlin' The sun will shine through
When you wake up and you don't know what day it is When the pain flows through your heart and your bones Don't worry, darlin' 'Cause I'm here with you
–Don't Worry, The 1975
***
Dua tahun lalu, halte bus.
Saat itu Javier sedang kabur dari ospek jurusan bersama Jeno dan Jay. Sam gak ikut sih, dia itu mahasiswa teladan. Javier gak peduli kalau besok dihukum sama seniornya. Yang penting hari itu Javier bisa lolos kabur dan merokok di warung kopi pinggir jalan.
Hujan mengguyur kota Jakarta kala itu, suasananya semakin mendukung untuk minum kopi dan menikmati gorengan. Javier dan kedua temannya itu duduk di warung, saling bercanda dan mengucap syukur bisa kabur. Walau itu sebenarnya tindakan gak terpuji. Jangan ditiru!
"Wey pinjem korek dong," Javier meminta korek pada Jeno yang saat itu juga tengah merokok.
Kemudian Jeno memberikan koreknya pada Javier, "Kalo kita besok dihukum gimana?" Ucap Jeno. Dia khawatir akan esok hari, sebab ini kali pertama Jeno melanggar peraturan.
"Ya dihukum lah, mau gimana lagi?" Kata Jay, lalu menyulut api pada benda nikotin yang terselip diantara dua jarinya.
"Lo kalo nyesel diajak bolos mending balik ke kampus." Kata Javier. "Paling lo nanti dihukum sendirian. Mau?"
Jeno menggeleng, "Kagak! Ya udah deh mending besok aja sama lo berdua dihukumnya."
"Ya udah makanya. Lo nikmatin aja tuh gorengan. Mumpung hujan, masih anget!" Kata Jay, kemudian cowok itu memakan satu bakwan.
Javier berdiri dari duduknya, "Kemana lo?" Tanya Jay.
"Gerah gue. Mau keluar bentar," katanya. Kemudian meninggalkan dua temannya.
Javier berdiri di depan warung dengan rokok yang masih menyala. Hujan gak sederas tadi, hanya tersisa gerimis kecil, yang kalau kita berdiri terlalu lama di sana bakalan bikin sakit kepala.
Pandangannya mengedar ke arah jalanan, seperti biasanya kota Jakarta khas dengan kemacetan. Hiruk pikuk jalanan kota sudah jadi ikonik kota ini. Gak heran kalau sebagian lebih memilih menunggu angkutan umum, busway, atau kereta listrik.