Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
EARNED IT ; JAKE SHIM
***
Setelah dapat pesan dari orang yang katanya asisten Dokter Bianca, Haura buru-buru pergi ke rumah sakit yang dimaksud itu. Tadinya, Javier bersikeras mau antar Haura. Sampe debat dulu di apartemennya Javier. Padahal cowok itu disuruh Mamanya buat temenin ke Florist.
Satu jam sebelum Haura di rumah sakit.
"Gue anterin aja deh, Ra. Gue tungguin, takutnya ada apa-apa gitu sama lo." Katanya. Cowok itu juga udah ngambil kunci mobilnya waktu Haura pakai sepatu.
"Gak usah, Javier, lagian gak akan ada apa-apa. Nanti gue kabarin lagi kalau ada apa-apa. Lo anterin aja Mama ke florist, kasian kalo gak lo anter. Gue bisa naik ojek online." Jawab Haura, cewek itu udah selesai pakai sepatu.
"Gak ah, nanti lo gak cerita lagi sama gue ada apa-apa."
Haura menghela nafasnya lelah, "Jav, kita kan udah janji buat gak ada yang ditutupin. Gue bakalan terus terang sama lo kalo ada apa-apa. Lo masih ragu ya sama gue?"
"Gak gitu, cuma ya khawatir aja. Takutnya lo sakit apa gitu tapi gak bilang gue."
Javier cemberut, "Ya udah deh. Tapi janji abis itu lo cerita sama gue ya?"
Haura mengangguk, "Iya, nanti gue ceritain."
Habis berdebat sama Javier, Haura pergi ke rumah sakit. Dirinya sudah didepan ruangan Dokter Bianca. Sebetulnya, Dokter Bianca ini dokter keluarganya dulu. Dengan nafas yang gusar karena tiba-tiba banget Dokter Bianca ngajak ketemuan, Haura mengetuk pintu itu dengan ragu. Suaranya jadi kedengaran pelan banget.
Tapi, gak lama kenop pintu itu terputar. Pintunya terbuka, menampilkan sosok perempuan dengan name tag Eva Celina. Oh sepertinya ini asisten Dokter Bianca, yang beberapa jam lalu mengiriminya pesan.
"Mau bertemu Dokter Bianca, saya Haura." Ujar Haura membuat ekspresi wajah asisten Eva yang datar itu berubah menjadi ramah dengan senyuman manis.
"Oh iya silahkan. Anda sudah tunggu Dokter. Silahkan masuk." Ucapnya. Haura mengangguk lalu tersenyum.
Haura masuk ke ruangan itu. Dokter Bianca terlihat duduk di kursinya, dengan kacamata yang sedikit melorot sambil membaca berkas yang gak tahu itu apa. Dokter Bianca ini seumuran dengan Mamanya. Tapi, tak kelihatan seperti orang yang sudah lima puluh tahunan.
Dokter Bianca menyadari kehadiran Haura, lalu menyambutnya dengan hangat. "Hei, sini duduk, Nak." Ajaknya sambil menunjuk kursi didepannya.
"Makasih, Dok." Haura tersenyum, lalu duduk berhadapan dengan Dokter Bianca.