41. Dirga Yang Gelisah

45.7K 3.2K 138
                                    

Memang panjat sosial versi blak-blakan itu ada kok.

"Selain perempuan baik, kamu juga perempuan hebat," kata Dirga lagi.

"Mas."

"Hm?"

"Kalau mas lanjut puji-puji Andien, Andien bisa mleyot loh!"

Dirga menunduk menatap Andien, keningnya dikerutkan. Menyadari tatapan Dirga, pun Andien mengangkat wajahnya.

"Mleyot, kata apa itu?"

Andien menghembuskan nafas panjang, lupa kalau sedang bicara dengan orang beda generasi. Perusahaan saja besar, tapi ilmu pengetahuan gaulnya kecil sekali.

"Itu tuh istilah lain kalau kita melting. Tau melting, kan?"

Dirga mengangguk. "Jadi, sebelum bertemu keluarga besar saya, kapan kamu siap melepas status backstreet ini?"

Topik yang tiba-tiba berubah itu mengejutkan Andien. Kenapa hari ini kesannya Dirga sangat buru-buru tentang hubungan mereka di keluarga dan lingkungan kerjanya? Andien jadi was-was, jangan-jangan Dirga ingin mempercepat mengajukan lamaran pernikahan.

Bisa bahaya ini, mental Andien belum sepenuhnya siap. Yah, walaupun hidupnya otomatis akan terjamin super enak, menjadi Nyonya Givanka Andienara Arjaya, tetapi siapa yang jamin semuanya dengan mudah berjalan mulus sesuai harapan mereka berdua.

Kan, semakin kuat keinginan kita, semakin diuji pula dengan segala cara.

"Aduh mas, ini jemput Tara bisa terlambat! Bahas nanti aja, ya."

Andien berjinjiit untuk mencium pipi kanan Dirga, kemudian meraih tangan kanan Dirga dan menempelkan punggung tangan lelaki itu di pipinya sebelum ia berlari ke arah pintu, menjinjing pouch berwarna cream miliknya. Meninggalkan Dirga yang masih terpaku disana, merindukan pelukan hangat mereka yang bahkan baru saja selesai 10 detik lalu.

Lelaki itu masih tidak bergerak sampai pintu di seberangnya tiba-tiba terbuka lagi, menampakkan Andien disana dengan senyum lembutnya.

"Mas, ini agak aneh sih, tapi perasaan Andien gak tenang dari tadi. Jadi, nanti selama ke proyek dan pas jamuan makan hati-hati ya. Berdoa jangan lupa, mas. Andien tunggu mas di rumah nanti, bye-bye!"

Pintu tertutup lagi dalam sekali kedipan mata, belum sempat Dirga membalas paling tidak sepatah kata. Tapi lagi, senyuman kecil terukir di bibirnya. Tidak bisa dia bayangkan bagaimana jadinya kalau ia tidak pernah bertemu dengan Andien, mungkin hari-harinya selama bekerja akan jauh lebih melelahkan.

*****

Dirga akhir-akhir ini sering berkunjung ke beberapa proyek yang sedang digarap perusahaannya. Bukan apa-apa, hanya saja proyek-proyek di tahun ini terbilang sangat besar dan rasanya Dirga ingin mengapresiasi pencapaiannya itu.

Walau sudah bertahun-tahun memegang perusahaan itu, Dirga tetap merasa masih ada langit di atas langit. Masih ada banyak hal yang belum ia capai walau ia sudah disebut sukses.

Dirga senang mengamati para pekerja, walau terkadang malah menjadi sebuah tekanan bagi para pekerja proyek karena pekerjaannya seolah diamati oleh Dirga. Tetapi sesungguhnya Dirga tidak begitu pusing memikirkan bagaimana kinerja para pekerja di lapangan saat itu, yang membuat Dirga larut dalam pikirannya adalah bagaimana selama ini ia jarang mensyukuri kehidupannya.

Dirga terkadang larut dalam pikirannya saat melihat beberapa pekerja tua dan muda yang terlihat sangat menikmati pekerjaan mereka di bawah teriknya matahari dan gersangnya tanah lapang yang dipijaki.

[6] Stop, Pak!Where stories live. Discover now