33. Hari Untuk Diingat

63K 6K 338
                                    

"Hari Untuk Diingat"

Sepulang dari kantor, untuk pertama kalinya Dirga terus-terusan menghela nafas mencoba untuk meredamkan kekesalannya. Coba tebak apa masalahnya? Sampai-sampai mampu membuat Dirga memijat pelipis berkalli-kali dan menarik nafas dalam-dalam untuk menenangkan diri.

Dirga dan Andien sepulang kantor langsung membeli ayam bakar, makanan kesukaan Dirga yang membuat Andien bosan karena hampir setiap hari membeli makanan itu dengan Dirga. Setelah memesan dua porsi dan dibungkus, bukannya senang, Dirga malah menggelengkan kepala sesekali.

Mereka berhenti di depan mini market, Dirga masih diam di kursi kemudi, begitupun dengan Andien. Kemudian Andien menepuk lengan Dirga dan berkata, "Buruan beliin."

Dirga menatap tajam kearah Andien seolah memperingati gadis itu. "Kamu menyuruh saya seolah-olah itu sangat mudah untuk dilakukan."

"Ya memang mudah, mas. Mas tinggal masuk aja, terus nanti di lorong ketiga dari kasir itu tempat pembalut, terus ambil deh satu bungkus, terus bayar. Gampang, toh? Ini beli loh, mas. Bukan mencuri. Kok ya susah banget, gih gih buruan," Kata Andien dengan nada memerintah yang tidak sabaran.

Dirga menyandarkan kepalanya pada punggung kursi kemudi, ia menengadah dan menarik nafas dalam-dalam.

"Kita panggil kasir saja, minta tolong dia ambilkan di dalam," Saran Dirga yang hendak menurunkan kaca mobil, berniat memanggil tukang parkir untuk kemudian memanggilkan kasir agar keluar.

"Eh! Jangan dong, ih. Gak boleh gitu, kalau ada mas kenapa harus suruh orang lain? Nggak sopan loh mas nyuruh-nyuruh gitu." Cegah Andien sebelum Dirga sempat menurunkan kaca mobil.

Secara tiba-tiba Dirga mendorong kening Andien dengan jari telunjuknya sampai kepala gadis itu terdorong ke belakang. "Memangnya kamu sopan pada saya?"

Andien hanya menampakkan cengirannya dan Kembali memohon pada Dirga untuk turun dan segera membeli pembalut yang sedang sangat dibutuhkan oleh Andien.

"Mas kalau lama nanti jok nya ini merah-merah makin banyak loh, ih."

Bukannya prihatin, Dirga justru menjentikkan jarinya pada kening gadis itu sampai Andien meringis kesal. "Yang seperti apa harus saya beli?"

Merasa mulai kehabisan waktu hanya karena masalah pembalut, Dirga akhirnya merelakan dirinya melakukan hal yang tidak pernah ia bayangkan akan terjadi dalam hidupnya. Demi Tuhan, dia adalah Dirga Arjaya, keturunan dari keluarga Arjaya, pewaris tunggal dari seluruh perusahaan keluarganya yang terbagi dalam banyak bidang, posisi terkininya juga sebagai CEO dari perusahaan paling diminati. Dan sekarang ia akan masuk ke dalam mini market untuk membeli pembalut. Buyar sudah image lelaki terpandang yang sangat keren itu.

"Apa aja bebas, biar mas tidak bingung nanti."

Dirga menghembuskan nafas panjang sebelum tangannya meraih handle pintu. Gerakannya terhenti saat lengannya ditahan oleh Andien, membuat laki-laki itu membatalkan niatnya dan Kembali duduk tegap di kursinya, menoleh ke samping dan bersiap mendengar permintaan tambahan yang akan Andien sampaikan. Bukan apa-apa Dirga bepikir seperti itu, pasalnya belakangan ini gadis itu sudah lebih berani mengungkapkan keinginannya pada Dirga.

Memang itu membuat Dirga cukup senang karena akhirnya Andien semakin terbuka dan mau mengutarakan apa yang ia inginkan, tentunya kecuali keinginan Andien hari ini. Ia harap kedepannya tidak akan terjebak dalam situasi semacam ini lagi.

"Makasih ya." Andien memajukan tubuhnya dan mencium pipi kiri Dirga, membuat laki-laki itu terdiam sembari menatap dalam-dalam gadis itu.

Sepertinya manjur, pikir Andien. Karena setelah itu, Dirga mengusap puncak kepala Andien tanpa memberikan protes lagi dan wajahnya sudah lebih rileks, tidak sekaku tadi.

[6] Stop, Pak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang