Cara memandang ke arah luar dari kantin, air dari langit turun begitu deras, memandang penuh lekat hujan turun. Ia menghela nafas pelan kala memori ingatannya kembali, buru-buru ia hilangkan dan membereskan segala nya masuk ke dalam tas.
Ia berjalan sendiri di tengah lorong, tatapan nya datar. Benar, Cara yang tatapannya ceria sudah tidak ada dan tergantikan tatapan datar. Bahkan bukan hanya tatapannya yang berubah, namun senyumannya pun ikut berubah.
Ia menghela nafas kasar sembari berjalan menuju gerbang. Kampus besar ini membutuhkan waktu yang lama jika berjalan kaki. Ia akan menunggu sopir di halte. Sebenarnya ia bisa saja menyetir sendiri, akan tetapi sang ayah melarangnya.
Karena hujan deras, Cara meminta sopir nya untuk menjemput di gedung fakultas nya. Cara duduk di atas bangku yang di sediakan di sepanjang koridor, mata bulat nya menatap rintikan hujan, memori nya beberapa tahun pun mulai muncul dalam benak otaknya.
Hujan adalah favorit nya bersama orang yang sangat ia sayangi, namun itu dulu tidak sekarang.
Cara tersentak saat mobil jemputan nya tiba dan keluarlah Mang Ujang sambil membawa payung untuk nya.
"Aduh Non, maaf ya Mamang lama tadi habis temenin si Bibi dulu ke pasar." Ujar Mang Ujang bersalah.
Cara tersenyum sambil mengambil payung untuknya. "Nggak apa-apa Mang, aku juga baru keluar. Ayo pulang." Cara membuka payung dan masuk ke dalam mobil yang sudah di buka kan pintu nya oleh Mang Ujang.
Keadaan dalam mobil sangatlah hening, Mang Ujang fokus nyetir dan Cara hanya melamun menatap luar jendela. Selang beberapa menit mereka tiba di rumah Wijaya, Cara pun langsung keluar dari mobil setelah mengucapkan terima kasih.
Ia tidak banyak bicara ketika Bi Susi bertanya pada nya dan langsung naik ke atas.
Cara melemparkan totebag nya ke sofa dan meletakkan laptop nya di meja sofa. Cara melemparkan tubuhnta yang lelah ke kasur tanpa mengganti pakaiannya.
Fikiran nya bercabang-cabang hingga dia pusing memikirkannya. Bahkan dua hari yang lalu dirinya sempat drop dan untungnya tidak sampai di rawat.
Dering handphone dari dalam totebag membuyarkan lamunannya, ia pun mengambil dan mengangkat telefon tersebut.
'Cara! Lo datang kan malam ini?!'
Cara mengedipkan kedua mata nya pelan. Ah, ia mengenali suara ini adalah milik Relly. Kenapa mengenali? Karena Cara mengganti handphone beserta nomor nya.
'Aku nggak tau.'
'Ck! Ayo dong lo sekali-kali dateng, lo udah hampir 5 tahun loh? Masih mau terjebak masa lalu?!'
'Dengerin gue! Lo harus bangkit lagi Car! Lo udah kuliah, banyak cowo-cowo yang mau sama lo!'
'Dan yang gue denger-denger nih ya, di sana banyak cowok jadi lo bisa milih mana yang lo suka! Move on Car!'
'Inget Car, cowok modelan Kak Sagar itu banyak bukan cuman satu. Kalo lo mau kayak modelan begitu, gue bisa cariin buat lo!'
'Come on, lo harus move on Cara sayangku, lo selarut ini mikirin Kak Sagar juga nggak buat dia balik ke lo kan?!'
'Lo harus inget, Kak Sagar udah nggak ada Car! Itu memang kenyataan paling pahit tapi itu tetap kenyataan Car!'
'So, gue minta lo move on okey?'
Cara terdiam. Tak lama, ia pun menghela nafas pelan.
'Tanpa kamu bilang pun aku juga berusaha untuk move on. Kamu juga tau Ly, move on itu nggak segampang di bicarain.'
YOU ARE READING
SAGARA
Teen Fiction[𝙵𝙾𝙻𝙻𝙾𝚆 𝚂𝙴𝙱𝙴𝙻𝚄𝙼 𝙼𝙴𝙼𝙱𝙰𝙲𝙰] Zaidan Sagar Radhitya Cowok iblis yang berwajah tampan. Dia pengantar kematian yang berani menantang nya. Menjadi ketua geng motor yang terkenal dan di takuti serta di segani membuat orang harus berfikir...
• EXTRA PART SAGARA •
Start from the beginning
