Mata Angkasa seketika berkedut.

Bukan urusannya Alea mau dengan siapa, tapi membayangkan jika Alea akan menjadi kakak iparnya.

Bualan macam apa ini.

°°°°°°

"Neng geulis mau sama Angkasa atau sama Bang Lintang?"

"Alaska...." Alea menghentakkan kakinya kesal. Sudah terhitung beberapa jam semenjak mereka berpamitan pulang pada Zera, bahkan hari pun sudah menggelap, tapi Alaska masih saja mengejeknya dengan kata-kata itu. Tidak bisa dikata mengejek juga sih sebenarnya, dibanding jahil, raut Alaska malah terkesan jengkel, padahal seharusnya ia yang jengkel, tapi malah pria itu yang menghunuskan tatapan seolah-olah ialah orang yang paling berdosa di dunia.

Alaska diam untuk sejenak, ia menyandar pada kepala ranjang dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada.

"Gue nggak suka lo jalin hubungan sama Angkasa ataupun Lintang," ujar Alaska dengan nada rendah.

"Lo kenapa sih, Al? Lo deket sama banyak cewek gue biasa aja, mau lo pacarin semuanya juga gue biasa aja. Giliran gue deket sama cowok kok lo malah sensi? Umur kita cuman beda beberapa menit kalau lo lupa," tukas Lea dengan mata yang tak lepas memandangi Alaska. Meskipun ia tak dekat dengan Angkasa dalam konteks sebenarnya, tetap saja perkataan Alaska yang seolah mengekangnya membuat dirinya tak nyaman.

"Gue...." Alaska menggantungkan kata-katanya, ekspresinya tampak begitu rumit memilah kata-kata."Gue nggak suka."

Mata Alea menatap penuh selidik, ia sudah menahan diri untuk tidak negatif thinking. Tapi jika begini ceritanya, tanpa dapat dicegah dirinya sudah mencurigai Alaska dengan berbagai macam tuduhan.

"Alaska, coba lo jujur deh. Lo nggak-"

Ucapan Alea terhenti saat pintu kamar tiba-tiba terbuka. Alvaska masuk dengan wajah bantalnya, sepertinya remaja itu baru bangun usai ketiduran di ruang tengah tadi.

"Ck, dia lagi dia lagi." Alaska membuang muka, sedikit bergeser kala Alvaska merebahkan diri di sampingnya.

Sungguh sial nasibnya karena sekamar dengan kembaran, saat perang dingin seperti ini yang kesusahan ia sendiri, berbeda dengan Alvaska yang tampak tak peduli sama sekali, pria itu sangat sudah terbiasa dengan sifat cueknya. Sepertinya Alaska akan tidur di kamar Devan malam ini, kebetulan pria itu belum menunjukkan tanda-tanda akan pulang.

Melihat Alvaska berebah dengan posisi nyaman membuat hati Lea tertarik untuk ikut berebah. Dibaringkannya tubuhnya tepat di sisi Alvaska yang lagi-lagi harus membuat Alaska beringsut memberi ruang. Tanpa memberi aba-aba, Alea langsung meringsek masuk ke dalam pelukan Alvaska, tentu saja kemanjaan Alea disambut baik oleh Alvaska.

Alaska mendelik tak suka. "Lo udah gede, Lea. Jaga batasan."

Lea yang kepalang kesal pada Alaska memilih mengabaikan dan malah semakin mengeratkan pelukannya pada Alvaska.

"Lea...." Alaska mencoba memperingati sekali lagi tapi masih tetap tak ada respon.

"Kalau cemburu ngomong aja, nggak usah sok-sokan ngekang," gumam Alvaska dengan mata yang masih terpejam.

Mata Alaska sontak melotot. "Cemburu? Waras lo ngatain gitu? Ketimbang cemburu gue lebih ke nggak rela Lea dipegang-pegang sama homo kayak lo."

Mendengar penuturan itu, Alea secara refleks menyembul dari pelukan Alvaska.

"Lo kok kasar gitu sih, Al?" tanya Alea dengan ekspresi tak percaya. Bertahun lamanya mereka terjebak dalam kehidupan sesat, tapi tak pernah sekalipun ia mendengar salah satu kakaknya mengkritik pedas kesesatan hidup salah satu saudaranya.

Living with Brothers  [TAMAT]✓Where stories live. Discover now