32. Galileo dan Gabriella

Start from the beginning
                                    

Aletta pun membiarkan Gaby membawa Karina. Lalu tatapan nya mengarah ke Alex dan Gio, kedua pria itu serempak menggelengkan kepala nya. Batas kesabaran wanita paruh baya itu sudah di ujung kepala.

Bruk...

Aletta mengebrak meja, membuat Alegra menghentikan kepalan tangan nya. Wajah Kendra sudah babak belur, ia menghempaskan tubuh Kendra hingga jatuh ke lantai.

"Cukup!" Tatapan wanita itu menajam, melihat kedua keponakannya dengan tatapan tak percaya. "Tidak punya malu! Berantem di depan Opa dan Oma!"

"Maaf Bunda,"

Kendra bangkit, memegang pipi nya yang sakit. Menatap tajam Alegra, tanpa mengucapkan satu kata pun pria itu beranjak pergi ke kamar.

"KENDRA, BUNDA BELUM SELESAI BICARA!"

Thomas mengelus punggung istri nya. "Sudah, kita urus anak itu nanti saat yang lain datang."

°°°

Gaby menyuruh Karina untuk duduk di ranjang, memberikan segelas air putih yang selalu ada di nakas. Membantu gadis itu minum, setelah selesai ia meletakkan kembali gelas tersebut. Menjatuhkan bokong nya di sebelah Kakak angkat.

"Udah, nggak usah di pikirin, udah biasa."

Karina hanya mengangguk, ia canggung hanya berduaan dengan gadis ini. Ia juga insecure melihat betapa cantik nya Gabriella. Hidung mancung, mata belo serta bibir mungil. Sungguh pahatan yang sempurna, terlebih wajah nya hampir mirip dengan Papa Thomas.

"Kak?"

Karina tersentak. "Ah, iya, kenapa?"

Gaby mengerutkan kening nya. "Kakak ngelamun?"

"Nggak kok,"

Gaby mengangguk. "Kak, atas nama Bang Ken, aku minta maaf ya. Maklum dia punya penyakit mental."

"Mental? Bukan nya selama ini dia baik-baik aja?" Karina sungguh tak percaya, bagaimana bisa Kendra yang ia kenal baik dan suka senyum justru mengalami mental illness.

Gaby menghembuskan napas pelan. "Dia pandai menutupi semua nya, awal dia kena penyakit itu sekitar 1 tahun lalu."

"Karena apa?"

"Aku nggak tau. Bunda dan yang lain nggak ada yang ngasih tau aku sama Shasa. Mereka juga ngelarang aku buat deket sama Bang Ken, kecuali ada anggota keluarga."

Karina benar-benar tak percaya, bagaimana bisa? Dan apa yang sebenarnya Kendra alami hingga mental nya terganggu.

"Psikiater? Kendra di bawa ke sana aja, siapa tau sembuh."

Gaby tersenyum tipis, lalu menghembuskan napas berat. "Udah pernah coba, tapi ya gitu dia kabur bahkan Bang Ken pernah...bunuh dokter nya."

"Astaghfirullah," Karina menutup mulut terkejut, tidak-tidak. Tidak mungkin Kendra membunuh orang, lalu jika benar kenapa tidak di hukum.

(Gaby tidak tau saja, keluarga nya itu Mafia, bunuh orang itu hal biasa xixixixi)

"Tapi Ken nggak di penjara?"

Gaby menggelengkan kepala nya. "Bunda berhasil nyogok polisi dan kasus nya di tutup. Bunda punya alasan kenapa nyogok polisi, tapi aku nggak tau alasan nya apa."

"Sekarang Kak Karin istirahat di sini dulu, aku mau ke bawah."

"Nggak papa?"

Gaby tersenyum tipis, mengelus lengan Karina. "Nggak papa, nanti aku kesini lagi."

Karina mengangguk. "Terimakasih Gaby."

"Sama-sama."

°°°

𝐀𝐋𝐄𝐆𝐑𝐀 [END]Where stories live. Discover now