14

2.3K 96 1
                                    

Mobil sport hitam milik Felix melaju dengan kecepatan sedang. Cia menatap jendela mobil--melihat bangunan bangunan menjulang tinggi membuat dirinya sekali kali menggeleng dan berbinar kagum.

Tangan Felix menggengam tangan Cia erat sesekali mengelusnya sayang. Mobil berhenti disebuah restoran yang baru-baru ini buka. Didalam sana suasana begitu ramai.

Felix turun dengan gaya cool nya disusul Cia yang kini menatap bagunan restoran itu dari atas sampai bawah.

Mengandeng tangan mugil Cia yang begitu pas digenggamannya.

______

"Stop!."

Ckiit

Mobil yang dikendarai Leon dan Vano seketika berhenti mendadak karena pendengar pekikan lantang yang terlontar dari bibir Vano.

"Apa sih anjing?!." kesal Leon mengeratkan pegangan stirnya.

"Gu-gue tadi liat Cia!." Leon menolehkan kepalanya dengan cepat menatap Vano dengan tatapan sendu

"Kenapa baru bilang sih?!." oke. Emosi Leon tidak terkontrol lagi.

"Trus sekarang dia dimana?."

"Coba lo mundur dulu." Leon menurut, memundurkan mobilnya pelan-pelan.

"Gue tadi liatnya disini." tunjuk Vano kepada bagunan yang diyakini restoran.

"Restoran?." gumam Leon, Vano hanya mengedihkan bahunya.

Keduanya turun setelah memarkirkan mobil. Vano dan Leon melihat sekeliling begitu banyak orang-orang yang kini sedang menatap mereka berdua memuja, kagum.

Ditatapnya wajah pengunjung satu persatu hingga bisa membuat mereka semua salah tingkah. Keduanya mulai menyusuri setiap meja dan ruangan.

"CIA!." teriak Vano kala melihat siluet seseorang yang begitu familiar dimatanya. Berlari menghampiri orang itu dan memegang pundaknya.

Seseorang itu menoleh, mengangkat alisnya bingung. "Oh maaf." ucap Vano. Orang itu mengganguk dan berjalan kembali.

Vano mendesah kasar, mengacak-acak rambutnya frustasi. Dirinya berjongkok didepan pintu VVIP, menyandarkan kepalanya didinding itu.

Perlahan, air mata Vano mengalir satu persatu. "Cia hikss."

"Gue bener-bener brengsek jadi abang, gue ga bisa jaga adek gue hiks. Dek... Maafin abang hiks maafin abang." isakan pilu itu terdengar, Vano menekan dadanya yang begitu sesak.

Vano menghapus air matanya kasar kemudian menyugar rambutnya kebelakang.

Dibalik dinding itu. Seseorang mendengarnya dengan jelas.

Orang itu juga menangis tanpa bersuara. Mulutnya dibekap oleh tangan besar seseorang. Felix orang itu, membekap gadisnya bahkan tangannya mengepal erat hingga buku-buku jari memutih.

Ingat, Cia cuma milik Felix!.

Felix melepaskan bekapan, mencengkram erat pundak Cia dan menatap dalam manik mata Cia dengan tajam.

"Kamu cuma milik aku Cia, paham?." tekan Felix pada pundak Cia yang mana itu membuat Cia merintih kesakitan.

"Ta-tapi Kak Vano..." ucapan Cia terpotong.

"JANGAN SEBUT NAMA COWOK ITU DI DEPAN AKU, PAHAM?!." bentakan itu suskes membuat Cia tersentak. Seakan sadar Felix langsung memeluk Cia erat dan terisak.

"A-aku minta maaf hiks, maafin aku ya hiks aku ga sengaja hiks." Felix menangkup wajah Cia menciumnya berkali-kali.

Cia mematung sebentar. Pikirannya masih melayang-layang memikirkan Kak Vano yang tadi menangis. Baru kali ini Cia mendengar tangisan kakaknya.

Dia jadi rindu kakaknya dan om Leon. Andai saja dirinya tidak diculik tapi menginggatkan bahwa Felix tidak mengapa-apakan dirinya saja sudah bersyukur. Ya bersyukur sudah diberi makanan enak, kebutuhan wanita terpenuhi dan yang paling penting jajan selalu number one!.

Felix mengendong Cia ala koala dan memangkunya ketika sudah sampai disofa. Mulai menyuapi Cia dengan telaten, berbagai makanan yang sudah disiapkan dimeja tersebut siap masuk kedalam mulut Cia.

Mengusap pelan sudut bibir Cia yang terkena noda saos dan kembali menyuapinya.

Mencubit pelan pipi chubby Cia yang lama-lama malah bertambah chubby. Cia mendongak dengan wajah cemberut lalu mengusap pipinya yang memerah.

"Jangan cemberut." ucap Felix menoel-noel hidung pesek milik gadisnya.

"Janji, nanti Felix kasih nyam-nyam." ucapan Felix sontak membuat Cia menatap Felix dengan binar cerah di matanya. Cia mengganguk dengan semangat.

Felix mengusap surai gadisnya lembut dan menciumnya. Begitu candu dan menenangkan.

"Makan yang banyak."

"Um."

"Telen dulu kalau mau bicara."

"He'em." mengganguk sebagai jawaban.

"Makannya pelan-pelan."

"Em."

"Minum jangan lupa."

"En."

"Hati-hati kalau makan."

"..."

"Ngausah cepet-cepet makannya, aku ga bakal ninggalin kok."

"..."

"Kalau kurang tinggal bilang."

"..."

"Kak." pangil Cia sedikit ragu.

"Kenapa, hm?." alis Felix terangkat satu, sambil menyelipkan helaian rambut Cia yang menggangu.

"Kapan Cia boleh pulang?."

________





Penulis:NVL.EL

Possesive Om Leon And Brother [ Hiatus ]Where stories live. Discover now