10

3.3K 130 2
                                    

Malamnya saat jam sudah menunjukkan pukul 21:00 dan Cia belum ada tanda tanda mengantuk. Membuat Vano terus memperhatikan adiknya yang terus memeluk guling dan wajah mereka saling berhadapan.

Wajah kesal dan cemburu ia layangkan untuk guling yang ada dipelukan Cia. Bukannya dia yang dipeluk tapi kenapa guling sialan itu yang adiknya peluk?!. Apakah guling lebih enak dipeluk dari pada dirinya?.

Guling aja dicemburui, apalagi orang.

Hela nafas Vano yang sekarang terdiam dengan pikiran kemana mana. Sejak tadi, ia begitu gelisah dan lebih memilih banyak diam. Namun, matanya selalu menatap Cia khawatir dan takut kehilangan.

"Cia sekarang tidur udah malem." perintah kakaknya membuat Cia mencoba memejamkan matanya namun susah karna dirinya masih belum mengantuk atau tidak bisa tidur?.

"Nggak bisa tidur kak." ucap Cia membuka matanya. Tangan Vano terangkat mengusap rambut Cia lembut agar gadis itu tertidur.

"Tidurlah." Vano memberikan kecupan selamat malam kepada Cia yang sudah tertidur pulas diatas ranjang dengan bermodalkan memeluk guling yang dicemburui Vano.

Vano berjalan meninggalkan kamar Cia menuju kamar Leon yang tidak jauh dari kamar Cia dan kamar dirinya. Vano membuka knop pintu, dia disambut pemandangan seorang lelaki tengah duduk diranjang seraya memangku laptop dipahanya.

"Sudah datang rupanya." celetuk Leon melirik Vano yang duduk agak jauhan dengannya.

"Hm." dehemnya singkat.

"Apakah ini gara gara, Felix?." tanya Leon yang tiba tiba merubah raut wajahnya menjadi serius.

"Darimana kau tau?." Vano menyipitkan matanya curiga.

"Heh, mudah saja karna dia adalah musuh bisnismu 'kan? Lo takut dia nyelakaian Cia yang sudah tau jika lo punya adik." jelas Leon terus memandang laptopnya.

"Ya, gue takut. Karna dia licik, bisa aja guru homeschooling Cia itu suruhan Felik." ucapnya gelisah.

"Kenapa sekarang lo jadi takut? Dimana sikap lo yang dingin itu?." Vano terdiam memandang kakinya dengan perasaan takut. Takut kehilangan adiknya... Adik satu satunya yang ia punya.

"Udahlah, selama gue masih disini, gue bakal ikut jaga Cia." ucap Leon menghembuskan nafas kasar mencoba menenangakan Vano dengan kata katanya.

"Gimana perkembangan Felik?."

"Dia kayanya masih ditahap aman belum ngelakuin cara buat menghancurkan gue." jelas Vano mulai melangkahkan kakinya keluar dari kamar Leon.

"Felik, musuh bisnis Vano?." tangan Leon mengetuk ngetuk dagunya dalam kesunyian.

________

Malam berganti pagi, terdapat seorang pemuda dengan wajah tampan serta tatapan tajam tengah duduk dikursi kebesarannya, menatap figura kecil yang berisikan foto seorang gadis kecil tersenyum manis.

Dan juga seorang pria yang mungkin sudah berumur 32thn berdiri didepan pemuda dibatasi meja persegi yang kita kiranya itu adalah secretary dari pemuda tersebut.

"Siapa nama gadis kecil ini?." tanya pemuda itu sedikit tertarik.

"Namanya Aura Christie Alicia Van Deventer, tuan." jawab sang secretary sopan.

"Gadis kecil yang menarik." ujar pemuda itu mengusap figura yang berada ditangannya. Kilatan obsesi terpancar dimatanya yang berwarna hitam pekat.

"Culik dia, tempatkan ditempat rahasia milikku."

"Tuan yakin? Dia adalah ..."

"Dunia ini sempit sekali, culik saja." pemuda itu menyeringai penuh kejam sesaat pemuda itu terkekeh sinis.

"Baik tuan." ucap sang secretary sopan lalu keluar dari ruangan pemuda itu.

"Benar benar beruntung."

"Aku akan tunggu kedatanganmu..."

"...Aura."

_______

"Om nggak berangkat kekantor?." tanya Cia yang saat ini tengah menonton TV ditemani beberapa cemilan favoritenya bersama dengan Leon yang duduk disebelah Cia menggunakan pakaian santainya.

"Nggak, kenapa?." tanya Leon menatap Cia yang begitu pendek saat duduk bersama. Bagaikan anak dan ayah.

"Jadi, om nggak ngapa-ngapain nih, cuma dirumah?." tanya Cia tanpa menatap Leon, dirinya masih asik menatap kartun ditvnya sembari menyuap cemilan kedalam mulutnya.

"Iya." jawab Leon seadanya.

"Om sekarang jadi kek pengangguran tau." kata Cia dengan raut tak berdosanya. Membuat Leon hanya bisa mengelus dadanya sabar.

"Walaupun om cuma diam dirumah tapi duit om terus mengalir dan menumpuk." ujar Leon dengan nada sedikit sombong.

"Sombong amat." cibir Cia memutar bola matanya malas.

Ting tong ting tong

Disaat pembicaran tengah berlangsung, Cia tiba tiba mendengar bunyi bell yang membuat dirinya bangkit.

"Mau kemana?." tanya Leon.

"Mau kedepan, buka pintu siapa tau ada tamu." jawab Cia mulai melangkahkan kakinya.

"Nggak usah biar om aja." sergah Leon cepat.

"Cia aja." tolak Cia yang sudah mulai menjauh dari pandangan Leon. Leon menghela nafas gusar. Jantungnya tiba tiba berdetak lebih cepat. Perasaannya mulai ada kekhawatiran. Leon memandang lurus, pikirannya sekarang kosong hanya tertuju pada Cia.

Ceklek

"Eh kok nggak ada siapa-siapa?." heran Cia yang tak mendapati seseorang. Halaman rumahnya begitu kosong seperti tak ada tanda tanda adanya seseorang hadir. Bahkan mobil ataupun motor yang terparkir dihalaman rumahnya pun tidak ada.

Lantas siapa yang memencet bell rumahnya?.

Cia mengedihkan bahunya, sekali lagi dia celingak celinguk namun tetap sama tidak ada orang kecuali dirinya.

Belum sempat Cia berbalik tiba tiba sebuah tangan besar berlapis sapu tangan membekap mulutnya, Cia memberontak namun semakin lama semakin kesadarannya mulai menghilang.

"Hmmmptt!... hmmppt!."

_______



Penulis:NVL.EL

Possesive Om Leon And Brother [ Hiatus ]Where stories live. Discover now