Lembar Ke Delapan

3K 260 7
                                    

Kembali?

᯽•••᯽ AFKARA ᯽•••᯽

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

᯽•••᯽ AFKARA ᯽•••᯽


"Adek berangkat sama Mas, kan?" Afkara mengubah atensinya pada sang bunda yang baru saja melontarkan pertanyaan.

"Ngg--"

"Berangkat bareng Mas. Gak ada penolakan." Askara segera memotong ucapan adiknya.

"Tapi, Mas. Kan na--"

"Berangkat bareng Mas."

"Ma--"

"Jangan pernah membantah yang lebih tua, Afkara." Afkara bungkam, saat sang kepala keluarga telah mengeluarkan ultimatumnya.

Dirinya benar benar tak bisa membalas lagi, selain anggukan pasrah sebagai jawaban atas semua perdebatan pagi itu.

Bukan tanpa alasan Askara bersikap over seperti ini. Dia hanya tak ingin adik kecilnya sampai melakukan tindakan itu lagi. Tindakan yang benar benar berhasil membuatnya merasa menjadi kakak paling buruk di muka dunia ini.

"Dad, Ini hari sabtu. Nanti jadwal Adek tinggal di rumah Mama," Afkara kembali membuka suara.

"Hm, lalu?" Seperti biasa, hanya respon singkat  yang Bagaskara berikan, tanpa sama sekali menatap lawan bicaranya.

"Adek pulang ke mama nanti?" tanya nya ragu ragu.

Apakah setelah kejadian dua hari yang lalu, sang mama mau menerima nya? Apa sang mama masih sudi menampungnya?

Entahlah, Afkara sendiri tak yakin akan hal itu.

Bagaskara mendongak, netranya menatap datar manik kristal itu. "Kenapa bertanya seperti itu?"

"Emm, anu...." Remaja itu gugup, tatapan datar sang ayah sudah seperti tatapan mengintimidasi baginya.

Apakah dirinya telah salah bicara?

"Anu, Dad... Mama, eumm,"

"Apa mama... masih mau, nampung Adek?" tanya nya lirih dengan tatapan terfokus pada ujung kakinya sendiri yang terbalut sepatu.

"Kenapa tidak?"

Afkara semakin menunduk, menggigit kuat bibir bawahnya, takut. "Mama kan gak suka Adek, mama benci Afka, Dad."

"Lalu kamu pikir saya suka?"

"Daddy." Askara menatap sengit Bagaskara.

Apa apaan ini?

"Kenapa bisa berpikir seperti itu, Adek? Siapa yang mengatakan tante Dara membencimu?" Suara itu, suara yang berasal dari seseorang yang sama sekali tak mengeluarkan sepatah kata sedari tadi.

"Mama."

Devan bangkit dari duduknya. Berjalan menghampiri si bungsu dan menarik lembut tangan mungil itu. Membawanya pergi meninggalkan ruangan yang terasa memuakkan tersebut. "Askara, ayo. Kakak yang antar kalian berdua hari ini. Bunda, Dad, kami berangkat."

AFKARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang