"Apa saya boleh bertanya?" tanyaku.

"Tentu saja boleh," balas Tuan Brosman.

"Apakah Gasha dan Jendral Yamamoto masih ada di sekitar sini?"

"Mereka sudah dikurung di Gua Jepang. Saya berharap kamu tidak membawanya ke sini lagi."

"Saya juga tidak ingin bertemu dengan mereka."

"Sekarang hanya tinggal mengembalikan Ruben ke tempat asalnya. Dari kemarin ia berkeliaran mengganggu warga. Saya takut akan ada warga yang terluka."

"Di kembalikan ke mana?" tanyaku.

"Ke rumahnya."

"Kenapa Tuan atau Kakek Danu tidak mengembalikannya ke rumah itu?"

"Papa sudah berjanji tidak akan menemuinya lagi," sahut Susanne.

"Iya, setelah pemberontakan itu. Saya memang tidak ingin bertemu dia lagi."

"Apa saya boleh tau ceritanya lebih lengkap?"

Tuan Brosman menyentuh tanganku. Tiba-tiba seluruh tubuhku seperti kesemutan. "Tutup mata kamu," perintahnya.

Aku menutup mata. Banyak gambaran kejadian yang muncul silih berganti. Hingga gambaran itu berhenti di peristiwa pemberontakan.

Aku bisa melihat Jendral Yamamoto sedang dikepung oleh tentara Belanda dan warga. Tak telihat sedikitpun rasa takut di matanya. Ia malah menebas setiap orang yang melangkah maju.

Duar!

Seorang tentara Belanda menembak Jendral Yamamoto. Namu, ia tetap berdiri tegak, seperti tidak terjadi apa-apa. Padahal aku bisa melihat darah mulai membasahi bajunya.

Seorang lelaki pribumi datang sambil membawa Bambu Kuning. Ia menghujamkan ujung bambu yang tajam itu ke perut Jendral Yamamoto. Jendral Yamamoto pun menjerit kesakitan, tak lama ia pun roboh. Setelah itu, ia dikeroyok hingga tewas.

Gambaran berubah, kini aku sudah berada di depan rumah Tuan Ruben. Terlihat Tuan Ruben sedang berlutut dengan tangan dan kaki terikat rantai. Sementara di dekatnya ada beberapa mayat tentara Belanda.

Tuan Brosman datang dan menyuruh anak buahnya untuk membawa Tuan Ruben ke dalam rumahnya. Di dalam rumah, Tuan Ruben diikat di tiang pondasi.

Gambaran berubah menjadi gelap. "Buka mata kamu," ucap Tuan Brosman.

Kubuka mata, "Apa Tuan Ruben dibiarkan begitu saja?" tanyaku.

"Iya, setelah apa yang dia lakukan. Kematian secara perlahan akan lebih menyiksanya."

Aku mengingat rumah Kakek Danu yang ternyata merupakan rumpun bambu. Warnanya pun berwarna kuning. "Apa anak muda yang memegang bambu kuning adalah Kakek Danu?" tanyaku.

"Bukan. Dia adalah cicit kakek," balas Kakek Danu.

"Pantas bambu kuningnya mirip dengan yang ada di rumah kakek."

Kakek Danu tersenyum, "Kamu cukup pintar."

"Sekarang bagaimana cara membuat Tuan Ruben kembali ke rumahnya?" tanyaku.

Du hast das Ende der veröffentlichten Teile erreicht.

⏰ Letzte Aktualisierung: Nov 14, 2022 ⏰

Füge diese Geschichte zu deiner Bibliothek hinzu, um über neue Kapitel informiert zu werden!

ElleaWo Geschichten leben. Entdecke jetzt