Pantai

3.2K 475 7
                                    

Aku berdiri di depan sekolah. Terlihat banyak anak-anak seusia Ellea ke luar dari gerbang. Mobil jemputan serta angkutan umum sudah berjejer di depan gerbang.

"Kak Al!"

Di tengah keramaian ini, aku masih bisa mendengar dengan jelas suara Ellea. Kuedarkan pandangan, terlihat Ellea sedang berdiri di pintu masuk — dalam sekolah.

Aku melangkah mendekat, tapi ia malah berlari masuk ke dalam. Spontan aku berlari mengejarnya. Ada lelaki yang sangat mirip denganku sedang berjalan melewati koridor depan kelas. Ia membawa kue ulang tahun berukuran kecil. Sesekali ia celingak-celinguk seperti mencari sesuatu.

Aku pun berjalan mengikutinya dari belakang. Tak berselang lama terdengar suara lagu Selamat Ulang Tahun dari lantai atas.

ARGH!

Suara nyanyian itu berubah menjadi jeritan.

BRUG!

Terdengar suara benturan. Aku bisa melihat, tepat di ujung koridor ada tubuh seseorang tergeletak. Lelaki itu berlari kencang. Kue yang tadi dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Hancur.

"Ellea!" Lelaki itu memanggil nama Ellea. Aku yang berdiri tidak jauh dengannya bisa melihat kalau tubuh yang berlumuran darah itu adalah Ellea.

Lelaki itu mengguncang-guncangkan tubuh Ellea. Namun, Ellea tidak juga membuka mata. Teman-teman sekelas Ellea hanya menonton saja. Wajah mereka tampak begitu syok. Bahkan beberapa ada yang menangis. Sementara lelaki itu masih memeluk tubuh Ellea sembari menangis kencang.

Tak lama, suasana sekolah menjadi riuh. Banyak siswa berlari mendekat. Begitu pula para guru. Sementara aku hanya bisa berdiri mematung sembari menatap wajah Ellea yang berlumuran darah.

"Kak Al!"

Ada suara Ellea memanggilku. Sontak aku mengedarkan pandangan.

"Kak Al!"

Suaranya berasal dari belakangku. Aku pun menoleh, melihat Ellea sedang berdiri tak jauh dariku. "El!" ucapku.

Ellea tersenyum, lalu berlari. Aku pun mengejarnya. Tepat di depan gerbang sekolah, ia menghentikan langkah. "Tunggu, El!" teriakku sembari berlari kencang. Namun, ia sudah menghilang tanpa jejak.

Tanah tempatku berdiri tiba-tiba bergetar dan berlubang. Sontak aku pun terperosok ke dalam.

Bruk!

Kini aku berada di depan rumah. Langit terlihat begitu gelap. Suara jangkrik terdengar bersahutan. Ada suara jeritan dari dalam rumah. "Ellea!" Sudah pasti itu suaraku.

Aku melangkah ke dalam, menembus pagar dan pintu rumah. Terlihat diriku yang lain sedang menangis di ruang tengah, sembari memeluk foto Ellea. Beberapa anggota keluarga berusaha menenangkan. Namun, ia terus berteriak histeris dan mengamuk.

"Kak Al!" bisik Suara Ellea. Reflek aku menoleh ke samping. Ia sedang mengintip dari balik pintu kamar.

Aku berjalan menuju kamar. Pintunya terbuka lebar, tapi di dalam begitu gelap. Saat masuk ke dalam, terdengar suara jeritan. Sontak aku melangkah mundur. Namun pintu sudah tertutup rapat.

Kriet!

Pintu terbuka.

Tek!

Lampu pun menyala. Kini aku bisa melihat diriku yang lain sedang diikat di tempat tidur. Ia pun mengamuk, berusaha melepaskan ikatan. Setiap kali matanya melirik ke pojok ruangan, ia menjerit ketakutan.

Tak lama, dokter Wendi bersama tiga perawat pria masuk ke dalam kamar. Dokter Wendi berusaha mengajakku ngobrol, tapi aku malah terus mengamuk. Hingga akhirnya, tiga perawat pria itu memegang tubuhku. Kemudian, dokter Wendi menyuntikan sesuatu. Perlahan aku pun mulai tenang.

ElleaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang