Gasha

3.2K 473 9
                                    

Srekkkk!

Saat aku terbangun, seseorang sudah menyeretku ke dalam hutan. Dari pakaian jelas sekali ia adalah tentara jepang. Tangan kanannya memegang kakiku, sementara tangan kirinya memegang pedang panjang.

Kucoba menggerakan kaki sembari menghentakan badan ke tanah. Tak berhasil. Genggamannya begitu kuat. Bahkan ia tak bereaksi sama sekali saat aku mulai meronta.

Semakin banyak aku bergerak, semakin cepat juga tenaga ini terkuras. Belum lagi, rasa sakit di punggung akibat bergesekan dengan tanah. Beberapa kali pula, kepala ini terbentur batu dan akar pohon.

Kuraih akar pohon dan berpegangan sekuat mungkin. Ia pun menghentikan langkah dan menoleh padaku. Ia tidak memiliki wajah. Rata! Kemudian ia mengayunkan pedangnya dan mendarat tepat di tanganku. Seketika itu aku menjerit kesakitan dan melepaskan pegangan.

Srekkkk!

Ia kembali menarik tubuhku. Hingga kami tiba di depan sebuah Gua. Di sana sudah menunggu tentara Jepang lain yang tidak kalah menakutkan. Beberapa di antaranya mendekatiku, lalu mengikat kaki dan tanganku pada sebuah batang pohon.

Apa aku tanpa sengaja kembali ke masa lalu lagi Namun, rasanya aneh. Jika ini masa lalu, kenapa wajah tentara Jepangnya seperti hantu.

Tak lama kemudian terdengar suara langkah menggema dari dalam Gua. Seseorang yang tak mau kulihat muncul di hadapan. Jendral Yamamoto.

Penampakannya sangat berbeda dengan yang terakhir kali kulihat. Banyak luka robek dan terbuka di bagian wajahnya. Bajunya pun sangat kotor, penuh dengan lumpur. Ada bercak berwarna merah di sekitar perut.

Jendral Yamamoto mengeluarkan pedang dari sarungnya. Kemudian mengangkat pedang itu ke udara. Seketika itu para tentara Jepang bersorak. Ia menghentakan kaki, membuat suasana menjadi hening kembali. Ia menatapku, lalu berjalan mendekat.

Kini ia berada tepat di hadapanku. Lalu mengarahkan ujung pedangnya ke perutku.

Jleb!

Ia menusukan pedangnya. Sontak aku menjerit kesakitan. Tidak cukup sampai di sana. Ia memutar-mutar pedang itu sembari menusuk lebih dalam. Rasa sakitnya sungguh tak bisa kubayangkan. Jika ini adalah mimpi, aku berharap bisa segera bangun. Sayangnya itu tidak terjadi.

Jendral Yamamoto mulai menyiksaku. Sebuah siksaan yang membuat tulang-tulangku seakan remuk. Sementara itu, pedangnya dibiarkan menancap di perut ini.

Aku mengerang kesakitan. Berharap ada yang datang menolong. Hantaman benda tumpul serta injakan sepatu bot, masih terus kurasakan.

"Kak Al!" Aku mendengar suara Ellea. Dengan sisa-sisa tenaga, kuarahkan pandangan ke depan. Samar terlihat cahaya putih memancar.

Beberapa kali aku mengedipkan mata, hingga pandangan ini menjadi lebih jelas. Ellea sedang duduk di atas Macan Putih. "El," ucapku, lemah.

Ellea turun dari punggung Macan Putih itu."Kak Al! Jangan mati!" teriaknya. Entah kenapa aku ingin tertawa mendengar ucapannya itu. Namun, lubang di perut ini menghalangi niatan itu.

Macan Putih itu berjalan mendekat. Membuat tentara Jepang mundur beberapa langkah. Sorot mata yang merah itu memancar ke arah Jendral Yamamoto. Namun, ia bergeming tak takut dengan kehadiran Macan Putih itu.

ARGH!

Aku menjerit saat Jendral Yamamoto mencabut pedangnya dari perut ini. Kemudian ia mengayunkan pedangnya ke arah leherku.

"YAMAMOTO!" Terdengar suara menggema dari dalam hutan. Tak lama kemudian, ada suara ringkikan kuda. Membuat pandangan Jendral Yamamoto mengarah ke sumber suara itu. Seekor Kuda Putih muncul dari gelapnya hutan. Ditunggangi oleh Tuan Brosman.

ElleaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang