Kembali ke Masa Lalu

3.4K 465 1
                                    

Brug! Brug! Brug!

Suara derap langkah itu terdengar semakin jelas, tepat dari balik pintu depan. "El." Aku menggenggam tangan adikku itu.

"Kakak jangan takut!" Ellea menepis tanganku. "Kakak yang memanggilnya, harusnya kakak juga yang menghadapinya."

"Kan itu kamu yang memancing, El!"

Ellea tersenyum, lalu pandangannya bergerak dari langit-langit ke pintu. "Kakak tenang saja, mereka sebentar lagi akan pergi."

Tak berselang lama, suara langkah itu berpindah. Dari depan, menuju samping dan menghilang di belakang rumah. "Kenapa mereka masih berkeliaran di sini sih, El?" tanyaku.

"Mereka adalah orang-orang yang ditinggalkan."

"Maksudnya?"

"Jiwa mereka terkatung-katung, Kak. Tidak bisa pulang ke tempat asalnya. Dan ... tidak diterima di tempat ini."

"Lalu sampai kapan mereka akan seperti itu?"

"Ya ... mana aku tau, Kak! Kakak tanya saja sendiri!" Ellea tiba-tiba ngegas.

"Biasa saja kali, El!" Aku pun ikut ngegas.

"Habisnya, kakak terlalu banyak nanya."

"Namanya juga penasaran. Oh, ya sudah hampir malam. Makan di luar, yuk!" Sesekali aku ingin sekali mengajaknya makan di luar. Namun ia selalu menolaknya. Semoga saja hari ini ia setuju.

Ellea menggelengkan kepala. "Kakak pesan online saja!"

"Kamu ini, El! Kan kakak ingin sekali punya foto kenangan kita makan berdua."

"Foto sekarang saja!"

"Ah, beda atmosfernya dengan makan di restoran."

"Memang kakak mau makan di restoran langit?"

"Hah?" Aku tak mengerti maksud ucapannya. "Restoran langit? Seperti yang ada di Dubai?"

Ellea memukul pahaku. "Atmosfer itu ada di langit, kan?"

"Oohhhh ... kamu lagi bercanda!" Aku berpura-pura tertawa. "Bilang dong!"

"Makanya jadi orang tuh jangan terlalu serius plus memasang wajah datar," imbuhku.

"Ih!" Ellea kesal. "Aku panggil Susanne nih! Biar menemani kakak malam ini."

"EL! Kebiasaan!" Ia selalu mengancamku dengan teman-teman gaibnya itu. Menyebalkan!

__________

Malam ini sengaja aku mengunci kamar. Tak mau Ellea tiba-tiba masuk dan mengagetkanku di pagi hari.

Aku menutup mata, sembari menenangkan pikiran dan menarik napas perlahan. Tak boleh sedikitpun terlintas pikiran-pikiran negatif tentang tempat ini. Kutarik selimut, hingga menutupi dada. Hangat. Rasa nyaman ini akhirnya membuatku mengantuk.

Duk! Duk! Duk!

Terdengar langkah cepat di dalam kamar. Aku mendengus kesal. Baru saja hampir terlelap sudah ada yang datang mengganggu. Pasti ini ulah si Kering.

"Kering. Tolong jangan ganggu saya. Pergi ke kamar Ellea saja," ucapku pelan, masih menutup mata.

Duk! Duk! Kriet!

Langkah itu kembali terdengar, diikuti suara pintu kamar mandi yang terbuka. "Kering. Saya mohon, pergi dari kamar ini." Aku berusaha menahan emosi.

Ngik! Ngik!

Bunyi engsel yang berderit. Sungguh membuat telingaku terasa linu. "KERING! PERGI!" Aku berteriak seraya membuka mata.

Mataku terbelalak saat melihat ke arah kamar mandi. Ada seorang wanita Belanda sendang berdiri menatapku dengan wajahnya yang sangat pucat. Lingkaran hitam di sekeliling matanya, membuat ia semakin menakutkan.

ElleaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang