Ellea

3.2K 502 39
                                    

Aku berjalan ke luar rumah. Sepi, tak terlihat ada seorang pun. "Ellea!" Kupanggil namanya beberapa kali, sembari mengedarkan pandangan. Khawatir Gasha tiba-tiba datang dan menculikku juga.

Aku duduk di ruang tengah sembari menatap ke arah kamar Ellea. Berharap ia tiba-tiba muncul dengan senyuman yang cantik.

"Kering," gumamku. Entah kenapa, sekarang aku ingin sekali bertemu dengannya. Berharap ia tau tentang keberadaan Ellea. Kusebut namanya berkali-kali, tapi ia tidak muncul juga.

Aku kembali ke kamar duduk di ujung tempat tidur sembari menatap ke jendela. Apa mungkin Ellea ada di hutan? Namun, tak ada keberanian untuk pergi ke sana sendiri.

Kuambil ponsel di dekat bantal. Sudah pukul dua pagi. Hanya tinggal menunggu empat jam lagi, matahari akan terbit. Pada saat itulah aku akan bergegas pergi ke rumah Kakek Danu. Ia pasti tau di mana Ellea berada.

Waktu berjalan begitu lambat. Sudah berkali-kali mencoba posisi tidur, tapi tak bisa. Aku terus memikirkan Ellea. Bagaimana keadaannya di luar sana? Ia pasti sedang ketakutan.

________

*Terdengar suara ayam berkokok*

Kubuka mata. Entah dari kapan aku tertidur. Bergegas pergi ke kamar mandi, mencuci muka. Kemudian setengah berlari ke rumah Kakek Danu.

Spontan menundukan kepala, saat tiba di ujung jalan — rumah Tuan Ruben. Setelah berjalan tak jauh dari sana. Aku belum juga menemukan rumah Kakek Danu.

Seingatku, rumahnya berada di dekat rumpun bambu. Rumpun bambunya ada, tapi ... rumah Kakek Danunya tidak ada. Hanya terlihat tanah kosong. Aku menyusuri jalan itu, tapi tak terlihat ada rumpun bambu lain.

"Lagi cari apa, Mas?" tanya Seseorang di belakangku.

Sontak aku menoleh, terlihat ada seorang wanita muda. "Saya lagi cari rumah Kakek Danu."

"Kakek Danu?" Wanita itu tampak bingung.

"Iya, yang tinggal di sini."

"Dari aku kecil, belum pernah ada rumah di sini. Apa Mas tidak salah alamat?"

"Tidak, baru kemarin pagi saya ke rumahnya."

"Tidak ada rumah di sini, Mas," balasnya lalu pergi begitu saja.

Aku pun termenung, bingung. Jangan-jangan Kakek Danu itu bukanlah manusia, sama seperti Kering, Tuan Brosman dan lainnya. Seketika itu aku bergidik ngeri, kemudian pergi dari tempat itu.

Kini satu-satunya tempat yang harus aku periksa adalah hutan. Ya, hutan! Aku berlari kencang, pergi ke hutan belakang rumah. Menyusuri jalan setapak sembari memanggil nama Ellea.

Beberapa langkah lagi, aku sudah sampai di ujung hutan. Namun, Ellea masih belum ditemukan. Aku berdiri tepat di ujung hutan, sembari menatap pantai. Ada seseorang wanita sedang berdiri di sana, sembari menatap laut.

Ia menoleh padaku. Kemudian kembali menatap ke laut. Apa mungkin ia tau keberadaan Ellea? Bergegas aku menghampirinya.

"Permisi, Mbak," sapaku.

Ia menoleh. Wajahnya sangat cantik untuk ukuran wanita lokal. "Ya?"

"Apa Mbak melihat ada anak kecil di sekitaran pantai?"

"Anak kecil? Saya tidak melihatnya."

"Oh, terimakasih." Aku membalikan badan. Tiba-tiba teringat dengan Gua Jepang. Saat akan bertanya pada wanita tadi, ia sudah menghilang.

Hiy!

Aku merinding, lalu berlari ke rumah. Tiba di depan rumah, aku berpapasan dengan seorang remaja laki-laki. "Dik!" panggilku.

ElleaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang