Tiga Minggu berlalu begitu cepat. Rasa kehilangan itu tentu belum hilang sampai kapan pun.
Seorang gadis dengan seragam SMA rapih itu menatap nisan sebuah makam dengan sendu. Di tangannya buket bunga lily dengan satu piala bertuliskan juara umum satu. Gadis itu berjongkok dan meletakkan buket bunga yang dia bawa tepat di nisan makam.
Sejenak dia terdiam, menarik napasnya dan menghembuskannya perlahan. Dia menatap sebuah piala di tangan kanannya. Kemudian beralih menatap makam itu lagi. Senyuman lebar tercetak jelas di wajah yang basah akibat air mata. "Congratulations, Kai." ucapnya pelan.
"Lo hebat. Nilai lo tertinggi lagi Kai. Bahkan lebih tinggi dari kelas dua belas dan kelas sepuluh. Lo juara umum lagi, Kai." Aretta Kayla, mengusap air matanya kasar. "Tapi, lo gak ada di saat-saat bahagia ini."
"Lo udah terbang jauh ke atas langit." Reta tersenyum tulus. "Bahagia ya di sana."
"Lo tau? Kak Fian juga juara umum satu di angkatannya!" ujar Reta. "Kalian memang benar-benar perfect couple, deh. Sama-sama pintar. Dan lo harus tau juga tentang Kak Bella. Si anjing yang sekarang udah dapat karma. Dia ketahuan ngebobol kunci jawaban ujian, Kai. Wah, benar-benar plot twist yang mengejutkan banyak orang di sekolah. Bella yang lugu, cantik, ramah, pintar, nyatanya seorang penipu."
Reta terkekeh pelan. Namun, sedetik kemudian, dia mendengus. "Kesel banget gue. Kenapa harus ketahuannya pas dia udah lulus coba?!"
"Tapi, walaupun begitu, yang terpenting semua kebusukkannya udah kebongkar."
Reta tertawa pada dirinya sendiri, menertawakan dirinya yang bodoh berbicara pada satu makam. "Gue ngerasa lo ada di sini masa..."
"Bodoh banget, kan?"
"Banget lah."
Gadis itu lagi dan lagi tertawa.
Sementara itu, tepat di belakang gadis itu, seorang laki-laki menatapnya dengan senyuman tipis.
Reta terdiam sejenak, melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Kai, gue ada urusan nih. Udah dulu ya, kangen-kangenannya, hehe." Gadis itu menatap piala yang masih berada di tangannya. "Gue mau kasih ke siapa, ya? Tante Raina dan Om Zidan, atau... Nenek Diah?"
"Ke gue aja."
Reta spontak menoleh ke belakang. Menatap Fian dengan kening mengerut. "Loh... sejak kapan Kak Fian di situ?"
Fian mengangkat sebelah alisnya. "Belum lama," jawabnya. "Kasih ke gue aja pialanya. Nanti gue sampein ke Nenek Diah-"
"Terus Tante Raina sama Om Zaidan gimana?" tanya Reta.
"Kata mereka, kasih ke Nenek Diah aja. Mereka udah tau, kok, kalau Kai juara umum pertama. Mereka bangga sama Kai."
Reta mengangguk. "Yaudah. Gue duluan, ya, Kak!" Gadis itu pergi dari sana.
Fian menghela napas pelan, berjongkok di samping makam pacarnya itu, dan menaruh sebuah buket bunga dengan bunga yang siap dia tabur. "Hai, sayang! Kabar kamu di sana gimana? Baik-baik aja, kan, pasti. Kamu pasti bahagia juga di sana." Fian tersenyum. "Pacar aku pintar banget sumpah. Dari yang juara umum ketiga, jadi pertama."
"Selamat, ya!"
Fian mengusap nisan bertuliskan nama pacarnya itu. "Aku kangen, Kai." Tatapan matanya kembali sendu. Senyuman yang semula terlihat, kini kembali pudar.
"Kamu gak ada niatan kembali, ya?" tanya Fian, asal. "Aku siap, Kai. Kalau semisal tubuh aku di isi sama kamu, aku siap banget."
"Nyatanya, aku se-kacau ini ditinggal kamu, sayang."
Air mata yang laki-laki itu tahan, akhirnya lolos begitu saja. Dia mengusap kasar air matanya itu. Sejenak, untuk memaksakan tersenyum saja, tidak bisa. Fian benar-benar kehilangan.
Kehilangan orang tersayang, memang akan semenyakitkan itu.
Biarpun sebelumnya pernah merasakan kehilangan, Fian tetap tidak bisa untuk baik-baik saja. Rasanya sangat sulit untuk kembali bersikap seperti tidak ada apa-apa, sementara orang yang sangat kita sayangi, pergi sangat jauh untuk selamanya.
"Bagaimanapun juga cara perpisahannya, berpamitan atau tidak, rasa menyakitkan itu akan tetap terasa selamanya."
"Orangnya sudah tidak ada. Tapi, kenangannya akan selalu teringat dengan jelas."
Fian kembali mengukir senyuman. Kali ini, dia akan berusaha untuk berjanji pada dirinya sendiri dan akan membuktikan kepada gadisnya, bahwa Fian akan memulai semuanya kembali dengan baik-baik saja.
Fian berusaha untuk bisa menerima kenyataan bahwa, gadisnya sudah tenang dan jauh lebih bahagia di atas sana.
"Terima kasih karena sudah pernah hadir dan menatap di hati. I always love you, Kaisa Asander."
Kisahnya telah selesai, jiwanya telah tiada, namun, kisahnya dan kenangannya akan selalu teringat selamanya.
***
-END-
YOU ARE READING
I'M KAI! [END]
Teen Fiction[ Transmigrasi Stories ] Kaisa Asander, gadis cantik yang terlahir dari keluarga kaya raya-nampaknya tidak membuat dirinya merasa bahagia. Sering disapa dengan nama Kai, gadis yang sering menindas siswa-siswi di SMA Thandar terlebih lagi yang bersek...
![I'M KAI! [END]](https://img.wattpad.com/cover/261461107-64-k649641.jpg)