Enggar membenarkan, "Bener tuh, biar lo gak terlalu berdua doang sama Dokternya."
"Gapapa, sumpah. Gue cuma mau cerita aja sama kalian. Bantu doa aja gue gapapa." Haura tersenyum dengan tulus. Melihat itu, keempat temannya merasa lega. Lega karena Haura mulai terbuka sama mereka.
"Ya udah, semoga semuanya baik-baik aja ya, Ra." Kata Sonya, lalu cewek itu memeluknya dengan hangat. Selfa juga mengikuti Sonya memeluk tubuh Haura.
"Pengen ikutan dong gueeeee!" Enggar juga merengkuh ketiga temen perempuannya. Juna terkekeh, cowok itu jadi yang terakhir memeluk mereka. Ada banyak kehangatan di sini, Haura merasa beruntung mempunyai teman seperti mereka.
***
Malam harinya Haura pergi sendirian ke rumah di Pondok Indah. Mencari sesuatu yang mungkin bisa jadi petunjuk apa alasan Hamka gak mau kemoterapi.
Haura menghela nafasnya didepan pagar rumah yang tinggi itu. Membukanya perlahan, dilihatnya ada Pak Bam yang tengah duduk di pos satpam seperti biasa.
"Pak Bam?" Ucap Haura, Pak Bam yang lagi duduk santai sambil ngopi terkejut dengan kedatangan Haura. Segera bangkit dari duduknya dan menghampiri Haura.
"Neng Haura?" Katanya, nada bicaranya antusias sekali. "Mau tidur di sini?"
Haura menggeleng, "Enggak, mau ambil barang." Pak Bam mengangguk mengerti. "Oh gitu, kirain teh Neng mau nginep di sini. Masuk atuh ada Bi Ina di dalam. Kayaknya lagi santai aja, soalnya pekerjaannya udah beres." Haura mengangguk lalu tersenyum.
"Saya masuk ya, Pak."
Haura masuk ke dalam rumah besar itu. Matanya menelisik, mencari keberadaan Bi Ina. Haura menyusuri rumah dengan marmer dingin itu. Suasana sepinya membuat dia gak nyaman. Entahlah, rumah sebesar ini sepi sangat kentara sekali rumah ini mati sejak lama.
"Neng Haura?!" Bi Ina memekik ketika melihat Haura akan menaiki tangga. Bi Ina datang dari arah dapur. Haura segera turun, cewek itu memeluk wanita paruh baya didepannya.
"Bi Ina..." Lirih Haura. Bi Ina memeluknya dengan hangat, mengusap punggung dan rambut cewek itu dengan sayang. Bi Ina berkaca-kaca. Mengusap wajah Haura, lalu kembali memeluknya.
"Kangen banget Bibi sama Neng. Mau tidur di sini?" Tanya Bi Ina. Lalu Haura menggeleng. "Enggak, aku mau ambil barang di kamar Mas Hamka."
Mendengar jawaban dari Haura membuat Bi Ina semakin bersedih. "Padahal nginep aja di sini, Neng. Semalam aja, Bapak besar juga lagi keluar kota."
"Kemana?"
"Ke Jambi, ke rumah orang tua dari istrinya."
Haura mengangguk. "Ya udah aku nginep aja, demi Bibi. Aku ambil barangnya dulu."
Bi Ina mengangguk antusias, "Ya udah kalau gitu Bibi masak buat makan malam ya. Jangan nolak, kapan lagi Neng ke sini. Pokoknya mau Bibi buatin makanan kesukaan Neng Haura!"
Haura terkekeh, "Iya Bibi. Aku naik dulu ya." Ujar Haura. Lalu cewek itu menaiki tangga menuju lantai dua.
Sampai di depan kamar Hamka, cewek itu menghela nafasnya lalu membuka pintu. Kamarnya gelap, Haura menyalakan lampunya. Nuansa kamar berwarna putih itu terlihat. Kamarnya terlihat rapih tak tersentuh.
Meja belajarnya juga masih tetap sama. Action figur dari kartun-kartun kesukaan Kakaknya masih terpajang dengan baik di rak televisi. Gitar akustik dan elektrik masih berdiri dengan baik dipojok kamar. Lemari kaca berisi piala dan piagam penghargaan, rak-rak buku yang rapih mengingat Hamka memang berprestasi. Hamka juga gak suka kalau kamarnya berantakan.
BINABASA MO ANG
Earned It ; Jake Shim ✔️ (On Revision)
Teen Fiction[end] ❝loving people who don't even love themselves.❞ ©2022, asaheerin.༉‧₊˚✧ Warn: 18+, harsh words, talk about mental illness All pictures credit by, Pinterest
026. what happened?
Magsimula sa umpisa
