🪐ANGKASA~8🪐

2.5K 363 45
                                    

📍Capek, ya? Ayo istirahat, lalu bangkit!!

🌌Happy Reading 🌌

"Begini, karena Gia harus pindah sekolah mendadak, Ibu mau kamu jadi partner Angkasa buat olimpiade sains bulan depan. Mau ya?"

Permintaan tersebut membuat Bryan merasa seperti tersambar petir di pagi hari yang indah.

Ternyata inilah alasan mengapa pagi ini Bryan dan Angkasa diminta untuk menemui Bu Dewi.

"Lah, kok saya, Bu?" Dari nada bicaranya, Bryan nampak kaget dan tidak terima.

"Memangnya kenapa? Ibu pilih kamu karena nilai kamu paling tinggi setelah Angkasa. Apalagi pekerjaan rumah kamu nilainya selalu di atas angka 80."

Bryan menggeleng, kepalanya terasa berat mendengarnya. Tentu saja nilainya sering tak jauh dari Angkasa, sebab memang Angkasa yang mengerjakannya. Namun, tak mungkin juga jika ia mengatakan yang sebenarnya.

"Lagipula, Ibu lihat kalian juga cukup dekat," tambah Bu Dewi.

Hei, cukup dekat apanya? Begitulah yang terlintas di benak Bryan saat ini.

"Nggak, Bu, saya nggak mau." Bryan nampak frustasi.

"Angkasa juga pasti nggak mau saya jadi partnernya," tambah Bryan.

Bu Dewi menatap dua siswa di depannya secara bergantian.

"Benar begitu, Angkasa?" tanya guru itu memastikan.

"Saya nggak masalah kok, Bu."

Angkasa yakin saat ini pasti Bryan sedang mengumpatinya habis-habisan di dalam hati, terlihat jelas dari sorot matanya.

"Ya sudah, setelah study tour, Ibu akan atur jadwal pelajaran tambahan buat kalian," ucap Bu Dewi seolah tak bisa dibantah lagi.

<><><>

Mood Bryan nampak kacau sejak tadi pagi. Ia masih kesal setengah mati karena harus ikut olimpiade bersama Angkasa. Cowok itu juga menjadi lebih ketus terhadap Angkasa.

Saat ini di kelas hanya ada Angkasa dan juga Bryan. Alih-alih mengikuti jam olahraga, Bryan sibuk dengan kertas lipat berwarna-warni yang bertebaran di mejanya untuk melampiaskan kekesalannya, lagipula guru mapel tersebut tidak hadir dan para siswa bebas untuk melakukan olahraga apa saja.

"Lo marah karena gue setuju lo ikut olimpiade?" tanya Angkasa untuk memecah keheningan.

Bryan membanting kertas berbentuk pesawat di tangannya. "Menurut lo?"

Angkasa menghela nafas. " Gue setuju tetap ada alasannya. "

"Apa? Lo mau mempermalukan gue? "

"Bukan."

"Terus apa?" Nada bicara Bryan meninggi.

"Karena gue yakin lo bisa," jawab Angkasa tanpa ragu.

Bryan tertawa sinis. "Alasan lo nggak masuk akal."

Angkasa sangat yakin sebenarnya Bryan itu pintar, hanya saja sedikit malas. Nyatanya, Bryan mampu mengelola kafenya sendiri dan itu bukan hal yang mudah, bukan?

<><><>

Hari Senin pagi yang cukup cerah ini, seluruh siswa kelas sebelas SMA Dandelion sedang berkumpul di halaman sekolah. Bukan untuk melaksanakan upacara, tapi persiapan sebelum mereka melakukan perjalanan ke Bali.

Setelah mendengarkan pesan dari kepala sekolah dan berdoa bersama, mereka mulai masuk ke bus yang telah ditentukan sebelumnya.

"Woi, penyakitan! bawain ini," titah Bryan sembari menyodorkan kopernya pada Angkasa.

Lihat Angkasa, Bunda.Where stories live. Discover now