32 Curiga

3.3K 266 11
                                    

Selamat Membaca, silahkan berkomentar
Sorry tidak up kemarin, terlalu sibuk untuk naskah event










Kebingungan meliputi Erland saat melihat Nindia dan Anas sudah berhadapan. Lebih tepatnya Nindia bersikap seolah sudah mengenal wanita itu. Belum lagi Gianni yang juga langsung memanggil istrinya dengan sebutan Tante Dia? Jadi, sebenarnya ada apa ini?

"Tante Dia."

Anas merasakan wajahnya pucat pasi, di sampingnya Adit sudah mengetahui masalah di mana wanitanya pernah mengajak Nindia bekerja sama untuk usahanya.

"Hai, Nindia," sapa Anas kaku.

Nindia menatap datar wanita itu. Dia masih mengingat jika awal pertama keduanya bertemu, Anas mengatakan dirinya mendapat telepon dari sang suami dan anak. Secara tak langsung itu mengarah pada Erland, bukan pada Adit yang baru akan menjadi suaminya. Luar biasa wanita ini.

"Aku tunggu di mobil, Mas." Nindia langsung berjalan ke mobil, tanpa menunggu jawaban Erland.

Pria itu masih saja kebingungan, tetapi dia langsung menatap tajam Anas. "Apa yang terjadi?"

Wanita itu menunduk. "Maafkan aku."

Erland menggeram kesal, dia menggendong Gianni dan membawa tas anak itu ke mobil. Lalu ketiganya segera pulang tanpa ada pembicaraan sedikit pun. Saat sampai, Nindia turun terlebih dahulu sambil membanting pintu mobil. Erland mengusap dadanya, dia melirik ke belakang di mana Gianni tampak bingung.

"Tante Dia marah, ya?" tanya Gianni polos.

"Enggak, Sayang. Sekarang panggilnya Bunda, ya. Jangan Tante Dia lagi."

Gianni mengangguk, lalu keduanya segera turun menuju rumah. Pria itu membukakan Gianni Tv, membujuk anak itu untuk nonton dan dia langsung ke atas menyusul Nindia.

Saat membuka pintu istrinya itu duduk di sofa sambil memijit pelipisnya. Raut kelelahan Nindia sangat terlihat, dia belum sepenuhnya istirahat setelah pulang dari Jogja.

"Sayang," panggil Erland lembut.

"Itu mamanya Gianni?"

Erland bergumam, duduk di samping Nindia dengan takut. Dia belum tahu sebenernya, kenapa keduanya terlihat sudah saling kenal.

"Awalnya aku tidak tahu kenapa wanita itu mau menjalin kerjasama denganku. Dia terlihat sedikit memaksa untuk menerima endorse dari produknya. Namun, saat kejadian tadi sepertinya aku tahu apa maksudnya."

"Anas rekan kerjamu?"

"Produknya memintaku menjadi endorse, Mas. Ternyata ada udang di balik batu. Bahkan dia sengaja merayakan jika suaminya menelepon saat pertama kali kami bertemu. Paham maksudku, Mas?" Menaikkan alis, Nindia menunggu respon suaminya yang sedang mencerna ucapannya barusan.

"Kamu suaminya?"

Dengan cepat Erland menggeleng. "Aku ... ayah dari anaknya, tetapi bukan berarti suaminya, Dia. Kami enggak pernah menikah!"

"Aku tahu. Hanya saja ... apa maksudnya? Dia ingin membuatku cemburu?"

Erland diam, menurutnya Anas sudah keterlaluan. Jika bertemu nanti saat mengantar Gianni, Erland akan bicara empat mata dengannya.

"Mas."

"Jika sudah seperti ini, apa kamu akan menolak Giannia?"

"No! Dia anakku juga, Mas!" pekik Nindia tak suka.

"Maaf untuk perbuatan Anas ... aku tidak tahu dia sampai melakukan itu," ujar Erland penuh sesal.

"Mas enggak salah, harusnya enggak usah minta maaf. Oh iya, di mana Gianni?"

Muara RinduWhere stories live. Discover now