4 Tak Terduga

5.8K 600 11
                                    



Mematut diri depan cermin, tubuh bak model seorang Nindia telah terbalut gaun putih hingga mata kaki yang modelnya sabrina. Rambut pendeknya dibiarkan terurai sedangkan bagian wajahnya dipoles natural sesuai keinginan wanita itu.

Malam ini resepsi Naima dan Reza akan digelar di hotel bintang lima, setelah melakukan akad pagi tadi yang bernuansa serba hijau. Sementara malam ini bertemakan kerajaan beautiful in white, Naima berhasil mewujudkan impian pernikahannya.

Wanita itu keluar dari kamar hotel tempat mereka bermalam untuk menuju ballroom. Orangtuanya dan Nando sudah lebih dulu ke sana lantaran sudah lima belas menit resepsi dimulai.

Memandang sekeliling, tampak sangat ramai akan tamu undangan. Dari kedua belah pihak sama-sama mengundang hampir tiga ratusan orang. Jadi ditotal bisa enam ratus lebih tamu undangan malam ini, tidak terhitung saat akad pagi tadi.

Memecah kerumunan, wanita itu mencari keberadaan Meta yang katanya sudah datang sebelum acara dimulai. Benar saja sahabatnya itu sedang duduk di salah satu meja bersama seorang pria dan Nando di sana.

"Kamu memang selalu tampil cantik dan elegan, Nindia," puji Meta setelah keduanya berpelukan singkat.

Nindia duduk di samping Nando, berhadapan dengan pria berbaju batik yang tampak asing. Namun, Nindia bisa menebak jika sosok itu pasti teman kencan yang baru untuk Meta, mengingat sahabatnya itu sering kali bergonta-ganti pasangan layaknya baju. Buaya betina zaman now.

"Jadi, dia siapa?" tanya Nindia penasaran.

Meta terkekeh geli. "Kenalin dia Rafa Ardian, kekasihku."

Nah benar, bukan dugaan Nindia. Sifat playgirl Meta memang luar biasa. Baru seminggu lalu dia memperkenalkan seorang pria keturunan Sulawesi yang katanya juga adalah kekasih. Namun, malam ini wanita itu datang dengan sosok yang berbeda lagi.

Nindia berkenalan dengan Rafa yang merupakan seorang pebisnis muda di bidang kuliner. Banyak hal yang mereka perbincangkan mengenai bisnis, sementara Nando hanya diam sesekali menimpali.

"Mbak, udah kenalan sama keluarga Reza?" Walau usia Reza terpaut setahun lebih tua, Nando lebih suka memanggilnya tanpa embel-embel. Lagi pula adik iparnya itu sama sekali tak masalah.

"Udah pagi tadi sama kerabat yang lainnya. Emangnya kenapa?" Melihat gelagat Nando yang tampak gelisah, dia yakin ada yang disembunyikan adiknya itu.

"Semuanya udah kenal?" Lagi, Nando bertanya.

"Kenapa, sih? Aneh banget."

Nando menghela napas, lalu tanpa menjawab dia berlalu meninggalkan meja.  Nindia dan Meta saling melempar pandang, bingung dengan sikap Nando saat ini.

"Kenapa tuh anak?" tanya Meta dibalas gelengan Nindia.

Selanjutnya, Nindia meninggalkan meja untuk mencari makan. Sesekali melempar senyum saat berpapasan dengan undangan yang dikenalnya. Di atas pelaminan, Naima tampak sibuk melayani para tamu bersama Reza. Keduanya memang pasangan serasi, itu yang disimpulkan Nindia sekarang.

"Maaf saya tidak sengaja."

Nindia harus merasakan gaun putih mahal yang dikenakan tiba-tiba saja basah oleh cairan berwarna merah. Wanita itu baru saja ditabrak seseorang yang ternyata membawa segelas minuman. Masih menunduk, dia sibuk membersihkan warna merah pada gaunnya walaupun percuma karena sudah terlanjur basah.

"Maafkan saya." Suara asing itu terdengar lagi.

Nindia mendongak, ingin rasanya dia memutar waktu kembali ke hari sebelum pernikahan Naima agar bisa mengecek data tamu undangan malam ini. Kenapa juga orang-orang yang dijauhinya malah berada di pernikahan adiknya itu. Hal ini mengingatkan Nindia pada perkataan Nando saat di kolam malam itu. Intan Prameswari, gadis lulusan kedokteran UI dengan predikat cumlaude berdiri di depannya sekarang.

Untuk sesaat Nindia tampak terkejut, sebelum wajahnya berubah datar lalu pergi tanpa sepatah katapun. Sementara, gadis yang menabraknya meringis pelan sebelum berusaha menyusul Nindia di tengah keramaian.

Gadis yang memakai dress putih tanpa lengan itu akhirnya berhasil menemukan sosok Nindia yang menjauh dari acara,  lebih tepatnya di toilet.

"Mbak Nindia!" panggil Intan dengan napas terengah.

Nindia berbalik, memasang wajah yang sangat tak bersahabat. Intan sendiri sampai terkejut dengan tampang Nindia yang berbeda kepadanya, tidak seperti biasa. Nindia yang dikenal Intan sebagai wanita lemah lembut baik dalam tutur kata maupun perbuatan.

"Kenapa? Apa yang ingin anda bicarakan?"

Anda? Intan merasakan ketidaknyamanan dengan panggilan itu. Mengenal Nindia sejak awal, selalu panggilan dengan embel dek yang disematkan wanita itu.

"Kenapa diam? Apa kita saling mengenal sebelumnya?" tanya Nindia santai.

Intan tak terbiasa dengan sikap yang berubah dari sosok di depannya saat ini. Dua tahun nyatanya membuat perubahan yang signifikan terhadap seorang Nindia.

"Aku rindu sama Mbak Nindia. Apa kabar?" Suara Intan bergetar, sebagai anak bungsu dari empat bersaudara yang notabene pria semua sikapnya terkesan lebih manja dan cengeng.

Nindia bersedekap. Pertanyaan itu terdengar bagaikan lelucon di telinganya. Bertanya soal kabar? Nindia saja bingung ingin memberikan jawaban seperti apa.

"Mbak."

"Kenapa kamu di sini?"

"A-aku diundang ke tempat ini."

"Oleh siapa? Bukannya kamu di Jogja?" Tatapan penuh intimidasi terpancar dari wanita itu.

Intan mendadak gugup. Gadis itu meremas tangannya erat yang mulai basah karena peluh.

"Aku diundang oleh mempelai prianya."

Nindia terdiam, rasanya dia tidak percaya akan jawaban Intan. Memang Intan dokter sama seperti Reza, mungkin itu alasan Intan diundang. Karena sesama rekan kerja.

"Mbak di sini juga?"

"Aku harap kamu tidak lupa dengan Naima, walaupun ikatan di antara kita sudah putus." Nindia berlalu begitu saja, sementara Intan terpaku.

*****
Kembali ke kamar hotel, Nindia mengusap wajahnya kasar. Lagi dan lagi ketenangannya terganggu karena perlahan orang-orang di masa lalunya muncul dengan seenaknya dan mengganggu dirinya.

Ini tentang Intan, gadis kecil yang dulu begitu disayang dan dimanjanya. Bagaimana bisa Intan hadir di pernikahan adiknya? Sementara, setahunya gadis itu sedang mengambil spesialis di Jogja. Selebihnya Nindia tak mau peduli lagi apa pun.

Gadis itu teringat dengan ucapan Nando di kolam. Rupanya, adiknya itu lebih dahulu bertemu Intan sebelum dirinya. Mungkin akan dia tanyakan nanti pada Reza besok, daripada tersiksa dengan rasa penasaran. Bukannya apa, Nindia merasa ada yang tidak beres dengan keberadaan Intan di Jakarta dan mereka malah dipertemukan malam ini.

Tak mau memikirkan sejenak, Nindia memutuskan ke balkon. Angin malam berembus meniupkan helaian rambut hitam miliknya. Di bawah sana, dia bisa melihat kepadatan tamu undangan yang berlalu-lalang di area parkiran. Nindia merasa de Javu akan keadaan sekarang. Dia pernah menjadi ratu sehari, di mana pujian akan kecantikannya malam itu membuat Nindia melayang terbang. Namun, bukan itu yang sepenuhnya membuat dia bahagia. Ada hal lain yakni Nindia pernah  berikrar suci di hadapan penghulu sebagai calon istri dari seorang Erlangga Dwiputra.

📍Jika kolom komentar mencapai 100 tanpa spam next, author akan mengupload tiga bab untuk hari ini.

Muara RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang