18 Luka

4.2K 303 27
                                    


Satu kali upload untuk hari ini dengan part terpanjang, kecuali kolom komentar penuh tanpa spam next!!!!

Selamat membaca!!


Di depan Nando sekarang sudah ada Intan yang tengah memesan makanan. Keduanya bertemu di kafe sesuai keinginan Intan saat mengirim pesan siang tadi. Di luar jalanan tampak ramai, Nando sengaja memilih meja dekat jendela agar bisa menikmati pemandangan jalanan yang ramai dan padat akan kendaraan.

Fotografer itu berdeham, dia butuh alasan mengapa Intan mengajaknya bertemu.

"Bagaimana kabarnya Mbak Nindia?" tanya Intan santai.

"Dia sudah pulih dan telah kembali ke rumah."

"Syukurlah."

"Jadi, ada apa?"

Intan mendengkus, Nando termasuk pria yang tak sabaran ternyata. Dia kira mereka akan membahasnya setelah makan malam, nyatanya pria itu mau lebih cepat.

"Pagi tadi aku tak sengaja bertemu Papa kamu."

Alis Nando menukik tajam. "Papa? Kamu ingin bertemu karena ingin membahas papaku?"

Gadis berkacamata itu mengangguk. "Benar sekali. Aku tak sengaja melihatnya keluar dari sebuah restoran."

"Hanya itu, really?" Nando tersenyum sinis, sekaligus kesal.

"Aku belum selesai bicara!" balas Intan ikutan kesal.

"Apalagi?"

"Setelah dirinya keluar, aku juga melihat wanita yang biasa bersama Mbak Nindia. Aku lupa siapa namanya, tetapi aku pernah bertemu dengannya di pernikahan Kak Erland dan juga pernikahan Naima."

"Maksudnya Mbak Meta?"

"Aku lupa namanya, memangnya siapa wanita yang dekat dengan Mbak Nindia?" tanya Intan penasaran.

"Cuman Mbak Meta aja." Nando menjawab santai. "Terus permasalahannya apa?"

"Keduanya tampak berbincang, sebelum berpelukan lalu kembali ke mobil masing-masing." Intan memelankan suara, dia bisa melihat wajah Nando yang masih bingung.

"Itu hal biasa, Mbak Meta juga dianggap anak oleh Papa."

Putri bungsu keluarga Hadi itu terdiam. Dalam benaknya dia merasakan ada yang aneh dari kedekatan Agung dan si Meta itu. Memang berpelukan itu hal biasa, tetapi entah kenapa baginya aneh, ya. Apa dirinya terlalu negatif thinking?

"Kalau tidak ada yang mau dibicarakan, aku pulang!"

Intan tidak mencegah kepergian Nando. Pria tak sabaran dan keras kepala itu kadang menjengkelkan. Lebih baik dirinya menikmati makan daripada memikirkan hal-hal yang mengganggu pikirannya sejak pagi tadi.

"Semoga aja enggak benar," gumamnya.

*****

Nindia menggeliat, kesadaran sudah sepenuhnya terkumpul. Di sampingnya sudah tak ada siapa-siapa, sementara jam dinding telah menunjukkan pukul delapan pagi. Bergerak sedikit, bagian bawah tubuhnya terasa sakit. Di baru mengingat semalam jika malam pertama yang tertunda dua tahun lalu akhirnya terjadi.

Semalam, Nindia bisa melihat Erland yang berbeda. Pria itu memang sempat berhenti, tetapi terus melanjutkan hingga subuh tanpa tahu lelah. Sementara dirinya hanya bisa menerima kenikmatan itu dengan sesekali berteriak dan mencakar punggung suaminya. Ah ... jika mengingat lagi sungguh Nindia menjadi malu. Dia sempat memberikan gigitan pada beberapa bagian tubuh suaminya, karena permintaan Erland.

"Sudah bangun, Dia?" Suara Erland terdengar dari pintu. Pria itu muncul sembari membawa sarapan hasil masakannya. Dia juga sudah mandi dan berpakaian santai, celana hitam pendek dan juga kaus putih bergambar abstrak.

Muara RinduWhere stories live. Discover now