39 Pernikahan

3.9K 268 7
                                    

Happy Reading and be Happy
Silahkan vote dan memberikan komentar

Di ruang tamu sebuah apartemen minimalis, Intan mendudukkan tubuhnya di atas sofa. Dia masih canggung berada di tempat asing khususnya milik Rafa yang memintanya bertemu. Jika tidak merencanakan hal untuk Meta, dia juga tidak mau berada di tempat asing dengan sosok yang sangat dihindari.

Pria itu tertawa melihat raut keengganan dari wajah wanita yang disukai. Dia duduk di depan Intan, tanpa melepas pandangan dari wanita itu. "Aku tidak akan berbuat macam-macam jika itu yang kamu pikirkan, Intan."

"Siapa tahu aja otakmu itu ada menyimpan hal jahat." Intan mengedikkan bahu, berusaha bersikap santai walau dia sedikit takut.

"Apa aku selalu jahat di matamu? Apa setelah tahu ... jika aku pernah melakukan hal terlarang dengan Meta kamu semakin membenciku?" Suara Rafa berubah sendu, sedikit tersinggung jika kesalahan di masa lalu bersama Meta memberikan dampak buruk untuknya dan juga Intan.

Intan merasakan gumpalan keras di tenggorokan ketika mendengar itu. Hampir terhitung tiga bulanan, dia didekati Rafa. Selama di Jogja, Rafa bahkan selalu mengintilinya bahkan datang ke rumah berbincang dengan keluarganya dan menjadi akrab dalam waktu dekat. Dia akui kemampuan Rafa sangat hebat untuk mengakrabkan diri dengan orangtuanya.

"Apa tidak ada satu kesempatan untukku?"

Intan tersentak saat Rafa duduk bersimpuh di depannya. "Aku mencintai kamu, Intan."

"Kenapa harus aku?"

"Apa mencintaimu butuh alasan?"

Bungkam, Intan bergeming di depannya. Baru kali ini ada pria yang mengungkapkan perasaannya secara langsung bahkan datang ke rumahnya untuk bertemu keluarganya. Satu poin penting berhasil didapatkan Rafa, lalu poin penting lainnya mengenai perasaan Intan masih jadi tanya.

"A-aku tidak tahu." Intan menjawab netral. Dia meminta Rafa bangun dan duduk di sampingnya. Kini keduanya berhadapan, membiarkan jarak sejengkal menjadi pemisah.

"Kasih satu kesempatan untukku, mungkin dengan membantu menyelesaikan masalah keluarga istri kakakmu, aku bisa mendapatkan jawaban walaupun penolakan sekaligus."

"Mungkin seperti itu."

Rafa tersenyum tipis, melabuhkan usapan pada rambut Intan. "Aku sudah punya hal-hal penting untuk rencana kita, Intan. Apa kamu tidak mau pergi berbelanja untuk pesta pernikahan itu nanti?"

Intan mencibir. "Kita ke sana bukan sebagai tamu undangan! Kita hanya akan menjadi pihak untuk menghancurkan pernikahan wanita iblis itu!"

Tawa Rafa terdengar. "Kamu juga bencinya sama Meta?"

"Tentu saja. Dia perusak hubungan keluarga Mbak Nindia dan juga menjadi aktor di balik rem blong mobil Mbak Nindia sebelum kecelakaan itu!"

Ya, kecelakaan yang dialami Nindia saat itu juga didalangi Meta. Mobil wanita itu dirusak Meta dengan sengaja agar membuat Nindia celaka. Awalnya, dia mengajak Rafa untuk melakukannya, tetapi sosok pengusaha kuliner itu menolak mentah-mentah keinginan gila Meta. Salah satu hal yang bisa menjadi bukti untuk membalas perbuatannya iblis itu.

"Aku tahu, Intan." Rafa beranjak mengulurkan tangan ke depan Intan, membuat dokter itu tampak bingung. "Aku antar kamu pulang sekarang! Besok kita akan ke sana sesuai perintah kakakmu."

Meski enggan, Intan menerima uluran itu. Keduanya berjalan keluar beriringan dari apartemen, menuju rumah lama keluarga Intan. Wanita itu tidak paham apa yang terjadi dengan hatinya. Kenapa getaran asing selalu saja hadir ketika dirinya sedang bersama Rafa. Apa artinya dia mulai menyukai Rafa? Oh no! Jika iya, siap saja kembarannya akan mengejek dirinya karena menjilat ludahnya sendiri.

*****

Erland tahu jika di balik sikap Nindia yang berusaha bersikap tenang dengan pernikahan yang akan digelar Agung dan Meta, istrinya pasti masih menyimpan amarah yang besar untuk pengkhianat itu.

"Apa yang kamu pikirkan?" Nindia merasakan sentuhan pada pundak kanannya. Dia tidak menoleh, membiarkan Erland duduk di sampingnya. Kini mereka berdua di balkon kamar menikmati angin malam yang terasa lebih dingin dari biasanya.

"Aku enggak memikirkan apa-apa."

Merentangkan tangan, Erland membawa Nindia ke pelukan. "Kamu jangan kepikiran apa pun yang membuat stres nantinya. Ingat satu hal, ada janin yang saat ini kamu kandung."

"Kira-kira nanti anak kita cowok apa cewek, ya?"

"Apa pun yang dikasih Tuhan, entah dia cewek atau cowok mas akan tetap bersyukur, Dia." Erland mengecup pipi sang istri, mengelusnya lembut penuh kasih sayang.

"Memangnya mas mau punya anak berapa?" tanya Nindia penasaran.

"Tiga aja sudah termasuk Gianni, itu sudah cukup, Sayang."

Nindia mengangguk. "Aku udah enggak sabar dia lahir, rumah ini akan bertambah ramai."

"Untuk itu kamu harus menjaga kesehatan serta pikiran agar kandunganmu sehat-sehat sampai lahir."

"Tentu, Mas."

Erland menggendong Nindia membawanya berbaring ke ranjang. "Sekarang saatnya tidur, kamu harus bisa jaga kesehatan agar aku bisa memberikan izin untuk datang ke pesta pernikahan Papa dan Meta."

*****

Meta menatap pantulan dirinya di cermin, dengan wajah yang tak berhenti mengulas senyum. Tubuhnya telah berbalut kebaya serta wajahnya diubah dengan make up sesuai keinginannya yang tampak glamor.

Dia berada di kamarnya, menunggu saat di mana Agung akan mengucapkan sumpah pernikahan lalu dirinya keluar menghampiri sang mempelai pria.

Jika biasanya di setiap pernikahan akan ada keluarga yang menemani, maka Meta tidak termasuk. Untuk pernikahannya saja, Meta menghubungi keluarga jauhnya untuk menjadi wali agar pernikahan keduanya berjalan lancar.

Semenjak tinggal di Jakarta, dia telah memutuskan semua hubungan tali persaudaraan antara keluarganya. Di Jakarta dia hanya punya Nindia, sebelum keinginan memiliki Erland menjadi impian mutlak untuk menghancurkan Nindia.

"Sebentar lagi, iya sedikit lagi," gumam Meta bersemangat.

Sementara di luar, Agung sudah duduk di depan penghulu dan juga wali Meta yang katanya merupakan paman jauh wanita itu. Acara ijab kabul belum dimulai, lantaran masih menunggu saksi-saksi yang sudah dihubungi Agung.

Agung terdiam. Dia merasa hari ini kembali membawanya pada pernikahannya dengan Santi waktu itu. Namun, kali ini beda lantaran mempelainya adalah Meta sahabat putrinya dan juga selingkuhan Agung selama ini.

Mata pria tua itu berpendar, hotel yang digunakan untuk akad dan resepsi ini sesuai keinginan Meta. Semua tema pernikahan dan vendornya pun sesuai keinginan calon istrinya itu. Agung sudah siap matang-matang untuk menikahi Meta, menjadikannya istri dan melahirkan anak-anaknya kelak. Iya, dia juga ingin memiliki keturunan dari Meta sebagai penerus warisannya karena Nando sudah menolaknya.

"Bagaimana apa kita mulai saja?" Pertanyaan penghulu mengejutkan Agung yang tengah melamun. Dia berdeham, memperbaiki letak duduknya lalu menggeleng.

"Para saksinya sudah hadir semua, Pak. Apa lagi yang harus kita tunggu?"

"Mungkin ditambah lima belas menit lagi, Pak."

Sang penghulu tertawa kecil. "Ini ijab kabul kedua kalinya, kenapa Bapak masih kelihatan gugup?"

Agung hanya menanggapi dengan tawa kecil. Entah kenapa keyakinannya yang semalam setinggi gunung sudah mulai lebur. Pandangannya tiba-tiba mengarah ke arah pintu seolah sedang menunggu sesuatu, hingga langkah kaki yang berderap membuat semua pasang mata menoleh ke arah pintu masuk.

Muara RinduWhere stories live. Discover now