45. Wish I'd Be A Better Man.

508 22 4
                                    

***

Davina membuka matanya lebar-lebar melihat siapa yang berdiri di depan pintu, dengan wajah terkejut yang sangat jelas.

"Axel?!"

"Selamat malam," balas Axel tersenyum ringan.

Davina tak segera menjawab, ia maju melongokkan kepalanya melewati Axel, melihat ke kanan dan kiri. Memastikan tak ada orang lain yang melihat, atau bahkan Greg, karena ia yakin jika suaminya itu belum pergi jauh dari sana.

Axel hanya mengulum senyum melihat ekspresi panik di wajah Davina.

"Kau tidak mau membiarkan aku masuk?!" celetuknya.

Davina mengerjap gugup, mendelik kesal. Namun memang benar, jika Axel tak cepat-cepat masuk, dipastikan akan ada orang lain yang melihat dan itu bisa semakin membuat salah paham.

"Masuklah!" ujarnya ketus seraya bergeser memberi jalan.

Axel pun melangkah masuk, sedikit menunduk saat melewati Davina. Wanita itu tampak berpaling dan menahan nafas menghindari tatapan Axel padanya, lalu kembali menutup pintu secepatnya.

Axel meletakkan kantung kertas yang dibawanya di atas meja dapur, tanpa canggung mengambil alat makan dari lemari dapur. Davina memperhatikannya dengan penuh heran.

"Kau pasti belum makan, kubawakan sup krim ayam," kata Axel, "ada salad buah dingin dan stroberi saus cokelat juga," tambahnya seraya mengeluarkan isi kantung kertas satu lagi.

Davina hanya ternganga, terkejut dengan tingkah pria di hadapannya itu. Namun deretan makanan di atas meja itu tak urung membuat liurnya menitik.

"Kau paham sekali soal makanan untuk ibu hamil," komentar Davina terus terang, tak bisa menahan diri mengambil sebuah stroberi berlumuran cokelat. Axel mengulum senyum melihatnya.

"Mau makan?" tawarnya mengangkat mangkok berisi sup krim ayam yang masih hangat.

Davina sontak mengangguk riang.

Biarlah. Setidaknya saat ini ia membutuhkan perhatian seperti ini, walaupun dari orang lain. Dan air matanya menetes tanpa bisa ditahan saat menerima suapan pertama dari tangan Axel.

"Maaf," ucapnya memalingkan wajahnya, buru-buru menghapus air mata di pipinya.

Axel hanya menghela nafas, terdiam. Ia tak ingin memanfaatkan kesempatan terlalu jauh, ia hanya ingin memastikan jika Davina tidak merasa sendirian, setidaknya untuk saat seperti ini. Perasaannya bukan lagi berniat merebut wanita itu, tapi ...

"Biar aku makan sendiri," kata Davina, membuyarkan pikiran Axel.

"Kau yakin?" tanya Axel membiarkan Davina mengambil alih mangkuk sup dan sendoknya.

Davina tersenyum meyakinkan. Axel memperhatikannya, melihat Davina melakukan suapan pertama, memastikan jika ia tidak muntah kali ini.

Davina sendiri terlihat agak ragu-ragu, satu suapan masuk ke mulutnya. Namun sedetik kemudian matanya membelalak, dan sontak membekap mulutnya, berlari ke arah dapur.

Muntah.

Axel mendengus dengan wajah datar.
"Apa kubilang?!" gerutunya pelan, sembari beranjak berdiri. Berjalan menghampiri Davina yang tengah menunduk di bak cucian piring. Wanita itu buru-buru memutar kran air.

"Kau baik-baik saja?" tanya Axel mencondongkan tubuhnya, demi melihat wajah Davina.

Davina mengacungkan tangannya menghalangi pandangan Axel.
"Jangan lihat! Tolong ambilkan tisu kering!" halaunya.

Axel sekali lagi menarik nafas panjang, ia berbalik, menjangkau kotak tisu di atas meja dapur, dan memberikannya pada Davina.

"Terimakasih," kata Davina, ia kembali menegakkan tubuhnya, sambil mengeringkan mulutnya setelah membasuhnya.

Being Your MamaWhere stories live. Discover now