36. Hate.

293 13 0
                                    

***

Liberty mengusap air matanya dengan kasar. Ia terisak menangis di kursi belakang. Masih sempat dilihatnya ketika Greg berlari dari jauh memburunya, jika saja tak melihat Mori yang terkapar dan sulit untuk bangun, mungkin ayahnya itu akan mengejarnya.

Dia tak mungkin lepas begitu saja dari ayahnya, hanya saja Liberty membenci apa yang sudah dilakukan ayahnya itu. Perasaan kecewa yang merenggut semua kenangan indah bersama ibunya.

"Ada tujuan lain, Nona?" tanya sopir, sesekali melihat ke arah Liberty dari kaca spion.

Liberty menggeleng seraya terisak pelan, "Kita  pulang ke penthouse Tuan Brighton," jawabnya.

"Baik." sahut si sopir, yang kemudian langsung melajukan mobilnya di jalanan. Ia juga lega, karena Liberty tak bertindak macam-macam yang akan membuat Axel memarahinya.

Liberty menyandarkan kepalanya di kaca jendela. Pikirannya melayang pada Mori.

Semuanya yang sudah mereka lakukan, bagaimana perhatian dan cara memperlakukan dirinya, seolah hanya semu belaka. Mori mungkin tidak benar-benar mencintainya. Atau bahkan tidak pernah mencintainya.

***

Sore menjelang, Davina pulang sendiri dengan taksi. Seperti yang beberapa hari ini dia lakukan. Greg bahkan mungkin sudah lupa pada dirinya. Rasanya sakit mengetahui suami yang baru saja menjadi pasangan hidupmu mengabaikan dirimu begitu saja. Davina tahu jika Greg terlalu mengkhawatirkan Liberty, tapi apa dia juga menyalahkan dirinya untuk semua ini?

Davina baru saja masuk ketika melihat Greg dan Mori ada di ruang tamu, bersama Elena yang terlihat baru saja muncul dari arah dapur membawa kotak P3K. Mata Davina melebar begitu melihat wajah Mori yang mengalami lebam di beberapa titik.

"Apa yang terjadi?" tanya Davina seraya memburu ke ruang tamu.

Mereka menoleh, dan semakin jelas jika Mori juga meringis menahan sakit.

"Hanya luka kecil, Nyonya Smith," jawab Mori tersenyum kaku karena bibirnya terluka.

"Kami bertemu Liberty tadi," jawab Greg seraya bergeser memberi tempat untuk Elena yang akan mengobati luka Mori.

Davina membelalak, "Liberty?! Dimana dia? Bagaimana keadaannya? Kenapa kalian tak mengajaknya pulang?" cecarnya tersendat. Air matanya mulai meleleh membasahi pipinya.

Greg menghela nafas berat, "Dia bersama seseorang yang sepertinya menjaganya, Mori dihajarnya ketika aku baru saja sampai di sana." jawabnya lemah.

Davina tercengang dengan dahi berkerut dalam.

"Dia juga berubah ..." tambah Mori seraya menarik nafas sesak. Wajahnya terlihat sendu.

Davina terdiam. Dan entah kenapa bayangan gadis yang bersama dengan Axel tiba-tiba saja muncul di dalam pikirannya.

"Dimana kalian melihatnya?" tanya Davina.

"Di pusat perbelanjaan," jawab Greg, matanya menerawang setengah melamun, "aku semakin mengkhawatirkannya ..." hembusnya seraya mengusap wajahnya lalu tertunduk.

Davina menatap suaminya itu, tapi hanya sakit yang dirasakannya. Greg bahkan tak menanyakan dirinya sama sekali.

Dan Elena melihat itu.

"Apa kau sudah makan malam, Sayang? Aku bisa buatkan sesuatu untukmu," tanya Elena, matanya menatap iba pada wanita muda yang tampak terpukul di hadapannya.

Davina mengerjap seolah tersadar, ia menoleh sambil berusahalah tersenyum. Meski matanya tak bisa mengelak.

"Tak apa, Elena. Aku sudah makan tadi." jawab Davina, suaranya tercekat. Lalu tanpa bicara lagi, segera beranjak berdiri dan meninggalkan ruang tamu.

Being Your MamaNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ