BM -27-

4.2K 672 54
                                    

Suasana rumah masih terasa sepi dan kosong meskipun Jemian sudah pulang dari rumah sakit setelah tiga hari mendekam disana.

Galih hanya bisa mendesah melihat Jemian bukan seperti Jemian kecilnya. Anak itu lebih banyak diam.

Dulu Galih perlu mengeluh tentang kecerewetan putranya. Tapi sekarang Galih tak pernah berhenti berdoa agar mulut kecil itu kembali menggerutu seperti biasanya.

Melihat Jemian diam dan lesu benar-benar membuat energi Galih tersedot juga. Rasanya terlalu aneh.

"Iyan makan siang mau apa??"

Jemian mendongak menatapnya sekilas.

"Terserah Papa saja"

Lalu sudah, anak itu kembali fokus pada tayangan televisi. Memutar ulang film 'Sing' untuk ketiga kalinya sejauh ini.

Galih menghela nafas. Lagi.

Ternyata cukup sulit mengembalikan suasana hati putranya. Tentu saja.

"Oke tunggu sebentar ya"

Kemudian Galih melenggang menuju dapur. Membuka kulkas dan termenung tak mendapati bahan masakan yang biasanya memenuhi lemari pendingin itu.

Dia lalu ingat, Fani tidak mungkin bisa mengisinya lagi sekarang.

Galih tersenyum tipis dan menutup pintu kulkas, bergegas mengambil kunci mobil untuk pergi membeli isi kulkasnya.

"Iyan—"

Ting nong!

Suara bel rumah berbunyi menghentikan langkah Galih yang hendak berpamitan kepada Jemian.

Dia berdecak sedikit kesal tapi tetap memutar arah mendengar bel pintu yang ditekan dengan brutal.

"Sebentar ya Tuhan!"

Galih hampir saja menyemburkan amarahnya pada oknum kurang ajar ini.

"Om!! Iyan, ada??"

Tapi mendapati sosok sahabat putranya membuat senyum Galih terukir lebar.

"Ada!! Masuk ke dalam ya! Iyan lagi nonton tuh"

Kenapa Galih tidak pernah terpikirkan untuk meminta bantuan mereka ya??

Karena yang Galih tau, Jemian jauh lebih mendengar mereka dari pada dirinya. Mereka jauh lebih mengerti Jemian dari pada dirinya.

Galih menghela nafas lega. Putranya akan kembali. Jemian-nya akan kembali.

🦄🦄🦄

Suara bising Eja dan Felix yang tengah berebut stick konsol game tak membuat Jemian bergeming.

Dia hanya memandang lurus ke depan. Mengabaikan Eji yang mulai memainkan rambutnya. Mengepangnya sesuka hati.

Jemian masih terdiam saat Kath mulai datang dan memberikan satu mangkok besar spaghetti ala Kath ke hadapan mereka.

Eja dan Felix melempar sticknya, Eji bahkan melempar sisirnya entah kemana tapi Jemian masih termenung membuat Kath mengernyit.

Duduk di sebelah anak itu, tangan lentik Kath mulai merapikan rambut Jemian. Melepas hasil perbuatan Eji dan menyisirnya dengan rapi.

Tangannya bergerak mengusap pipi Jemian.

"Masalahnya besar sekali ya??" Katanya halus.

Jemian tersentak dan menggeleng. Membiarkan Kath memeluknya. Dia tersenyum balas memeluk sosok yang selalu mengaku sebagai ibunya itu. Menumpukan dagu di bahunya.

Bad Mad ✓Where stories live. Discover now