BM -2-

4.7K 769 152
                                    

Udara dingin berhembus pelan. Merayap di antara celah jendela yang terbuka. Menampar sosok yang berdiri menantang sang surya yang bahkan belum nampak hilalnya.

Agaknya lagi-lagi matahari kalah cepat bangun dari sosok Mahendra.  Dengan senyum terpatri dia menatap langit yang mulai menguning, tanda fajar mulai terbit.

Mahen menepuk punggungnya yang terasa kebas akibat tidur menggelepar di lantai hanya dengan sebuah bantal juga karpet sebagai alas.

Dia menarik nafas pelan sebelum bergerak ke kiri-kanan membuat bunyi gemeretuk dari tulang-tulangnya terdengar. Sungguh nikmat.

Dia kemudian menutup perlahan jendela yang dia buka lalu berbalik menatap pada dua sosok lain dalam ruangan ini. Tidur bersama dalam satu kasur besar.

Mahen tersenyum kecil merasa lucu melihat keduanya yang begitu kontras. Jemian yang tubuhnya tertutup hampir seluruhnya dan Jani yang bajunya nyaris terbuka. Ckck.

Semalam dia masih ingat kedua anak itu tiba-tiba membuat permainan konyol dengan taruhan yang menang boleh tidur di kasur.

Jemian, sang pemilik kamar agaknya cepat terpancing emosi sehingga mengiyakan tanpa tau betapa hebatnya Jani dalam hal taruh-taruhan.

Akhirnya seperti yang sudah diduga Jemian kalah. Tetapi Jemian sepertinya tak tau arti mengalah hingga tidak terima dan tetap naik ke kasur meski Jani sudah berteriak menyuruhnya turun.

Mahen ingat dia sampai tercengang mendengar balasan Jemian saat itu.

"Lah orang kamar gue. Lu kalau mau gue usir sekarang juga bisa. Mau ngemper lu??"

Setelahnya Jani dan Jemian betulan tidur di atas kasur besar itu. Meninggalkan Mahen yang dengan pasrah tidur di lantai sendirian.

Sebenarnya di kamar itu juga ada sofa panjang. Tetapi meskipun panjang, sofa itu ternyata tidak cukup menampung tubuh Mahen.

Jadi dari pada bersusah payah menekuk diri Mahen memutuskan untuk tidur saja di lantai.

"Jan"

Dia mendekat mengguncang tubuh adiknya saat matahari akhirnya tampak dari timur. Tangannya mengusap pelan kepala adiknya.

"Udah pagi" bisiknya.

Melihat Jani menggeliat dan malah berbalik membelakanginya membuat Mahen menghela nafas panjang.

Pandangannya beralih pada Jemian yang tampak tenang. Mahen rasanya sungkan untuk membangunkan anak itu.

Tok tok!

Suara ketukan pintu membuat Mahen buru-buru melangkah untuk membukanya. Sedikit terkejut mendapati sosok Papa Jemian di ambang pintu dengan senyum yang lebar.

"Mahen udah bangun??"

Mahen mengangguk membukakan pintu lebih lebar untuk sosok pemilik rumah.

"Iya, tapi mereka belum"

Papa Jemian tertawa kemudian masuk dan melempar diri tepat di sebelah putranya. Total abai pada Mahen yang masih berdiri kikuk.

"Iyan bangun dicariin Felix" katanya sambil menguyal pipi Jemian yang masih menempel dengan bantal.

Bukannya bangun sosok Jemian malah semakin mendekat dan melingkar tangan pada tubuh besar Papanya.

"Bilang aja Iyan masih tidur" suaranya parau.

"Tapi kan sekarang udah bangun"

Tangan Papa bergerak mengusap kepala Jaemin dengan lembut.

"Bangun yuk!! Itu Mahen aja udah bangun. Masak anak Papa kalah"

Bad Mad ✓Where stories live. Discover now