BM -23-

4.4K 722 94
                                    

Pagi menjelang begitu cepat rasanya. Jemian bahkan tidak bisa benar-benar tertidur lelap tadi malam.

Selepas Mahen pergi dirinya malah kehilangan rasa kantuk lalu tiba-tiba tubuhnya yang manja itu mulai berulah.

Sakit pada punggungnya yang beberapa hari sering dirasakan semakin menjadi pagi ini. Jemian bahkan hanya bisa mengerjap menatap langit-langit kamarnya. Tak punya tenaga sebanyak itu untuk bangkit duduk sendiri.

Keringat sudah membasahi tubuh kurus miliknya. Rasa-rasanya Jemian sudah bermandikan keringat padahal jelas-jelas tadi malam dia merasa kedinginan.

"Shhh"

Lagi-lagi Jemian meringis saat rasa nyerinya terasa menusuk. Dia memejamkan matanya.

"Mama s-sakit" bibirnya bergetar pelan.

"Papa shhh"

"Sakit"

Sudut mata Jemian terasa panas hingga rasanya mengeluarkan air asin. Jemian tidak suka rasa sakit ini.

Cklek!

"Cil, udah bangun??"

Suara pintu terbuka membuat Jemian melirik lewat sudut matanya. Papa datang membangunkannya seperti biasanya.

Jemian mendesah lelah. Tangannya dia angkat pelan membuat Papa lantas buru-buru meraihnya.

"Kenapa??"

Tangannya terasa diremas karena Papa terlalu erat saat menggenggamnya.

"Ada yang sakit?? Punggungnya sakit lagi??"

Jemian mengangguk pelan membuat Papa lantas meraihnya hati-hati. Memeluk Jemian dan mulai mengusap punggung anak itu.

"Sakit sekali??"

Jemian menggeleng pelan.

"Nyeri dikit. Nyut nyut. Rasanya kayak ada yang ngerayap di tulang-tulangku Pa. Aneh banget"

Papa terdiam tangannya masih sibuk mengusap lembut punggung Jemian.

"Kita ke rumah sakit aja ya?? Nanti suratnya Papa buatkan titip di Jani"

Lagi. Jemian menggeleng.

"Mau ada ulangan"

"Gak bisa susulan aja cil??"

"Bisa tapi aku gak mau"

Papa mendesah mengerti betul betapa kerasnya Jemian. Seperti dirinya.

"Tapi yakin bisa ke sekolah??"

"Bisa"

Papa mendesah sekali lagi sebelum mengeratkan pelukannya pada putranya. Menepuk pelan punggung rapuh itu dan mengecup berkali-kali sisi wajah anak itu yang tersembunyi pada caruk lehernya.

"Oke. Nanti pulangnya aja kita ke rumah sakit ya?? Kita check"

Kali ini Jemian mengangguk. Merasa tidak punya alasan untuk menolak lagi.

🦄🦄🦄

Jani bersiul pelan menuruti anak tangga  dengan tangan membawa sebuah paperbag sedang.

Suasana hatinya sedang baik karena sudah mengalahkan Jemian semalam. Tidurnya nyenyak sekali melihat anak itu merengut dengan wajah penuh cat.

Rasanya keberuntungan Jani selama setahun sudah dipakai tadi malam.

Saat telah sampai di ruang makan dia hanya menemukan bunda dan Mahen saja disana. Membuatnya lantas memutar langkah cepat dan kembali menaiki tangga.

"Iyan??"

Bad Mad ✓Where stories live. Discover now