BM -11-

3.9K 681 54
                                    

Jemian menumpukan kepalanya di atas meja. Bel masuk sudah berbunyi tapi guru yang bertugas mengajar belum juga masuk.

Pikiran anak itu berkelana. Memikirkan Papa yang tampak tak baik pagi ini.

Semalam Jemian menginap di kamar Papa untuk menemani sosok yang lebih tua. Ringisan terdengar terus-menerus membuat Jemian tidak bisa tertidur tenang.

Namun saat ditanya Papa mengatakan dia baik-baik saja. Jemian kesal sekali.

Tadi pagi niatnya Jemian tidak mau berangkat ke sekolah tapi Papa juga yang memaksanya. Jadilah Jemian hanya bisa menggerutu sendiri di bangkunya.

"Jeman"

Jemian menoleh.

"Jemian, Haekal. Manggilnya yang bener!!"

"Hehe"

Jemian semakin merengut.

Setelah banyak hari terlewati dua chairmate itu memang semakin dekat. Tau-tau Haekal sudah berani menggoda Jemian secara terang-terangan.

Menurutnya ekspresi Jemian saat digoda itu lucu sekali. Pantas Jani suka melakukannya.

Tapi jelas Jemian tidak suka. Apalagi jika Haekal mulai memanggilnya dengan sebutan aneh yang bukan namanya.

"Kenapa??" Katanya acuh sambil membolak-balik bukunya dengan tak semangat.

"Lo kenapa deh?? Tipes??"

Jemian mendelik.

"Enggak"

"Tapi lemes banget" kata Haekal sambil menumpu kepalanya dengan tangan menghadap Jemian.

"Gak apa-apa"

Haekal menghela nafas sebelum mengangguk dan memilih mengabaikan Jemian. Mengajak Rendi berdiskusi tentang jenis jaringan pada tumbuhan.

"Menurut lu jaringan pengangkut ada gak di bawang kan gak punya batang??"

"Pertanyaan gak berbobot. Setiap tumbuhan yang punya floem sama xilem pasti ada jaringan pengangkutnya"

"Tapi kan bawang gak punya"

"Hah?? Lah iya ya"

Jemian makin pusing. Dia menghela nafas menumpukan kepalanya dan menghadap ke arah jendela. Memperhatikan lapangan basket yang digunakan kelas lain untuk berolahraga.

Hhhh Jemian ingin pulang.

🦄🦄🦄

Selama hampir satu bulan mengenal Jemian ada kalanya Jani terkejut dengan perubahan suasana hati anak itu.

Kadang kala ceria dan penuh tawa seolah energinya meledak-ledak. Tapi tak jarang Jani menemukan Jemian terdiam dan lebih banyak melamun seolah energinya hanya tinggal sisa-sisa saja.

Sejujurnya Jani tidak menyukai sifat Jemian yang meledak-ledak dan membuatnya kesulitan sendiri. Namun menghadapi Jemian yang tanpa energi kehidupan jauh lebih menyebalkan.

Melihat anak itu lemas dan hanya tersenyum tipis menanggapi setiap lelucon yang Haekal dan Rendi lontarkan benar-benar mengganggunya.

"Lo sih Ren kemarin gue bilang ikut aja. Lumayan bisa ke Malang"

"Males ah gue sering ke Bromo"

"Beda malih!"

Setiap obrolan Haekal dan Rendi tak benar-benar Jani simak. Dia mendengus dan mengacak rambutnya. Entah kenapa kesal sendiri.

Dia berdiri membuat Haekal dan Rendi mendongak. Tiba-tiba berjalan ke arah Jemian dan mengangkat dagu anak itu.

"Lo manusia paling nyebelin yang pernah gue kenal, Lo tau gak??" Katanya.

Bad Mad ✓Where stories live. Discover now