BM -3-

4.4K 754 114
                                    

Tidak seperti janjinya pada Papa untuk tidak pulang terlalu sore, Jemian pulang saat makan malam sudah usai. Dengan senyum lebar juga wajah bodoh tanpa dosa.

"Selamat malam, Pak. Dengan bapak Galih betul??"

Papa yang melihatnya hanya bisa berdecak dan menyentil keningnya.

"Kenapa baru pulang?? Katanya pulang sore!"

"Maaf bapak sebelumnya biar saya jelaskan kronologinya terlebih dahulu"

Jemian berdehem.

"Jadi begini bapak, saya sebenarnya hendak datang sesuai dengan jadwal yang telah kita sepakati bersama. Tetapi ada kendala di luar dugaan saya. Penyebabnya adalah saya ditahan oleh kedua orang tua saudara Hareza dan saudari Elzie bapak"

"Seperti yang kita ketahui bersama tidak baik menolak permintaan orang tua. Sekali lagi maafkan saya bapak"

"Ahhh iya Iya! kamu ini"

Papa mengibaskan tangannya membuat sosok Jemian tersenyum manis dengan badan mengangguk sopan.

"Terima kasih bapak atas pengertiannya"

"Isshhhhhh"

Papa geram hingga memberikan cubitan maut di kedua pipi Jemian sebagai hukuman.

"Dasar jelek" katanya tapi tak lama tangannya melingkar di bahu putranya, beriringan masuk ke dalam rumah.

"Makan gih sana, cil"

Jemian menggeleng.

"Gak mau ah tadi udah dibeliin Maminya Eja ayam se-ember"

Sekali lagi sebuah sentilan melayang pada dahinya yang mulus.

"Bagus ya makannya junk food terus kamu, gak inget apa dulu—"

"Iya Bapak, sekali lagi maafkan saya" katanya memotong cepat, tak benar-benar serius meminta maaf.

"Ish"

Mengabaikan Papa yang mungkin masih ingin melanjutkan marahnya, Jemian melepas rangkulan itu dan berjalan ke dalam rumah.

Dia berkedip saat menemukan ruang keluarga yang berantakan dengan kardus dan karton dimana-mana.

"Abis mulung dimana nih??" Katanya pada Jani yang duduk meleper di lantai sambil menggunting kartonnya.

"Diem. Gue lagi sibuk"

"Dih"

Jemian berengut. Kemudian meraih salah satu kertas di lantai.

"Wih ternyata kita satu SMA—

Jemian terdiam.

—njir"

Matanya melotot.

"Papa!!"

Papa datang berkacak pinggang ke hadapan Jemian.

"Apa??"

"Iyan MOS besok!!"

"Terus??"

Papa menaikkan alisnya menunggu kalimat Jemian rampung. Tapi bukannya melanjutkan Jemian hanya menyengir dengan jari tangan terpilin.

"Hehe"

Papa menggaruk kepalanya yang terasa gatal tiba-tiba saat melihat cengiran polos putranya.

"Astaga, Iyan"

🦄🦄🦄

Mahen tidak pernah menduga dalam hidupnya dia akan melihat bunda kelimpungan.

Bad Mad ✓Where stories live. Discover now