25. 𝓓𝓾𝓪 𝓖𝓪𝓻𝓲𝓼

7.7K 337 9
                                    

Aster kini lebih dekat dengan Sisil, seolah-olah Aster tengah mengobati segala kekecewaan istrinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aster kini lebih dekat dengan Sisil, seolah-olah Aster tengah mengobati segala kekecewaan istrinya. Aster sadar bahwa dirinya telah melukai hati Sisil secara tidak langsung. Namun, hubungan mereka malah semakin lengket seiring berjalannya waktu.

Hal baru bagi Sisil ketika Aster menanyakan waktu pulang kerja. Aster berniat mengajaknya pulang bersama. Kebetulan sekali jadwal Aster akhir-akhir ini tidak terlalu padat karena banyak dokter baru yang bergabung di rumah sakit.

Sisil sudah berdiri di depan kafe, menunggu Aster menjemputnya dari rumah sakit dan sekalian pulang. Sebelumnya, Aster sudah mengirimkan pesan untuk menunggu sebentar. Dan benar saja, tak perlu menunggu sampai 15 menit, mobil pajero sport hitam keluar dari gerbang rumah sakit.

Seringkali Aster menggonta-ganti mobilnya dengan koleksi kendaraan yang disimpan di basemant khusus keluarganya, namun setelah menikah Aster seakan abai akan hal itu. Ketika ditanya alasannya oleh Darren, Aster hanya bilang terlalu malas untuk pergi ke rumah orang tuanya hanya untuk mengganti mobil.

Sampailah mobil itu di depan Sisil. Aster turun dari mobil, menyela Sisil yang hendak membuka pintu. Alhasil, pintu mobil terbuka oleh Aster. Meskipun wajah Aster terlihat kelelahan, ia tetap memberikan lengkungan manis di bibirnya untuk sang istri. "Silahkan masuk, Tuan putri."

Sisil hanya tersenyum salah tingkah mendengar Aster dengan panggilan yang baru lagi. Setelah Nyonya Aster, Nona, Sayang, Istri tercinta, sekarang terbitlah Tuan putri.

Setelah Sisil duduk manis di kursi depan, Aster menarik sabuk pengaman dan memasangkannya untuk Sisil. Tak lupa Aster menyempatkan diri untuk mengecup kening Sisil. Seakan tak memperdulikan reaksi Sisil, Aster menutup pintu mobil dan masuk lewat pintu kemudi.

Sedangkan Sisil sudah mengulum bibir untuk menahan rasa salah tingkah dan rasa hangat di pipinya yang mulai memerah. Meskipun Aster berkali-kali memperlakukannya seperti itu, tak membuat Sisil menjadi terbiasa, tetap saja hati Sisil menari-nari heboh dalam dadanya.

"Ada yang mau kamu beli dulu sebelum pulang, Sil?" tanya Aster tanpa melirik Sisil dan hanya fokus menyetir.

"Eummm... Gak ada kayaknya." Sisil menggeleng pelan.

Sisil tak henti-hentinya melihat tangan kekar Aster yang bergerak di atas stang mobil. Lengan kemejanya terlipat sampai bawah siku, sehingga urat-urat di tangan dan lengannya tampak jelas terlihat. Sisil baru sadar, tangan itulah yang seringkali menggenggamnya.

"Coba dipikir-pikir lagi, Sil. Biar kita gak bolak-balik."

Sisil mengerjapkan matanya. Lalu, melirik wajah Aster dari samping. "Beneran gak ada, Pak Suami."

"Yaudah kalo gitu, kita langsung pulang aja ya?" putus Aster.

Sisil mengangguk meskipun Aster tak melihatnya. Suasana mereka hanya diisi dengan keheningan selama perjalanan pulang. Karena mungkin mereka sama-sama kehabisan energi. Kebetulan jarak rumah sakit ke rumah tak terlalu jauh dan memakan waktu lama.

Wife For AsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang