02 Papa

1.3K 58 2
                                    

💚Happy Reading💚

Ceklek.....

Saat mereka ber-5 sedang asik bencanda di ruang tengah, tiba-tiba pintu utama mansion itu di buka. Mengalihkan seluruh atensi mereka pada seseorang yang sedang berdiri di depan pintu lengkap dengan satelan kantornya. Tampaknya orang itu baru pulang usai bekerja.

Orang yang ditatap pun bingung, tiba-tiba dengan kaki kecilnya Via berlari dari ruang tengah menuju ke lelaki yang sedang berdiri di depan pintu, sambil tersenyum melihat putri kecilnya berlari menghampirinya.

"PAPAA....." Teriak Via, sambil berlari menghampiri, sang Papa.

Pratama Radmilo Adinata, panggil saja Papa Tama. Tama saat ini sudah memiliki banyak perusahaan yang ia bangun dengan kerja keras sendiri. "Adinata Corp",adalah perusahaan yang ia bangun sendiri, karna itu adalah impiannya sejak kecil, walaupun ayah Tama memiliki perusahaan besar. Tetapi Tama bertekad akan membangun perusahaannya sendiri, dan hal ini terbukti dengan betapa suksesnya ia sekarang.

Saat jarak Via dan Tama sudah dekat, Via merentangkan tangannya sambil tersenyum manis pada sang Papa. Via menubrukkan dirinya memeluk perut sang Papa. Sadangkan Tama, tersenyum lembut, kemudian menggendong putrinya ke gendongan koalanya.

Lalu Rani menghampiri suaminya, kemudian mecium punggung tangan suaminya. "Mas, udah pulang?" Tanya Rani.

"Belom, mas yang disini cuma hantu" Jawab asal Tama pada istrinya, sambil berjalan ke arah sofa, yang diisi oleh salah satu dari keponakan, dan anaknya.

Sedangkan Rani malah geleng-gepeng kepala, malihat tingkah suaminya. Rani bersyukur sifat suaminya yang dulunya sangat dingin, menjadi 'sedikit' mencair jika bersama keluarganya. Ingat hanya 'sedikit'. Dan ditambah dengan kelahiran si bungsu yang sangat ceria, menambah suasana hangat di mansion ini.

Rani pun mengikuti langkah suaminya menuju ruang tengah.

"Ish...Papa kok ngomong gitu, berarti yang gendong adek hantu ya?" Tanya Via, saat sebelumnya memukul pelan mulut Papanya.

"Aduh, sayang mulut Papa jangan dipukul" Jawab Tama pada Via setelah duduk di salah satu sofa. Rani pun ikut duduk di sebelah suaminya.

"Hehehe....maaf Papa" Ucap Via, sambil terkekeh kecil.

"Iya sayang, Papa maafin tapi jangan kayak gitu lagi ya, mulut Papa sakit kena pukul adek"

Tama memang agak 'sedikit' melebih-lebihkan kata-katanya, padahal pukulan Via tadi tak terasa sakit sedikitpun.

Via mengangguk kan kepalanya lucu. "Iya, Papa adek gak ulangin lagi kok, tapi Papa mandi sana adek udah mandi, gak mau deket-deket sama Papa dulu" Ucap Via sambil mengibaskan tangan kecilnya menyuruh Tama untuk pergi.

Tama mencium pipi cubby anaknya gemas. "Iyaa, anak Papa udah mandi, udah harum, tapi gimana cara Papa mandi kalo kamu duduk di pangkuan Papa sayang?" Tanya Tama gemas pada Via.

"Oh iya ya, adek lupa hehehe..." Ucap Via sambil tertawa kecil.

Lalu ia bangkit kemudian menuju kearah Nathan, kemudian Via merentangkan tangannya, Nathan yang mengerti pun mengangkat Via, lalu mendudukkannya di pangkuannya.

"Nih, adek udah pindah, sekarang Papa mandi. Adek mau beli coklat sama abang Athan" Ucap Via, begitu mengingat ucapan Nathan tadi yang akan membelikannya coklat.

"Lho, kok beli coklat? Kan di kukas masih sisa satu coklatnya punya bang Raka, punya abangmu aja makan" Ucap Tama pada Via yang sedang duduk di pangkuan Nathan, anak pertamanya dengan Rani.

"Itu pa, tadi Ian makan coklatnya adek sampe habis, makanya tadi adek nangis karna sisa coklatnya dihabisin sama Ian" Ucap Devan menjelaskan.

Tama yang mendengar itu pun hanya menggelengkan kepalanya, terlampau biasa dengan kelakuan anak ke-4 nya itu.

"Mas, aku lupa, kamu mau minum apa? Biar aku buatin" Ucap Rani pada suaminya.

"Gak usah sayang, aku mau langsung mandi aja udah mau malam juga" Jawab Tama sembari berdiri dari duduknya.

"Iya, papa mandi aja, nanti pas papa selesai mandi adek kasi coklat" Ucapan itu terlontar begitu saja dari mulut kecil Via, saat ia menirukan bagaimana cara keluarganya membujuknya dengan menggunakan coklat.

"Yaudah, papa mandi dulu ya"

"Iya, pa / mas" Ucap mereka serempak, lalu Tama pun menuju lift yang akan ia gunakan untuk menuju kamarnya dengan Rani.

"Abang, kita beli coklat sekarang yuk, soalnya abang kan udah janji mau beliin adek coklat"

Nathan yang melihat adiknya begitu antusias pun menjawab "Abang gak pernah janji sama adek buat beli coklatnya sekarang"

"Tuh denger dek, bang Nathan gak mau beliin kamu coklat" Tiba-tiba saja Ian malah ikut pembicaraan Via dengan Nathan, yang malah membuat Via kesal dengan tingkah kakaknya itu.

"Kamu diem aja deh, gak mau abang suntik kan?" Ancam Devan pada Ian, sambil tersenyum. Tapi bagi Ian senyum itu adalah sebuah ancaman. Ian yang melihat tanda bahaya pun langsung berpindah posisi dari di samping Devan ke samping Rani.

"Hoitt, santai dong bang, aku bercanda aja tadi, kalem bang kalem"

Sedangkan Devan sedah berdecak kesal dengan tingkah adiknya itu, Devan saja sudah pusing karna tingkah Ian, dan juga bagaimana jika Ian bergabung dengan adiknya yang lain, yang sama jahilnya dengan Ian. Membayangkannya saja sudah membuat kepala Devan pusing, dan itu terjadi hampir setiap hari.

Untung saja hari ini adiknya sedang tidak ada di rumah, karna saat ini dia sedang berada di rumah temannya. Setidaknya mansion ini bisa sedikit tenang jika mereka tidak bersatu, Areka namanya. Tapi mansion ini jadi sedikit sepi karna tidak ada Areka. Tapi ya....Devan bersyukur, hari-hari seperti ini yang ia tunggu, dengan tidak bersatunya Areka dan Ian, ia merasa dunianya lebih tenang, walau sebentar lagi akan kembali seperti semula, yaitu rusuh, dan ribut dimana-mana.

.
.
.
.
.
T
B
C

Segini dulu yaa,
Jangan lupa vote dan comment nyaa💚
Dan jangan lupa jaga kesehatan...
Salam dari akuu💚

Little SisterWhere stories live. Discover now