HIRAETH 22 : Arwah-arwah

15 3 0
                                    

Pedang mereka bertemu di tengah lapangan, menimbulkan suara berdentang yang memilukan telinga. Altair menangkis, Jace menghindar dan meletakkan tumpuan di kaki kirinya. Pedangnya memutar, membuat pegangan pada pedang Altair mengendur.

Altair melayangkan tendangan, yang dihindari Jace dengan cekatan sembari menghunuskan pedang. Altair menangkis itu, mendorong badannya ke depan. Mereka saling menangkis untuk waktu yang lama. Bunyi dentang pedang memenuhi lapangan,  saling bersahut-sahutan dan membuat para siswa semakin menahan napas.

Anak dari Dewa Tertinggi sedang bertarung. Lalu, keduanya tidak berhubungan baik. Apa yang lebih menarik dari hal ini?

"Ugh." Altair berhasil menekan Jace. Cowok itu terus bergerak maju, dan tumpuannya terlalu kuat untuk digoyahkan Jace sendiri. Alhasil, Jace selalu mundur sembari menangkis serangan-serangan Altair. Itu terlalu cepat, dia tak bisa menyamainya sama sekali. Padahal dia juga gesit, tapi masih kalah dengan si putra Zeus.

Satu ketika, Altair menendang betis Jace. Cowok itu tertunduk, mengerang tertahan. Altair menodongkan pedang di lehernya, nyaris bersentuhan sampai Jace merasakan bilah dinginnya. Bilah yang mengancam akan mengalahkannya. Mereka bertatapan, si cowok bermata merah memelototi si cowok bermata biru. Mereka memiliki rambut berkebalikan, dan Altair tampak sangat bercahaya. Seperti namanya, yang diambil dari nama bintang paling terang.

"Kenapa, Harrison? Sudah tak bisa bangun lagi?" Seringai terbit di muka Altair. Jace mencengkeram pedang erat-erat, matanya dengan cepat berusaha menemukan celah.

Altair memiliki level jauh darinya. Ia sudah dilatih bertahun-tahun, berbeda dengan Jace. Namun, tak menutup kemungkinan jika Jace dapat memenangkan pertarungan.

"Katakan saja. Kau bisa mendapat penanganan lebih cepat ketimbang terus bertahan." Altair mengejeknya, menyuruhnya untuk mengalah saja.

Jace menyeringai, membuat Altair tertegun sejenak. "Maaf, tapi aku tak berniat mendapat penanganan lebih cepat." Jace bangun, berkelit di antara pedang kemudian memukul Altair menggunakan sikunya. Tepat di dagu.

Si cowok mengerang, dan Jace langsung menghunus pedangnya. Altair dapat menahannya di detik-detik terakhir, membuat mereka beradu kekuatan yang berpusat pada pedang. Altair menarik pedangnya, menebas secara horizontal. Jace menunduk sebelum pedang itu mengenai dadanya, sekaligus melayangkan tinju pada rusuk Altair.

"Akh!"

Itu mempan, tampaknya rusuk si putra Zeus telah retak. Namun, Altair tak mengindahkannya. Ia melemparkan tinju, menyasar pada rahang Jace. Si putra Hades menahan tinju di udara, memelentir tangan Altair sedemikian rupa sampai mendengar retak tulangnya.

Altair mengayunkan pedang, Jace terburu-buru menghindar, tapi pakaiannya robek dan dadanya berdarah. Jace menghembuskan napas lega, pedang Altair tak menebasnya begitu dalam.

"Berengsek!" Altair mengamuk, wajahnya memerah seperti dicemplungkan ke kuali panas Hephaestus. Pedang di sisi badannya ternoda darah, tapi bilahnya mengeluarkan petir kecil yang berkilat-kilat. Lengan kiri Altair bengkok ke arah yang salah, hasil ulah Jace.

Suara Altair berubah menjadi desisan. Mata birunya menjadi lebih terang. "Kau harus membayarnya!" Pedangnya terhunus, kini diselimuti petir kebiruan besar yang sangat mengancam. Petir-petir itu seolah berteriak pada Jace, menyuruhnya untuk menyerah atau dia bakal gosong. Api atau petir biru lebih kuat dibanding oranye, jadi dampaknya jelas sangat besar. Jace takkan sembuh hanya dengan beberapa hari, melainkan hitungan minggu.

Altair melesat, pedang petirnya semakin terang dan membesar. Jace menggigit bibir, tak tahu harus berbuat bagaimana. Melihat kematian bukanlah hal yang dapat membantunya sekarang. Jace berteriak secara internal, mengacungkan pedang seolah dirinya tidak ketakutan. Padahal pikirannya sangat kacau dan ruwet seperti kaset rusak, tak dapat memikirkan solusi apapun selain kabur terbirit-birit. Namun, itu akan merusak reputasi dan harga dirinya.

Mythology Universe (1) : HIRAETHWhere stories live. Discover now