HIRAETH 14 : Surat

26 14 2
                                    

Jace menghabiskan waktunya di perpustakaan istana. Hari itu, perpustakaan hanya diisi oleh beberapa orang, kesemuanya tak terlalu memperhatikan Jace karena tahu bakal ribut. Sementara di situ jelas dilarang ribut, kalau tak mau dikeluarkan robot pengawas. Jace mengambil sembarang buku di rak Dewa-Dewi Pendukung, kemudian mencari tempat di pojokan. Di mana dirinya bisa nyaman, tanpa perlu khawatir diketahui orang lain, dan menikmati semilir angin dari jendela belakangnya.

Bangku berkaki tiga itu berkeriut kala dia menariknya. Jace membuka setengah jendela, lantas duduk di bangkunya. Buku setebal empat ratus halaman itu membahas tentang Dewa-Dewi di Planet Amaravati. Jace sudah mengenal Indra, Krisna, Shiwa, Ganesha, dan Wisnu.

Di halaman pertama, itu membahas tentang Aswin. Si dewa kembar yang memberikan berkah pada Madri dan memberikan anak kembar pula, yaitu Nakula dan Sadewa. Jace membacanya dengan tekun, menikmati desiran angin di belakangnya yang terasa syahdu. Mencium aroma khas buku yang sangat disukainya belakangan ini. Lantai marmer membuat pantulan dirinya saat lepas dari atasan karpet bulu.

Jace suka mendatangi perpustakaan ini selama di istana. Tempat yang cocok untuk berdiam diri dan menenangkan pikiran dari segala keributan. Kepalanya selalu pusing kalau berada di tempat yang terlalu ramai.

Kalau dipikir-pikir, dia tak pernah menonton film lagi. Dia selalu menenggelamkan diri dalam latihan dan buku –– dalam sekejap, dirinya tak menyangka akan menyukai buku sedemikian rupa –– dan sampai lupa film. Dia pun tak meminta Eternallife menyarankan film-film terbaik di planet ini.

Dia harus menyerap informasi, ilmu pengetahuan, dan lain-lain dengan cepat untuk menghindari kecurigaan publik bahwa dirinya berasal planet nun jauh di sana. Planet yang bahkan namanya tak ada di luar tata surya Eternallife.

Jace berkedip secara manual, memandang bagian tengah di penjelasan Aswin, saat si dewa kembar menyetujui permintaan Cyavana dan menjadikannya kembali muda. Sebagai balasannya, Cyavana memberikan mereka penjelasan bahwa mereka tak lengkap karena tak meminum soma. Sebuah ilustrasi ditempatkan di buku itu, menampilkan Cyavana yang awalnya tua kini menjadi muda. Dewa kembar digambarkan dengan tampan, menonjolkan sifat mereka yang ramah dan suka menolong.

Jace mengetuk meja, seketika proyeksi muncul. Sistem Eternallife menyambutnya.

"Bisakah kau memberitahuku tentang Bumi?"

Eternallife seketika menjawab seperti biasa. "Tidak ada planet bernama Bumi di alam semesta ini. Berhentilah menanyakan hal yang sama, tanyakan hal-hal yang lebih berguna."

"Kau tak kasihan aku terjebak di sini? Ini bukan duniaku, dungu!"

"Maaf, aku tak bisa membantumu. Itu adalah hal di luar pengetahuanku."

Jace mengumpat tertahan, jika Eternallife saja tak mengetahui itu, maka dia tak memiliki tempat bertanya lagi. Eternallife adalah sumber informasi terbesar, data di dalamnya sangat lengkap. Tidak ada yang meragukan keakuratannya. Jadi, Jace semakin kehilangan langkah.

Tangannya terkepal, memelototi gambar Aswin yang nyengir padanya. Eternallife berdenting pelan untuk menarik perhatiannya, di papanya ada sebaris tulisan berkedip-kedip.

"Kau bisa membuat hidup yang lebih baik di sini. Ada orang-orang yang menerimamu, ada orang-orang yang menganggapmu teman. Mereka sama sekali tak menganggapmu aneh, bahkan putra-putri Odin menerimamu. Hanya saja, mereka sangat penasaran sampai terkesan mengerikan. Mereka semua takkan mengusirmu. Mereka semua menerima keberadaanmu."

"Tidak semudah itu, kau tak tahu rasanya rindu. Kau tak paham perasaan kasih sayang."

Butuh semenit bagi Eternallife untuk menjawab. "Itu benar. Aku tak memiliki perasaan, meskipun aku diprogram untuk mengetahui perasaan setiap manusia, demigod, dan dewa. Aku menjadi sandaran mereka, tapi aku sendiri tak pernah memiliki sandaran. Itu karena aku bukan makhluk hidup, dan aku tak berhak mendapat hal-hal seperti itu."

Mythology Universe (1) : HIRAETHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang