HIRAETH 13 : Stefan

34 19 1
                                    

"Kau sudah bisa mendapatkan pedang, Jace Harrison. Mengingat kau sudah menguasai sebagian besar teknik, jadi seharusnya tak apa memegang pedang sungguhan sekarang."

Odin, yang duduk di singgasananya bersama dua serigala, yaitu Geri dan Freki, berbicara pada Jace sembari menandatangi berkas digital. Dua serigala itu lesehan di lantai, menatap Jace dengan tak minat, kemudian menutup mata. Ekor mereka mengibas-ngibas.

Jace, yang berada di bawah singgasana, harus mendongak untuk bisa menatap Odin. Dia berharap lehernya tak patah, soalnya undakan tangga di singgasana itu demikian tinggi. Dia memandang tangannya yang mulus, seolah tak pernah berlatih pedang. Tubuhnya sudah tak sakit sama sekali, tapi Heinrich membutuhkan beberapa hari lagi untuk penyembuhan total. Tikaman Jace waktu itu sangat dalam, dokter pernah bilang begitu. Jika terlambat dibawa ke bangsal, bisa-bisa merusak organ dalam.

"Apa kau mau memilih pedang dari ruang penyimpanan?"

Suara Odin membuyarkan lamuannya. Hari ini, Hugin dan Muninn tidak bertengger di bahu sang dewa. Dua gagak itu entah pergi ke mana, padahal hari sudah malam. Hanya ada Geri dan Freki, tapi Odin lebih menyayangi dan mempercayai dua gagak tersebut.

"Itu 'kan pedang untuk para calon prajurit dan ksatria, saya tak berhak mengambil dari sana. Pedang-pedang itu sudah dipersiapkan untuk mereka, dan bukankah sebentar lagi ada pelantikan ksatria baru?"

Odin berhenti menandatangi berkas. "Itu benar. Jadi, kau mau pergi ke kota untuk membelinya?"

Jace menggigit bibir. "Benar, Yang Mulia."

Odin tersenyum, tangannya mengetuk ponsel, dan sedetik kemudian ponsel Jace berdering. Dia bergegas mengeceknya, mendapati saldo yang masuk ke rekening digital mendadak naik sampai jutaan. Padahal sebelumnya uangnya hanya sembilan ratus, belum kurang setengah dari uang semula. Hades menstranfernya begitu mereka saling menghubungi lewat ponsel. Hades akan mengirim lagi minggu depan, dan Jace sangat keberatan.

Dibanding bingung karena kantong menipis, aku malah bingung bagaimana menghabiskan uang sebanyak ini?! Dad, aku tahu kau dewa kekayaan, tapi apa iya sampai seperti ini? Jace rasanya mau mengamuk saja. Sepertinya dia tahu rasanya menjadi anak konglomerat.

"Ini terlalu banyak, Yang Mulia. Pedang palingan hanya berharga dua ratus ribu Ecressia, Anda tak perlu mengirim enam ratus Ecressia."

"Tidak apa-apa, itu pemberianku. Aku 'kan belum memberikanmu uang saku sama sekali sejak kau masuk ke sini, padahal anak-anakku dan Heinrich selalu mendapat jatah itu. Kau tamuku, sama seperti Heinrich. Jadi aku harus memperlakukan kalian dengan setara. Nah, silakan ajak bocah itu untuk belanja. Dia tahu toko-toko pedang terbaik, dan dia bisa merekomendasikan pedang yang cocok denganmu."

"Terima kasih banyak, Yang Mulia. Saya tak tahu bagaimana membalas kebaikan Anda."

"Untuk apa membalasnya? Sudahlah, kau terima saja dan nikmati uang itu untuk dirimu sendiri. Kau tahu caranya pembayaran dengan saldo digital 'kan?"

"Oh, tentu." Dia sudah diajari oleh Eternallife untuk hal itu.

"Kalau begitu, pergilah. Pilihlah pedang yang cocok dan nyaman untukmu." Odin mengusir Jace secara halus, pasalnya dia memiliki urusan yang sangat penting sekarang. Dewa Frey mengiriminya pesan beberapa menit yang lalu. Odin harus pergi ke Vanaheim, bertemu dengan para dewa Vanir.

*****

"Nah, coba ini." Heinrich menyerahkan pedang bergagang perak, Jace mengambilnya dan mengayunkannya. Dia menggeleng, pedang ini terlalu berat untuk digunakannya dan menurutnya tak nyaman.

Heinrich mengambil tiga pedang lain. Dia pandai menyeleksi mana-mana saja pedang yang mungkin akan nyaman dipegang Jace. Kecepatannya melakukan itu dilakukan bahkan tanpa menyentuh pedang. Memang benar perkataan Odin. Heinrich sangat pintar memilih pedang. Matanya terlalu tajam.

Mythology Universe (1) : HIRAETHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang