Bagian 10

31 4 0
                                    

"Jadi, kau harus ikut denganku sekarang."

Aku menatap Arin dengan tajam, gadis itu benar-benar pandai bermain ekspresi.

Dia menjadi sosok yang berbeda dengan yang novel ceritakan. Padahal dia adalah gadis lugu yang pemalu namun sering membantu.

Ternyata sejak aku memasuki kota Deadow, isi cerita ada yang berubah. Selain adanya tokoh tambahan, ternyata tokoh yang semula merupakan orang baik hati berubah menjadi orang jahat.

Kalau begini ceritanya, aku jadi tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya.

"Tidak semudah itu."

Perkataan itu menyentakku, begitupun dengan Arin yang semula mencodongkan badannya untuk menatapku, kini dia mendongak untuk menatap ke belakangku.

Sepertinya di belakang ada seseorang. Tetapi dari suaranya, aku seperti mengenalinya. Oleh karena itu, aku ikut menoleh dan terkejut ketika mendapati tubuh tinggi Ranell yang mata kemerahannya sedang menatap lurus ke arah Arin dengan tajam.

Aura yang Ranell pancarkan terlihat menyeramkan, bahkan aku menelan salivaku kala memandangnya.

"Astaga, lihat, siapa yang datang?" Arin menegakkan badannya, dia menatap Ranell dengan tatapan angkuhnya.

"Kau mengganggu tamuku." Kata Ranell seraya menjetikkan jarinya, membuat ikatan tali yang terpasang di kedua tangan dan kakiku terlepas.

Aku langsung bangkit berdiri dan mendekati Ranell, berdiri di sampingnya sambil menatap Arin penuh permusuhan.

Ranell menoleh ke arahku, "kau tidak apa-apa—," dia tiba-tiba terpaku pada pipiku, lalu tangan kanannya memegang luka goresan yang sebelumnya Arin berikan. Ranell mengusapnya, dan saat itu juga aku merasakan aliran sihir dan sepertinya luka itu langsung menghilang. "Mundurlah," katanya membuatku menurut.

"Sudah lama sekali aku tidak melihatmu Ranell. Oh, atau aku perlu memanggilmu kakak?" Arin berseru sambil menyeringai.

Aku terpaku, apa Arin bilang? Kakak? Apakah Ranell dan Arin bersaudara?!

"Aku tidak ingat jika aku mempunyai seorang adik." Ranell menjawab dengan dinginnya.

"Oh ya ampun, kau jahat sekali padaku." Terlihat Arin nampak sok sedih. "Kemana saja kau selama ini? Apa kau terus sibuk bersembunyi dan menyembuhkan manusia-manusia tidak berguna?"

"Kau tidak perlu tahu."

"Aish, kenapa? Itukan wajar, kita sudah lama tidak bertemu, jadi aku hanya ingin menanyakan apa yang terjadi padamu. Tapi sepertinya, sekarang kau mendapatkan tamu yang sangat berharga." Kata Arin sambil memandangku.

Aku tidak tahu arti dari tatapannya. Tetapi dia masih bertahan dengan senyumannya, bahkan dia mengedipkan sebelah matanya padaku.

"Tetapi kau tahu 'kan, sesuatu yang berharga untukmu, itu juga akan menjadi sesuatu yang berharga untukku." Ucap Arin lagi dan kembali menatap Ranell.

"Berhenti bicara omong kosong. Aku tidak akan menyerahkan dia padamu."

Sebuah tongkat panjang berwarna hitam dengan ujungnya yang terbuat dari pisau tajam kembali Ranell keluarkan.

"Begitu, ya?"

Arin menepuk kedua tangannya sebanyak dua kali, dan dua orang dengan pakaian zirah langsung muncul begitu saja di depannya.

Mereka berdua diperintah Arin untuk maju dan menyerang Ranell, dan Ranell pun langsung melayangkan tongkatnya ke  arah kepala mereka berdua. Tetapi dua orang yang memakai baju zirah itu menahan tongkat Ranell menggunakan pedang yang mereka bawa.

Book Of The Black CityWhere stories live. Discover now