Bagian 03

28 10 0
                                    

Sejauh ini, hal yang aku alami sesuai dengan apa yang telah di tulis di novel. Semuanya berjalan sama persis, tidak ada yang berubah.

Sepertinya aku benar-benar mengikuti alur dari novel yang telah aku baca. Kalau begitu, apa pada akhirnya aku juga akan benar-benar mati, ya?

Apakah aku bisa mengubah alur ceritanya?

Rasanya, aku tidak mau mati meskipun hanya di dalam mimpi.

"Sedang memikirkan sesuatu lagi, ya?"

Kepalaku mendongak, aku melihat Alois datang dengan tangan yang membawa secangkir teh hangat. Dia memberikannya padaku.

"Iya. Aku merasa bersalah pada kalian karena sudah membawa kalian ke tempat seperti ini." Ucapku seraya menerima teh pemberian Alois.

Alois tersenyum simpul, dia duduk di sampingku.

Saat ini kami sudah berganti pakaian dengan pakaian yang lebih sederhana. Aku juga tidak memakai rok lagi, aku meminta Alois yang bisa menciptakan sesuatu itu untuk mengeluarkan pakaian simple yang bercelana panjang saja.

Aku dan Alois duduk di atas kasur sebuah kamar. Di dalam rumah ini ada dua kamar yang bersebelahan. Denta sedang ada di kamar sebelahnya sendirian, mungkin dia sedang beristirahat sekarang.

"Kakak 'kan sudah bilang, jangan dipikirkan. Lagian ini bukanlah kesengajaan. Kau tenang saja, Ayah juga pasti akan mencari kita." Kata Alois menenangkan.

Di balik lampu yang temaram, aku bisa memandang wajah Alois yang begitu tampan. Iris birunya yang memantulkan cahaya menatapku dengan lembut.

"Tapi, kak. Apakah sekarang ini kita sedang berada di dalam buku cerita? Kakak bilang aku membuka buku terlarang 'kan? Dan oleh karena itu kita jadi terserap masuk ke dalamnya?" Tanyaku penasaran.

Alois sempat terdiam, namun kemudian dia tertawa pelan. "Bukan begitu, Lura. Saat ini kita masih berada di dunia yang sama. Kita hanya berteleportasi. Buku itu membawa kita ke tempat ini." Jelasnya tenang.

"Begitu, ya? Jadi buku itu adalah portal teleportasi?"

"Bisa dibilang begitu." Kata Alois, "pemburu yang ada di sini sama seperti kita, mereka juga pengguna sihir."

"Ah, tapi aku tidak mempunyai sihir." Kataku dengan pelan.

"Eh? Aduh, maafkan kakak. Kakak tidak bermaksud untuk menyinggungmu,"

Aku tertawa ketika melihat wajah Alois yang panik, "ya ampun kak, tidak apa-apa.  Aku hanya bercanda."

Alois menghela napasnya lega, dia menatapku lalu tersenyum. "Meskipun kau tidak bisa menggunakan sihir. Tapi kau pandai menggunakan senjata. Jadi," Alois mengangkat tangannya, sebuah cahaya putih muncul dari sana dan tak berapa lama keluar sebuah pisau tajam yang sangat aku kenali yang sudah sangat bersih. Beriringan dengan tangannya yang menggenggam gagang pisau, cahaya yang muncul pun akhirnya menghilang.

Tanpa sadar mataku berbinar-binar. Aku benar-benar tidak menyangka jika akan melihat sebuah sihir yang menakjubkan.

Di dunia nyata, hal itu tentu saja tidak ada.  Oleh karena itu, aku terkesan ketika melihatnya secara langsung.

"Ini milikmu." Alois memberikan pisau di genggamannya padaku, "jangan membuangnya sembarangan, ini pisau spesial pemberianku." Ujarnya membuatku teringat akan kejadian beberapa jam yang lalu, yang dimana aku menggunakan pisau itu untuk membunuh si pria besar.

Aku mengangguk seraya menerima pisaunya. Pisau itu memang pemberian dari Alois, pisaunya sudah dilapisi oleh kekuatan sihir miliknya, sehingga pisau itu jadi lebih kuat.

Book Of The Black CityOnde histórias criam vida. Descubra agora