Bagian 04

25 7 0
                                    

Dengan kemampuan sihir yang Alois miliki, akhirnya perahu pun dibuat dengan sangat cepat. Sekarang kami bertiga sedang berada di atas perahu kecil, berusaha untuk menyeberangi danau yang di kelilingi oleh kabut hitam.

Sebenarnya aku cukup takut dengan suasananya, karena di sini terasa sangat mencekam. Tidak ada suara apapun selain suara gesekan dari perahu yang kami tumpangi.

Aku jadi was-was, bagaimana jika di dalam danau ini ada buaya? Atau ada hewan air lainnya yang menyeramkan?

Meskipun airnya terlihat tenang, tetapi bisa saja 'kan tiba-tiba muncul makhluk mengerikan?

"Lihat, di sana ada bangunan!"

Seruan Denta membuatku mendongak, mataku terbuka lebar ketika melihat ke seberang danau. Di sana terdapat banyak bangunan tinggi, mirip seperti sebuah kota. Hanya saja, suasana kota itu terlihat sangat menyeramkan, pasalnya bangunan-bangunan tinggi di sana itu dikelilingi oleh kabut hitam, dan kota itu terlihat sangat suram. Itu seperti, kota tersebut tidak pernah merasakan siang.

Benar juga, sejak aku berada di tempat ini. Aku tidak melihat adanya matahari yang menyinari. Hanya ada kabut tipis-tipis dan awan hitam yang selalu menutupi langit.

"Sepertinya itu bukan kota kita." Ujar  Alois. 

Aku mengangguk setuju. Di dalam novel, kota yang ditempati oleh Alura adalah kota yang sangat damai dan diterangi oleh cahaya. Kotanya sangat tentram dan juga nyaman.

Kota di seberang sana adalah kota dimana Alura akan mendapatkan berbagai macam masalah. Kota yang menjadi topik utama di dalam buku Black City. Kota Deadow.

"Apa kita ke sana saja?" Tanya Denta.

"Iya. Kita harus ke sana, siapa tahu di sana kita mendapatkan petunjuk agar bisa keluar dari tempat ini." Kata Alois.

Mengetahui jika kota itu akan membawa banyak masalah untukku, rasanya aku tidak mau ke sana dan ingin mengajak Alois dan Denta untuk putar balik saja. Tetapi saat ini aku tidak mempunyai pilihan, kita sudah hampir dekat dengan tepi danau. Selain itu, sepertinya aku tidak bisa mengubah alur cerita sesuka hati.

Lagipula, aku tidak tahu apa yang terjadi jika aku mengubah alurnya. Bisa saja aku malah mengalami masalah yang lebih rumit. Jadi mau tidak mau, lebih baik aku jalani saja.

Akhirnya perahu yang di dayung oleh Alois dan Denta pun terus melaju menuju tepi danau.

Sesampainya di sana, tangan Alois terulur untuk membantuku turun. Setelah aku turun, aku terpaku ketika memandangi sebuah tembok besar yang menjadi pembatas di depan mataku.

Temboknya menjulang tinggi dan terlihat sangat kokoh. Tembok besar yang terbuat dari semen itu berwarna hitam, dan ditumbuhi oleh tanaman-tanaman merambat berwarna hijau pudar.

Tembok yang dibangun seperti menjadi pembatas antara kota dengan dunia luar. Kotanya seolah terkurung di dalam tembok tinggi yang besar itu.

"Apa kita benar-benar harus masuk ke dalam kota ini?" Tanya Denta memastikan. Kepalanya mendongak untuk melihat tembok tinggi di depannya, menerka-nerka ada apa di baliknya.

"Mau bagaimana lagi? Kita tidak mempunyai tempat untuk kembali."

"Tetapi aku merasakan energi buruk di sekitar sini."

"Aku juga merasakannya. Sebaiknya kita harus terus waspada ketika memasuki kota ini."

Sebuah angin berembus ketika Alois dan Denta larut di dalam obrolan. Angin tersebut menerpa lembut wajahku, dan aku menghirup udaranya yang terasa segar. Tetapi tiba-tiba saja, dadaku terasa sesak, napasku tercekat, dan kulitku rasanya seperti tersengat.

Book Of The Black CityWhere stories live. Discover now