KEHILANGAN 1/3 (Taufan)

441 34 6
                                    

               KEHILANGAN 1/3
              (Boboiboy Taufan)

       • Happy Reading Readers •

"Aku Tau Kau Lelah,
Tapi Jangan Mengakhiri Ini Semua,
Jika Tuhan Saja Belum Menghendaki Ini Berakhir"

-Taufan Cyclone-





"Sedang apa kau disitu?..."

Sebuah suara menyapa indera pendengaran seorang pemuda bersurai coklat yang sedang melihat pemandangan dibawahnya dari atas gedung rumah sakit tempat dia dirawat.

Tanpa membalikkan tubuhnya pun ia tahu siapa yang tengah berada di belakangnya saat ini. Sosok dibelakangnya adalah Taufan, pemuda beriris sapphire yang telah lama menjadi sahabatnya.

"Aku lelah, Taufan... Biarkan aku beristirahat dan menyusul Solar.." Ucap pemuda itu sembari membalikkan tubuhnya menghadap ke arah Taufan.

Pandangan matanya yang dulu tampak tegas dan kejam kini terlihat meredup dengan sebuah kesedihan dan penyesalan yang tampak jelas di mata beriris ruby nya itu karena sebuah kelalaian yang dulu pernah ia lakukan.

"Dengan cara melompat dari atas gedung ini dan mengakhiri hidup mu?.. Kau gila Hali?!" Pemuda beriris sapphire itu kembali bertanya pada Halilintar, Sahabatnya.

Namun, Tidak ada balasan dari pemuda bernama Halilintar didepannya itu.

"Ayolah Hali... Aku tau kau itu kuat.."

Taufan coba memberi semangat pada Halilintar,agar orang didepannya ini mau untuk bertahan hidup lebih lama lagi dan melawan penyakit yang sedang ia derita. Atau setidaknya sampai ajal benar-benar datang menjemputnya.

"Tapi Taufan... Kau tahu sendiri kan?... Dokter bilang bahwa umur ku tidak akan lama lagi.." Balas Halilintar dengan helaan napas lelah.

Yap.

Halilintar divonis menderita kanker paru-paru stadium akhir, dan dokter mengatakan bahwa ia tidak akan dapat bertahan hidup lebih lama lagi.

Semua ini berawal dari kejadian kecelakaan yang menimpa dirinya dan sang adik 2 tahun yang lalu. Nahas, adiknya meninggal dalam kecelakaan itu, sedangkan Halilintar mengalami benturan yang keras pada bagian depan tubuhnya, tepatnya pada dadanya. Akibat dari kejadian itu Halilintar harus mengalami koma selama 1 bulan lamanya.

Selama ia koma pun, hanya Taufan yang selalu ada disisinya, menemaninya hingga ia sadar kembali dari komanya.

Dan sejak saat itu, Halilintar jadi sering mengalami sesak napas bahkan kesulitan bernapas dan saat ia memeriksakan dirinya ke dokter ia divonis menderita kanker paru-paru dan harus dirawat di rumah sakit guna memberinya pengawasan terhadap pengobatan yang sedang ia jalani. Walaupun Halilintar tahu bahwa semua pengobatan itu hanya sia-sia saja, karena tidak lama lagi dirinya akan segera menyusul sang adik, Solar.

"Kau tahu Hali?... Ada sesuatu yang ingin aku beritahukan padamu sejak lama..." Ucap Taufan sambil mendekat kearah Halilintar dan ikut menyaksikan pemandangan dari atas gedung rumah sakit ini.

"Apa?" Tanya Halilintar singkat tanpa memalingkan pandangannya dari pemandangan dibawah sana.

"Apa kau sadar, bahwa aku selalu bersama mu semenjak kau pertama kali dirawat di rumah sakit ini?... Dan bahkan aku hampir tidak pernah meninggalkan rumah sakit ini?"

Halilintar termenung. Dia baru menyadari akan hal itu sekarang. Merasa ini adalah pembicaraan yang serius Halilintar mengedarkan pandangannya menatap Taufan lekat-lekat.

"Ada sebab mengapa aku selalu berada disini..." Ucap Taufan sambil menundukkan kepalanya, menghindari tatapan intens menyelidik dari Halilintar.

Mata Taufan memanas, bulir air mata mulai jatuh dari ujung kelopak matanya yang indah dan mengalir bebas menuju pipi halusnya.

"Sebenarnya aku... Aku menderita leukemia.. Hali.." Air mata nya tetap mengalir meski ia mencoba untuk menguatkan hatinya sendiri.

"Aku juga sedang menjalani pengobatan dirumah sakit ini... Ketika tau bahwa kau menderita kanker paru-paru dan harus dirawat disini juga... Itu lah sebabnya mengapa aku tak pernah meninggalkan rumah sakit ini..." Lanjut Taufan sembari menyeka air matanya yang masih terus saja terjun dengan bebasnya dari mata indahnya.

"Jangan bercanda kau Taufan... Ini sama sekali tidak lucu" Balas Halilintar datar.

"Aku tidak sedang bercanda Hali.."

Taufan pun melepas topi kebanggaannya yang selama ini selalu bertengger diatas kepalanya guna membuktikan kata-katanya tadi pada Halilintar.

Angin di rooftop rumah sakit bertiup, membelai dan menerbangkan helaian demi helaian rambut Taufan ketika ia melepaskan topi kebanggaannya tadi.

"Apa kau sekarang percaya, Hali?" Ucap pemuda beriris sapphire itu dengan suara serak.

"Tau..fan.."

Halilintar diam tak bersuara, dia tak tahu harus berbuat atau berkata apa. Jujur saja, sebenarnya Halilintar sudah tahu jika Taufan menderita leukemia. Dan kalau boleh, saat itu juga Halilintar ingin memeluk Taufan erat-erat. Ia takut jika Taufan akan meninggalkan dirinya sebelum dia sendiri yang pergi dari dunia ini. Taufan adalah keluarga satu-satunya yang Halilintar miliki saat ini. Halilintar tak mau dirinya merasakan rasanya kehilangan orang-orang yang dia sayang untuk yang kedua kalinya.

Halilintar pun mengetahui penyakit Taufan secara tidak sengaja. Tepatnya beberapa hari yang lalu saat ia sedang berjalan dikoridor rumah sakit untuk menuju taman yang terletak dibelakang rumah sakit tempat dia dirawat. Halilintar ingin menghirup udara segar karena ia merasa bosan terus berada dikamar rawatnya sepanjang hari.

~~~~~

-Beberapa hari yang lalu-

Pemuda beriris Ruby itu sedang menjejakkan kakinya dilantai koridor rumah sakit yang terlihat lenggang dan sepi dari aktivitas manusia lain. Ia hendak pergi ke taman belakang rumah sakit untuk mencari suasana baru dan udara yang lebih segar dibandingkan udara yang ada dikamar rawatnya.

Indera pendengarannya tiba-tiba menangkap sebuah suara yang terdengar tidak asing baginya. Halilintar kemudian mencari asal sumber suara itu. Ternyata suara itu berasal dari sebuah ruangan dengan plangkat diatasnya yang bertuliskan "Ruang Dokter".

Penasaran, Halilintar pun mendekati ruangan itu dan menempelkan daun telinganya di pintu ruangan itu untuk mendengarkan lebih jelas pembicaraan yang ada didalam sana.

Halilintar menguping pembicaraan orang lain secara diam-diam. Meskipun terdengar tidak sopan, tapi memang begitulah kenyataannya sekarang.

"Taufan... Saya khawatir, penyakit leukemia kamu kian hari kian parah, dan kondisi tubuhmu juga semakin melemah.. Jika kamu terus menolak pengobatan yang harusnya kamu dapatkan... Maka ini akan berujung pada kematian.." Jelas dokter yang ada di dalam ruangan itu.

"Tidak apa dok... Karena jikalau pun saya sembuh.. Maka saya akan merasakan rasanya kehilangan seorang teman... Dokter tahu kan? Halilintar.." Ucap Taufan lirih.

"Ohh Halilintar ya? Pasien yang ada di ruang rawat no. 234 ?" Tanya dokter itu.

"Iya dok..." balas Taufan.

"Kanker paru-paru nya memang tidak dapat disembuhkan lagi.. Karena sudah memasuki stadium akhir.."

"... Dan kemungkinan bertahan hidup nya hanya sekitar 2 bulan lagi" Lanjut dokter itu menerangkan.

"2 bulan ya?"Gumam Halilintar dari luar ruangan.

"Tunggu kakak ya Solar... Kakak akan segera menyusul mu.." Lanjut pemuda beriris Ruby itu sembari melangkahkan kakinya kembali ke ruang rawatnya. Ia butuh waktu untuk sendiri. Setidaknya untuk saat ini.

~~~~~






To Be Countinue...

Heii readersss author kembali!

Selamat datang di book Ai yang kedua ini!

Jangan lupa Vote dan Comment nya ya!

Tunggu bagian kedua dari cerita ini!

See You Next Time.

 YOU KNOW ? THIS HURTS ! { BoBoiBoy Fanfiction }Where stories live. Discover now