D u a P u l u h S a t u

Start from the beginning
                                    

Suasana mencekam kini kurasakan, di lorong bagian belakang ini begitu sepi, berisi jajaran kamar kosong tanpa pasien sehingga lampu di bagian ini dimatikan secara total. Kata bunda ini salah satu tempat yang CCTV-nya rusak, bangsal-bangsal ini hanya akan diisi jika ruangan lainnya penuh, sehingga jarang terjamah.

Untuk mahluk lain, sepanjang jalan aku sudah bertemu beberapa, mulai dari yang menyeramkan hingga yang membuatku bertanya-tanya. Seperti sosok seorang wanita di depanku saat ini, tangan dan kakinya di rantai dengan rantai yang besar, seluruh wajahnya tertutup oleh rambut kusut. Aku ingin berbicara dengannya tetapi segera ku urungkan, takut saja jika ternyata dia memiliki energi negatif. Tidak seperti Ale yang bisa berkomunikasi dengan lancar dan tahu banyak hal, aku merasakan energi negatif atau positif dari seorang sosok saja masih belum bisa.

Aku kembali melangkahkan kakiku, berbekal sorot senter ponsel sebagai penerangan. Aku memang masuk sendiri karena bunda berjaga di depan dan tidak bersedia ikut masuk. Ya aku tahu bunda itu memang penakut.

Aku terhenti di sebuah kamar rawat yang tidak asing, melalui kaca jendela itu aku melihat jika itu adalah kamar yang sama persis dengan kamar tempat Indira di rawat, baik penataan ranjang atau semua furniturnya, itu memang kamar Indira waktu itu. Aku mencoba memutar knop pintu tetapi nihil, pintu itu terkunci. Tidak masalah karena sepertinya kamar itu sudah dibersihkan dan tidak ada barang bukti yang tersisa disana.

"Terus cari bukti dimana?"

"Kakak mencari apa?"

Aku melihat anak kecil yang kemarin di ruangan bunda tengah berdiri di sampingku, kata Ale kan dia tersesat, dengan bantuan doa dan energi positif ia bisa kembali. Tetapi hari ini ia masih berada disini.

"Kamu tahu seorang dokter yang pernah bunuh orang di ruangan ini?"

Hantu kecil itu mengangguk, "Dia sudah membunuh tiga orang."

Bukan main, ternyata dokter Reno itu memiliki jiwa psycho. Kalau tidak salah dalam ilmu medis psycho itu adalah sebuah gangguan jiwa yang mempengaruh emosi seseorang sehingga ia memiliki rasa kepuasan saat melihat orang lain tersiksa. Memang sangat menyeramkan, membunuh manusia tidak bersalah hanya untuk kepuasannya sendiri.

Membunuh seseorang seperti itu pasti setelahnya ia akan menghilangkan barang bukti, lalu pasien akan di anggap sebagai orang hilang. Kabar itu tidak mudah menyebar ke luar karena tentu saja pihak rumah sakit akan menutup itu rapat-rapat, jika sampai kabar menyebar tentang hilangnya pasien di rumah sakit, tentu akan mengundang banyak sekali kritikan dari publik.

"Lalu kamu tahu juga apa tidak mayatnya di buang kemana?"

Anak itu menggeleng, "Ikuti aku Kak."

Aku mengangguk dan mengikuti anak kecil itu, dia mengajakku berjalan menelusuri lorong.

"Siapa namamu?"

"Aku tidak ingat kak, aku sudah lama disini. Sebelum kemarin kakak berdua datang aku bahkan tidak bisa berbicara seleluasa ini."

Mungkin itu Ale yang kemarin menolongnya, aku ingat dengan jelas kalau saat itu mereka berkomunikasi melalui tatapan mata saja.

"Di dalam sini Kak."

Dia berhenti di ruangan dokter Reno, memang ruangan ini masih di bagian belakang. Sekarang masalahnya adalah ruangan ini terkunci rapat, tentu saja karena dokter Reno tidak ada di ruangan.

"Kunci cadangan ada di bawah pot bunga," ucap hantu kecil itu.

Entah sebuah keberuntungan atau apa, mungkin saja dokter Reno itu orangnya pelupa sehingga kunci cadangan ruangan saja ia sembunyikan di pot bunga. Aku beranjak mengangkat pot bunga di sudut, memang benar ada sebuah kunci yang terlihat kotor karena tanah dari bunga.

Aku membuka pintu dengan kunci di tanganku, bau menyengat langsung menyeruak, campuran anatara bau formalin, pewangi dan bau busuk bersatu padu membuat aroma yang sangat memuakkan. Bagaimana bisa ruangan dokter memiliki aroma super aneh seperti ini.

Pandangan mataku berpendar, berusaha memindai barang yang sekiranya mencurigakan, aku membuka lemari satu persatu dan begitu terkejut melihat stoples kaca yang berisi gumpalan daging atau apa itu, ia sebesar kepalan tangan dan diawetkan dengan cairan putih. Tanganku langsung bergetar, apakah itu janin milik Indira? Perut Indira waktu itu sudah sedikit membesar, mungkinkah tebakanku benar?

"Mayatnya ada di pendingin, dua mayat masih disana yang satu sudah berhasil dibawa keluar."

Aku mengangguk, segera memotret stoples berisi janin itu. Ini saja sudah cukup menjadi bukti kejahatan dokter, karena aku pasti tidak akan sanggup untuk melihat mayat yang ada di pendingin. Setelahnya aku buru-buru keluar dan mengunci ruangan tetapi kali ini aku membawa serta kunci.

"Terima kasih kamu sudah sangat membantu," ucapku tulus.

Tanpa hantu anak kecil ini tentu aku tidak akan mendapatkan apapun, dia yang tahu banyak hal dan menuntunku untuk mengetahui semuanya.

════════ ❁ཻུ۪۪ ═══════

Dont forget to click the vote button!

════════ ❁ཻུ۪۪ ═══════

Jika ada pertanyaan tuliskan saja di kolom komentar, terima kasih sudah mampir di cerita ini silahkan tunggu episode selanjutnya ^_^

And, see you.

Pengantin IblisWhere stories live. Discover now