#Bonchap

328 44 6
                                    

Skip Time

"Ngerti gak apa yang aku omongin? Kamu tuh selalu bikin naik darah!" Bintang meluapkan emosinya, nafasnya naik turun juga wajahnya yang memerah. Kesal, hanya satu kata yang menggambarkan dirinya kini.

Detik berikutnya, pria mungil bersurai putih itu menangis, hingga tersedu sedan. Berdiri bersandar kulkas, dengan satu tangan memegangi perutnya yang membesar.

Diseberang sana, seseorang yang telah di marahi hanya terdiam, sambil menatap dalam kearah Bintang.

Tanpa banyak berkata, ia melangkah mendekat guna menenangkan Bintang yang masih menangis.

Ramon memeluk Bintang.

"Maaf.. Mas minta maaf, iya salah. Banget." Ramon menciumi pucuk kepala Bintang penuh sayang, menyesal sekali telah membuat cinta nya menangis karna ulahnya.

Kening cantik itu dicium lembut, "Sayang.. Aku bener-bener sayang kamu."

"Kalo sayang kenapa begitu? Udah gak sayang? Hah?! Maunya apa?!" Ramon membiarkan Bintang meluapkan emosinya, walau ia tahu itu sungguh beresiko pada kandungannya. Kalo pun ditahan untuk jangan marah, pasti suami mungilnya akan bertambah meradang.

Pukulan bertubi, Ramon dapatkan di dadanya. Sakit? Tidak. Lebih sakit lagi, melihat netra cantik itu menangis. "I love you." tutur Ramon pelan.

"Aku benci sama kamu!"

"I love you."

"Benci!"

"Love you."

"Muak, gak suka!"

"Love, love, love, love you."

Bahu sempit itu masih naik turun, nafas nya tak beraturan. Buliran beningnya masih menetes walau tak sederas tadi.

Bintang mendongak, sekedar untuk menatap manik suaminya yang kini juga menatapnya penuh cinta dan sayang. Benar, Ramon benar-benar mencintai Bintang melebihi nyawanya sendiri. Tapi, terkadang ia masih sering melakukan kesalahan yang membuat Bintang akhirnya marah dan berakhir menangis seperti sekarang.

"Udah?" Jemari besarnya menghapus jejak air mata yang membasahi pipi gembil itu. Tak suka, sangat. Ramon hanya suka jika pipi itu bersemu merah karna nya. "Mas, minta maaf. Mas akui, salah, salah banget. Mas gak pernah bener, masih selalu ngelakuin salah."

Bintang menangis lagi, entah lah. Semenjak hamil, emosinya tak bisa di kontrol. Naik turun, tanpa bisa ia pahami. Terkadang ia juga bingung sendiri, ada saat dimana ia tiba-tiba sedih dan berakhir menangis. Terkadang juga ia banyak diam, atau jika sedang mood ia akan seharian berceloteh tak jelas, sembari bernyanyi hingga Ramon dibuat heran.

Alasan Bintang tadi menangis ialah, karna Ramon merokok dan kemarin malam Bintang mendapati suaminya mabuk.

"Jangan nangis lagi, Bi. Mas beneran minta maaf."

"Buat apa minta maaf, kalo diulang lagi?"

Ditangkupnya wajah cantik itu, tanpa basa basi Ramon mencium bibir Bintang, sebelum akhirnya melumat pelan atas dan bawah bergantian. Melesakan lidahnya ke dalam mulut Bintang, menggelitiki langit-langit nya hingga sang empu terlena.

Ciuman itu berlangsung lama, hingga rematan kuat pada lengan Ramon memberi sinyal untuk menjeda ciuman itu.

Bintang terengah, dengan bibir merah yang bengkak. Ramon menatap teduh manik Bintang. "Mas pastiin ini yang terakhir, kejadian ini gak akan terulang lagi, atau fatalnya lagi sampe kamu nangis kayak tadi. Mas, takut Bi. Inget, ada si kembar disini.." Elusan pelan di perut Bintang, setidaknya sedikit menenangkan si mungil.

Ramon menumpu lutut guna untuk berhadapan dengan perut buncit Bintang. "Anak Daddy yang mana nih, yang tadi ngendaliin Buna? Boy or Girl?"

Benar, tepat 5 bulan kemarin kedua nya memutuskan untuk USG agar terlihat jelas, jenis kelamin anak mereka. Dan ternyata kembar cowo-cewe.

Bintang merasakan tendangan kuat, hingga ia mengaduh. "Akh!"

"Siapa ini?" Bintang mengelus perutnya yang terbalut sweater soft blue.

"Jangan nakal twins, Buna kesakitan." ucap Ramon, ia memberi elusan lagi. Namun kali ini tendangan yang rasakan Bintang lebih sakit dari yang tadi.

"Sakit, sayang. Kalian marah sama Daddy, hm?" Bintang tersenyum menatap perutnya sendiri.

Ramon mendongak, "Marah? Anak Daddy marah? Kenapa? Okey, iya Daddy nakal ke Buna tadi. Maafin Daddy, twins. Besok gak akan ngulangi lagi, serius!"

Manik mereka bersinggungan, seolah tengah bertanya, 'Gimana, masih nendang?', 'Udah gak nendang, apa mereka lagi diskusi buat maafin kamu ya Mas?'

Lucu banget, mereka sampai bingung dan berkali-kali bertatapan juga menatap perut buncit itu.

"Nendang Mas, tapi pelan. Kayaknya mereka maafin kamu."

Ramon menyingkap sweater itu, hingga nampaklah bulatan besar di depannya. Ia menciumi nya berkali-kali hingga Bintang memekik geli.

Diusakan nya hidung mancung itu ke perut Bintang, seolah tengah mengusak hidung anaknya. "Sayang twins, Daddy sayang twins. Nanti, kalo udah siap keluar bilang Buna ya? Kasih gelombang cinta jangan kelamaan, dan kalian harus sama-sama berusaha. Baik Buna ataupun twins. Okey? Setuju?"

Lagi..dan lagi, seolah menjawab pertanyaan Daddy nya. Bintang kembali merasakan tendangan pelan dari anaknya.

"Uh, sayang twins!" Bintang memeluk tubuhnya sendiri.

Diikuti Ramon tak ingin kalah, ia memeluk Bintang sedikit erat karna begitu gemas. "Daddy sayang Buna, sayang twins juga."

•••
TBC

November Rain [CHANBAEK LOKAL] [SELESAI]✔️Onde histórias criam vida. Descubra agora