[ Part 38 ] Titik Terendah

Start from the beginning
                                    

Saat merasa ada seseorang karena sebuah bayangan mengenai tubuhnya, Nara mendongak. Di ambang pintu ia mendapati Deynal, menatapnya datar.

Tersenyum pilu, Nara seolah berharap lelaki itu menghampirinya lalu memeluknya.

"Ka-kakak ...."

Deynal menghela napas, lalu menutup pintu dan menguncinya.

Melotot tak percaya, Nara dengan susah payah bangun. Berjalan menyeret kakinya yang terasa lemas ke arah pintu dan menggedornya kuat-kuat.

"Kakak! Kak Dey! Buka pintunya, hiks. Lo bilang lo sayang sama gue, Kak! Balik lagi dan peluk gue! Ka-kakak! Hiks gue butuh lo! Kak!"

Percuma. Nara meraung sampai suaranya terasa tercekat pun Deynal tak kunjung kembali. Tubuhnya merosot, meringkuk dibalik pintu dengan menelungkupkan kepalanya di lutut. Punggungnya bergetar diiringi dengan tangis pilu yang terdengar menyesakkan.

Keinginan Nara yang ingin memeluk sang Bunda dan mengantarkan ke peristirahatan terakhirnya kini pupus begitu saja.

Dan kini hidupnya semakin kacau. Tak ada sang Bunda untuk selamanya, juga tidak ada sang kakak yang bersedia merengkuhnya.

"Ibu kandungmu meninggal karena kamu, dan sekarang bundamu meninggal juga karena kamu!"

"Mereka meninggal hanya karena ingin melindungi anak sialan sepertimu!"

Perkataan Liam malam itu kembali terngiang. Kini Nara tahu kenapa pria itu tak pernah menganggapnya, tak pernah menunjukkan kasih sayang bahkan sekarang benar-benar membencinya.

Hadirnya dia hanyalah pembawa sial yang berhasil merenggut satu-persatu orang yang disayangi Liam.

"Pembunuh! Pembunuh! Pembunuh!" Nara meraung seraya memukul kepalanya, mengacak rambutnya bahkan menjambaknya.

Kini bukan hanya mereka, melainkan ia sendiri juga ikut membenci dirinya. Untuk pertama kalinya ia akhirnya tahu bahwa ibu kandungnya meninggal karena dia, dan kini bundanya juga meninggal karena dia.

"Arghh! Pembawa sial! Pembunuh!" Nara kembali meracau seraya mengacak rambutnya, mengobrak-abrik isi kamar hingga membuatnya porak-poranda.

Cukup lelah dengan batinnya, kini ia kembali meringkuk saat merasa perutnya kembali terasa sakit. Isakan pilunya diiringi dengan tubuh rapuhnya yang bergetar.

Karena tak sanggup menahan rasa sakit yang menggerogoti hati dan tubuhnya, Nara melemas. Perempuan itu tergeletak, matanya yang sembab kini terpejam.

Nara kini berharap bahwa Tuhan akan berbaik hati mengambil nyawanya untuk membebaskan dirinya dari derita ini.

•••

Pemakaman Diandra sudah selesai siang ini. Keinginan Nara untuk mengantarkan sang Bunda ke peristirahatan terakhirnya kini sudah tak ada lagi harapan. Berjam-jam Nara dikurung di kamar dalam keadaan lemah dan kacau.

Nara yang masih tergeletak di lantai kini membuka matanya perlahan. Karena matanya yang sudah sangat sembab, membuatnya terasa berat untuk membukanya.

Ceklek

Nara memergik saat pintu dibuka. Dengan kepala yang begitu pusing dan mata yang berkunang-kunang ia mendongak ingin mengetahui siapa yang datang.

Ia berharap Deynal yang datang, tapi justru Felly yang kini berdiri di hadapannya. Wajah gadis itu juga terlihat sembab. Nara tahu, Felly juga sama kehilangannya seperti dirinya.

Silence Of Tears (TERBIT) Where stories live. Discover now