[ Part 7 ] Dia lagi?

71.2K 6.6K 127
                                    

Hi lov <3

Ayok semangat vomentnya biar author juga semangat nulisnya🔥

Typo tandai 🙏

|🌹HAPPY READING🌹|

.
.


"Nara belum sadar juga?" tanya seorang wanita pada penjaga UKS.

"Belum, Bu."

Bu Ema, selaku wali kelas Nara menghela napas. Wanita itu melirik jam di pergelangan tangannya. Sebentar lagi waktu pulang, dan sampai sekarang salah satu muridnya belum sadar.

Alhasil wanita itu merogoh ponselnya guna menghubungi orangtua Nara.

"Halo, Pak Liam," sapa Bu Ema saat sambungan telepon terhubung.

"Hm, ada apa? Apa Nara membuat masalah di sekolah?" jawab Liam.

"Tidak, Pak. Sejak jam istirahat pertama tadi Nara pingsan, sepertinya dia sakit. Tubuhnya lemah bahkan beberapa kali dia merintih kesakitan. Tubuhnya juga dipenuhi memar. Mungkin Nara bisa dibawa pulang saja supaya bisa istirahat."

"Saya sedang di kantor dan sebentar lagi akan meeting, jadi saya tidak bisa menjemputnya ke sana. Suruh seseorang saja untuk mengantarkan gadis itu pulang ke rumah."

Anak menyusahkan. Liam bergumam sinis sesaat setelah menutup panggilannya.

Wanita bersurai lurus kecoklatan itu menghela napas. Menatap prihatin tubuh gadis yang tak berdaya di bangsal. Bu Ema menoleh, tak sengaja dari jendela kaca ruangan tersebut netranya menatap seorang cowok yang kebetulan lewat. Dengan buru-buru wanita itu menghampirinya.

"Kevan, sebentar. Saya mau minta tolong. Tolong kamu bawa Nara ke rumahnya ya?"

Cowok yang dipanggil Kevan itu diam dengan tatapan datarnya. Helaan napas hangatnya berhembus kasar, mendengus. "Saya bukan Kev-"

"Kamu bawa Nara pulang ke rumahnya ya? Dia lagi sakit. Lagipula kan kalian tinggal dalam satu kompleks, pasti kamu tahu rumahnya," potongnya.

Kening Genan mengernyit. Iya cowok itu Genan bukan Kevan. Karena dia murid baru di sini, jadi tak heran belum banyak yang mengenalnya. Termasuk guru di depannya yang mengira dia Kevan. Warga sekolah SMA Cakrawala juga belum banyak yang tahu kalau Kevan memiliki seorang kembaran.

Bu Ema melambaikan tangannya tepat di depan wajah cowok itu, membuat lamunan Genan buyar. Genan melamun, memikirkan tempat tinggal saudaranya itu. Karena mereka berdua tak tinggal satu rumah. Genan tinggal bersama Papa dan Mama tirinya. Sedang Kevan tinggal bersama Mama kandungnya. Fyi, orang tua mereka bercerai.

"Kev, tolong ya anterin Nara. Bisa,'kan?"

Nara siapa lagi. Belum sehari sekolah di sini aja udah repot mulu gue, batin Genan kesal.

"Nggak," tolak Genan. Sudah jelas guru itu menyuruh Kevan, tapi dirinya bukan Kevan, 'kan? Jadi tak apa dia menolak, pikirnya.

Bu Ema menghela napas, lantas memohon lagi. "Tolong ya, Kev. Kasihan Nara, sebentar lagi juga waktu pulang, jadi kamu sekalian bawa dia ke rumahnya. Lagian kalian satu arah jalan pulang."

Cowok bertubuh kekar dengan hoodie hitam melekat di tubuhnya itu sedikit geram dan jengkel saat lagi-lagi dia dipanggil dengan nama Kevan. "Tapi saya bukan Kev-"

Tring tring tring

Bel pulang sekolah lagi-lagi membuat Genan tak sempat menyelesaikan ucapannya. Dia berdecak kesal kala guru itu yang tak lain adalah Bu Ema mendadak menarik lengan kekarnya, membawanya masuk ke UKS.

"Saya nggak mau! Saya nggak tahu rumahnya. Lagian saya bukan Kev-"

"Saya juga nggak tahu rumahnya, makanya saya suruh kamu anterin dia. Kamu tetangganya masa nggak tahu. Alesan aja."

"Argh," kesal Genan karena lagi-lagi guru itu memotong perkataanya. Terhitung sudah tiga kali ucapannya terpotong.

"Ya sudah saya mau ambil tas Nara dulu. Ka-"

"Saya nggak bawa mobil," selanya.

"Kamu bisa pake mobil khusus yang disediakan di sekolah. Udah nggak usah banyak alasan. Kamu bopong Nara gih bawa ke mobil." Setelahnya Bu Ema pergi guna mengambil tas Nara.

Tak ingin memperpanjang masalah, Genan menurut. Lagi pula dia juga ingin ke rumah Mama kandungnya. Semenjak bercerai dengan Papahnya, Genan sudah lama tak bertemu dengan Almira-Mama kandungnya. Bahkan saat dua bulan lalu ia pulang dari Amerika, ia belum sama sekali mengunjungi Almira.

Saat mendekati bangsal, mata Genan membelak saat tahu siapa gadis bernama Nara yang dimaksud. Cowok itu berdecak kesal. Lagi-lagi gadis itu yang membuatnya repot.

Ck cewek ini lagi. Udah dua kali gue nolong dia. Dan ini ketiga kalinya? Nyusahin. Batin Genan jengkel.

"Jadi cewek ini tetanggaan sama Kevan? Sebenarnya masalah apa yang terjadi di antara mereka?" gumamnya. "Bodo ah, buat apa gue pikirin."

Genan mulai membopong gadis itu untuk dibawa ke mobil khusus yang memang disediakan sekolah jika ada keperluan mendesak. Dengan kata lain cowok itu akan meninggalkan motor kesayangannya terparkir di parkiran sekolah sejenak.

Lagi pula, Genan ada tujuan lain kenapa ia mau menuruti perintah Bu Ema tadi. Dia ingin mampir ke rumah Mama kandungnya, karena katanya rumah Kevan dan Nara satu arah dan mereka tetanggaan. Dengan kata lain rumah Nara tak jauh dari tempat tinggal Kevan.

Genan melajukan mobilnya sesaat Bu Ema menyerahkan tas Nara. Dalam perjalanan, Genan terus saja merutuk kesal karena tak tahu tempat tinggal gadis itu. Tapi katanya Kevan tetangganya, berarti besar kemungkinan Nara tinggal di komplek yang sama dengan Kevan. Genan pun melaju ke komplek perumahan tempat tinggal Mama kandungnya, mungkin dia akan menanyakan tempat tinggal gadis itu pada Mamanya.

"Nyusahin banget lah anjir," dengusnya.

"Nnghh," cowok itu menoleh ke samping saat Nara melenguh, sepertinya mulai sadar dari pingsannya.

"Gu-gue di mana?" Nara menoleh ke kursi kemudi, matanya membelak kaget. "Kev-kevan lo mau bawa gue kemana?" ujarnya terbata.

Ck Kevan lagi, kesal cowok itu dalam hati.

.

.

|🌹SILENCE OF TEARS🌹|

« Bersambung »

Kasihan Genan dikira Kevan mulu🤣

Makasih yang sudah mampir. Jangan lupa vote, komen, dan share ya lov <3. Satu vote dari kalian bisa bikin semangat loh🔥

See you next part (๑•ᴗ•๑)♡

Silence Of Tears (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang