[24]

44 10 2
                                    

Happy Reading🥀

Happy Reading🥀

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

dr. Nakula Nirankara, Sp.B

Perihal gue yang gak pernah mau dan gak akan pernah membiarkan Kara menjauh dari gue, gue akui gue bersikap sangat egois untuk mengikat orang lain dalam hidup gue. Kalau bukan Kara, gue akan melepas dengan sukarela, tapi karena orang yang gue maksud adalah Kara, maka gue akan tetap teguh pendirian, akan tetap egois, tadinya.

Bukan karena gue menaruh perasaan lebih pada Kara, tapi karena gue menganggap Kara sebagai seorang yang istimewa. Meskipun secara keseluruhan, Kara sama sederhananya seperti wanita lain, secara latar belakang atau bahkan kebiasaan. Di luar rumah sakit, Kara gak pernah menunjukan kalau dia seorang dokter, bahkan Kara gak punya aura dokter sama sekali.

Sebelum makan siang, gue bertelpon sejenak di koridor kamar jenazah. Sengaja, gue mencari titik di rumah sakit yang terhitung jarang dilalui orang-orang, baik pekerja atau pasien dan kerabat mereka. Suasana lorong di sini selalu dingin, juga sepi, itu juga yang menyebabkan suara gue terdengar cukup keras padahal gue bertelpon dengan agak berbisik. Hentakan sepatu hak wanita terdengar keras, gue lebih memelankan suara tanpa ingin tau siapa yang lewat. Gak lupa gue membalikkan tubuh.

' Gue cuma berharap lo bisa jadi Ayah yang baik.. Itu aja dari gue, hal-hal lainnya, gue mau kita diskusi secara langsung. '

" Iya " Jawab gue singkat, dan tersadar bahwa suara sepatu sebelumnya gak terdengar lagi. Begitu mematikan sambungan telpon, gue kembali berbalik, mendapati satu manusia yang berdiri dengan jarak sangat dekat dengan tubuh gue. Gue menelan ludah.

" I-itu suara sepatu lo Kar ternyata. Mau ke minimarket ya? "
" Iya "
" Mau bareng? "
" Enggak, tadinya gue mau balik lagi setelah tau di sini ada lo. Gue gak ada niat untuk nguping percakapan lo di telpon, tapi telinga gue terlanjur denger, maaf "
" Kar, lo denger kalimat yang mana? "
" Enggak banyak, cuma kalimat gue harap lo bisa jadi ayah yang baik. Gue berusaha untuk berpikir positif, mungkin itu temen lo yang curhat? Ya? Ya kan? T-tapi! Lo gak perlu jawab, itu urusan lo, mungkin itu privasi lo. Permisi "
" Kar, gue– " Kara lebih dulu berlalu dengan sedikit berlari dan lekas berbelok, dia menghilang di koridor selanjutnya.

Tangan gue yang menggenggam ponsel, mengerat sangat kuat, berharap ponsel di tangan gue hancur. Jauh dari ekspektasi gue untuk pembicaraan gue di telpon terdengar oleh orang lain, khususnya Kara.

Bingung, cemas semuanya beradu jadi satu. Kepala gue terasa mendadak sangat berat sampai pandangan gue berkabut. Pikiran gue juga mendadak buyar, semuanya.

Menghantam dinding dengan kepalan tangan bahkan gak bisa membuat pikiran gue lebih tenang, lekas gue berlari sekuat tenaga menyusul Kara yang katanya pergi ke minimarket. Gak meminta maaf kala gue menabrak tubuh beberapa orang juga beberapa nakes, gak peduli kalau lantai licin atau menurun gue terus berlari sampai akhirnya kedua mata gue bisa melihat Kara yang berjalan terus menjauh setelah keluar dari minimarket.

ACCISMUS.Where stories live. Discover now