[02]

85 12 11
                                    

Happy Reading🥀

Happy Reading🥀

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

dr. Nakula Nirankara, Sp.B

Nama gue Nakula Nirankara, panggil gue Nakula, jangan Nak, Kul, Nakul atau Kula. Gak perlu bahas tentang usia, yang jelas usia gue enggak muda tapi enggak bisa dibilang tua juga menurut gue. Karena gue, masih layak dipanggil dengan sebutan 'Kak Nakula'. Meskipun hampir semua anak-anak di bawah 10 tahun, manggil gue dengan sebutan om, atau bahkan pak.

Lagipula, gue menjalani profesi sebagai dokter bedah, baru menuju empat tahun. Belum begitu lama kan? Artinya, gue belum bisa dibilang tua.

Untuk praktik di rumah sakit ini, jadwal gue senin sampai sabtu untuk praktik pagi, dan hanya dua hari perminggu untuk praktik sore di samping kasus cito.

Jam kerja gue usai sejak pukul 11 siang tadi, gue enggak langsung pulang karena memilih untuk ibadah di masjid rumah sakit, sekalian makan siang dan jajanin adik-adik gue. Enggak setiap hari gue jajanin mereka, cuma sesekali, tapi gantian. In case you're wondering, usia gue terpaut empat tahun dengan Laut, dan terpaut sembilan tahun dengan Samudra. Iya, memang usia gue lumayan jauh dengan Samudra, mungkin itu pula yang menjadi sebab kenapa Samudra cenderung lebih manja dan nempel sama kakak-kakaknya.

Gue melirik jam di ruangan, sejak balik dari minimarket tadi, Laut udah terpatri di ruangan gue tanpa permisi, dan itu udah biasa. Bukan hal yang aneh ketika gue ataupun Laut gak pulang ke rumah, gak akan dicariin juga karena pasti tau kalau kita nginep di rumah sakit. Untuk Samudra sendiri, dia masih junior di IFRS, jadi belum begitu luwes kalau sampai nginep di rumah sakit, yang ada dicurigai, apalagi di IFRS ada stok obat psikotropik/narkotik, bisa disangka ngoplos nanti adik gue.

" Gue duluan ya, udah bilang sama Kara gue berangkat jam dua. "
" Gih, gausah lama-lama, malem ini balik. Gak usah nginep di RS, kasian juga si Samud gabut mulu di rumah. "
" Iye, bawel lo. Nih kunci mobil. Bye "
" Bye " Usai melempar kunci mobil kepada Laut, gue langsung keluar ruangan. Dilanjut mengetuk pintu ruangan Kara, papan nama? Ini bukan papan nama, ini kertas selembaran yang di-print nama Kara, namanya juga masih baru, jadi belum banyak dipersiapkan.

" Hai " Sapanya dengan wajah ceria begitu membuka pintu ruangan.

" Jadi bertamu? "
" Jadi dong, sekarang? "
" Taun depan. Ya sekarang dong, yuk " Dia mulai bisa bercanda dengan gue sepertinya. Syukurlah. Gue juga suka untuk berusaha membuat orang-orang sekitar merasa nyaman dengan gue, supaya enggak canggung dan kaku kalau berhadapan dengan gue. Memposisikan diri aja kalau sama gue, sopan dan santun sebagai manusia dan luwes sebagai teman.

Kami berjalan berdampingan, langkah kaki gue mengikuti ke mana arah langkah Kara. Tingginya gak melebihi bahu gue, menurut gue dia mungil, gemoy.

Ternyata Kara memilih jalan belakang rumah sakit, gue sedikit bingung, sepanjang kerja, gue belum pernah berkunjung ke daerah sini. Gang sempit yang jalanan nya becek karena hujan, tembok-tembok yang tertutupi lumut di beberapa bagian, rasanya seperti di tempat yang jauh. Gak lama, Kara bilang kalau kita sampai di rumahnya, ini bukan rumah pribadi–

ACCISMUS.Where stories live. Discover now