[19]

41 10 1
                                    

Happy Reading🥀

Happy Reading🥀

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

dr. Nakula Nirankara, Sp.B

Sembari bersiul, gue berkaca di ruangan. Merapikan rambut, merapikan pakaian dan berpose sedikit, ganteng dari segala sisi dan sudut. Sekali lagi, gue memeriksa ponsel, apa ada notifikasi yang gue harapkan atau enggak. Dengan membaca setiap pesan yang masuk, gue berjalan menuju pintu, sejenak gue membagi fokus untuk membuka pintu sedikit dan menyembulkan kepala untuk melihat kondisi poliklinik. Bukannya poliklinik, yang gue lihat justru tubuh Rhea tepat di hadapan gue.

" Hayoloh! Mau ngintip apa? " Ujung hidung gue dicolek oleh telunjuk Rhea. Berdehem, gue membuka pintu lebih lebar dan berhadapan dengan Rhea, entah apa yang dia lakukan di sini siang ini.

" Ngapain Rhe? "
" Mau ngasih ini " Dia menyodorkan satu tas yang gue terima, terasa hangat di bagian sisi dan bawah tas, gue intip isinya ternyata kotak makan.

Rhea bukan wanita yang buruk, dia baik bagi gue dan kepada gue. Di samping Samudra selalu berusaha menghasut gue dengan perkataan bahwa Rhea bukan wanita yang baik, atau bahkan Laut yang tidak mau peduli tentang hubungan antara gue dan Rhea, Rhea gak pernah membuat permasalahan dengan gue sejauh ini.

Karena Rhea juga, uang makan gue irit –gak.

" Belum makan kan? "
" Belum kok, thanks "
" Anytime. Balik dulu ya "
" Cuma mau ngasih ini aja? "
" Iya, bye! " Tanpa mengulur waktu untuk mengobrol banyak, Rhea berlari pergi menembus para pasien dan menghilang.

Beberapa waktu ke belakang, gue dan Rhea terlibat satu pembicaraan dalam. Gue yang mengajak Rhea untuk bertemu dan memulai pembicaraan tersebut, mungkin karena itupula, gue bisa menyimpulkan bahwa Rhea sangat baik, gak seburuk yang dibicarakan orang lain. Pembicaraan hari itu memakan waktu yang lama, terjadi tepat pada hari Samudra menginap di rumah sakit karena demam berdarah, tepat pada saat gue menonton keributan antara Kara dan Rhea di koridor hari itu –jujur, gue gak peduli tentang keributan mereka. Hari itu, gue mengeluarkan banyak pertanyaan yang awalnya Rhea gak mau menjawab dan terus mengelak, sampai akhirnya dia menjawab dengan jujur.

Sial, pukul satu lewat, seharusnya gue sudah berada di rooftop, mungkin aja Kara udah nunggu di sana sejak tadi. Teledor, kebiasaan terlambat, kebiasaan mengulang kesalahan yang sama, dasar Nakula.

Sembari menjinjing bekal makan siang pemberian Rhea, gue berlari menuju lift dan langsung menuju rooftop. Berlari terus sampai di rooftop, kedua mata gue mengedar tatap ke seluruh penjuru rooftop dan gak berhasil menemukan keberadaan Kara. Syukurlah, gue datang lebih cepat.

Beberapa menit gue menunggu kedatangan Kara, dan menyempatkan diri untuk menyantap makan siang buatan Rhea. Biasanya Rhea hanya akan mengajak gue makan di luar atau memesan makanan dari luar, ini pertama kalinya dia memasak untuk gue, meskipun gue gak tau ini benar dia yang memasak atau hanya diletakkan di dalam kemasan bekal makan siang.

ACCISMUS.Where stories live. Discover now