[15]

38 10 2
                                    

Happy Reading🥀

Happy Reading🥀

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

dr. Kara Xena Pratista

Untuk jaga malam seperti ini, jujur gue lebih khawatir. Apalagi untuk berdiam di IGD yang segalanya serba dadakan, harus pandai melakukan tindakan dan tahu pasien mana yang lebih pantas didahulukan berdasar tingkat keparahan si pasien. Dan harus banyak bersabar menghadapi keluarga atau wali pasien yang kadang emosi, marah, membentak hanya karena anggota keluarganya yang lebih dulu sampai justru dinantikan. Kalau kata gue, maklum awam.

Sebelum jaga malam, sore ini gue berniat mengunjungi Samudra kembali, sebagai rekan dari Nakula, gue juga merasa lebih perhatian kepada Samudra –mungkin karena jauh dalam diri gue, gue juga ingin punya adik laki-laki tapi gak kesampaian.

Gue gak bawa apa-apa hari ini, cuma bawa diri aja. Berjalan santai di koridor, menyapa beberapa orang dengan sksd hanya supaya dipandang ramah sebagai seorang dokter yang bekerja di sini.

*Dug!

" Aduh maaf, sengaja " Kali ini ponsel pemberian Nakula yang terjatuh karena bahu gue tertabrak –awalnya gue mau berasumsi bahwa gue tertabrak, tapi mendengar dia bicara, ternyata dia sengaja.

Tanpa mendahulukan emosi, gue memungut ponsel yang masih dalam keadaan menyala, menunjukan wallpaper gue yang menggunakan foto Nakula hari lalu. Setelah mematikan ponsel dan memasukan ke dalam saku, gue menatap si pelaku yang tengah menyilang kedua tangan di dada dengan satu keresek di tangan kanan nya yang entah apa isinya.

" Apasih? " Sinis gue, bermaksud enggan menghadapi Rhea namun justru pergerakan gue ditahan olehnya.

" Kok ada foto Nakula? "
" So? "
" Hahah, merasa deket lo sama Nakula sampe pasang-pasang foto dia di layar hp? Kasian banget, naksir dokter spesialis tapi kurang ngaca, alhasil nyuri foto orang buat dijadiin wallpaper "

Ada satu kalimat yang pernah gue kutip, kalimat yang cukup terkenal dan gue yakin banyak orang yang sudah membaca kalimat ini. Intinya, gue gak perlu menjelaskan apapun, karena orang yang membenci gue gak akan pernah percaya. Jadi, gue harus bicara apa? Gak penting juga untuk menjelaskan kepada Rhea, dia bukan siapa-siapa.

" Dan urusannya sama lo apa? Gue tanya "
" Loh, gue kan cuma mengingatkan. Lain kali, ngaca dulu sebelum naksir sama orang. Liat dari ujung kepala sampe ujung kaki, pantes enggak? Enggak! "

Dia memasang ekspresi merendahkan. Selama ini, gue terus berlatih, berlatih untuk memaafkan orang seperti Rhea, berusaha keras untuk gak membenci Rhea tapi gue gagal. Gue bukan membenci orangnya, tapi gue membenci karakternya yang seperti ini.

Urusan gue naksir Nakula atau enggak, urusan gue mencuri foto Nakula atau memang Nakula sendiri yang memberi, itu bukan urusan Rhea, sama sekali. Bahkan ketika Nakula memilih untuk mencintai wanita lain, itu juga bukan urusan gue, karena perasaan gue, itu gue yang urus. Manis, pahit, terbalas atau enggak bahkan ketika gue patah hati, gue gak akan melibatkan orang lain. Santai.

ACCISMUS.Where stories live. Discover now