[07]

49 10 12
                                    

Happy Reading🥀

Happy Reading🥀

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

dr. Kara Xena Pratista

Semakin hari, gue bukannya semakin dekat dengan orang, malah semakin menjauh. Interaksi gue semakin terbatas setiap hari, circle gue juga semakin sedikit. Salah satu alasan di balik itu semua mungkin karena gue yang sangat sulit untuk percaya kepada orang-orang baru. Mungkin, sekarang rasa percaya itu sudah hilang.

Rasa percaya, baik kepada teman wanita ataupun kepada lelaki, gue tidak punya lagi sepertinya. Karena, berulang kali gue diberi rasa kecewa ketika gue memberi mereka percaya. Berulang kali gue memberi maaf ketika mereka mengulang kesalahan. Berulang kali gue memohon namun pada akhirnya tetap dibuang sebagai sampah semata. Berulang kali gue berusaha mendapatkan namun pada akhirnya gue yang dicampakkan. Bukan hanya tentang orang lain, namun juga keluarga sendiri.

" Misi " Gue menyerobot, memisahkan Nakula yang tengah bercanda gurau di koridor bersama dengan Rhea. Gue enggan menatap keduanya, ada baiknya gue berfokus pada pekerjaan, berfokus pada keluhan para pasien tanpa harus gue yang mengeluh kepada siapapun.

Hidup hanya sebuah drama. Gue si tokoh utama, dan Tuhan si pemilik skenario. Gue bisa menjadi protagonis, bisa juga menjadi antagonis, atau bahkan gue bisa tidak menjadi siapa-siapa dan tidak mendapat peran apa-apa, jika Tuhan ingin. Meski hanya sebuah skenario tanpa naskah, sedih dan kecewanya tetap terasa sangat dalam, sampai sempat berpikir, siapa si pemilik skenario ini? Kenapa dalam skenario, gue hanya mendapat kesedihan saja? Apa tidak bisa si tokoh utama mendapat peran dalam situasi bahagia sampai mati?

Beberapa kali juga gue sempat berpikir, seandainya mati tidak menghasilkan dosa besar, tidak dibalas dengan murka Tuhan, tidak membuat gue dibenci sang Pencipta, mungkin gue sudah terjun bebas sejak lama. Tapi, setelah dipikir untuk apa juga gue mengusahakan kematian, nanti juga gue mati sendiri.

" Eh eh eh! Kara " Baru saja gue menyentuh knop pintu, Karin menghentikan langkah gue. Gue melirik Karin, dia berdiri dan mengasongkan satu paperbag ke hadapan gue.

" Gue udah sarapan "
" Bukan sarapan, ini bingkisan, buat lo "
" Oke, thanks. " Tanpa berbicara lagi, gue menerima paperbag tersebut. Berlanjut masuk ke dalam ruangan.

Paperbag tadi, gue simpan ke dalam laci. Usai mencuci tangan, gue bersiap di kursi menanti pasien pertama yang akan Karin panggil. Semoga hari ini bisa lebih menyenangkan atau seenggaknya lebih menenangkan, dan gue harap gue bisa berfokus pada pekerjaan, tidak peduli pada hal-hal di luar pekerjaan yang hanya akan mengganggu suasana hati.

Pasien pertama datang bersama dengan walinya. Usianya bisa dikatakan sudah cukup dewasa karena berusia di angka 20 tahun. Dia datang dengan penampakan, dahi yang ditempeli plester antidemam, wajah yang kemerahan dan mata yang sayu. Ibu si anak menjelaskan tentang kondisi anaknya, sudah demam berapa hari dan keluhan-keluhan lainnya yang gue dengar dengan fokus dan senang hati.

ACCISMUS.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang