[ Part 37 ] Malam Tragis

Start from the beginning
                                    

"Ra, nanti sore mau jalan-jalan?" tawar Deynal selepas duduk di samping adiknya.

Nara jelas berbinar mendengarnya. Selama ini ia jarang sekali membuat momen bersama sang kakak. Mendengar tawaran itu tentu membuat Nara sontak menerimanya dengan anggukan dan senyuman lebar.

"Boleh, kan, Bun?" tanya Nara.

"Boleh. Tapi jangan sampai kecapean," balasnya, lalu beralih menatap sang putra. "Inget, Dey, Nara itu lagi hamil. Nanti hati-hati, ya. Jagain adik kamu."

"Siap, Bunda," timpal Deynal seraya menghormat.


•••


Nara yang sudah bersiap dibuat mendelik kaget saat keluar rumah ia mendapati Deynal sudah bertengger di motor. Nara mengernyit karena merasa asing dengan motor yang ditunggangi kakaknya itu. Pasalnya Deynal hanya memiliki motor sport dan itu pun jarang sekali digunakan, cowok itu juga tidak ada wacana membeli motor baru.

"Itu motor siapa, Kak?"

"Motor Kenzo," singkatnya.

Deynal sengaja meminjam salah satu koleksi motor antik milik Kenzo. Karena Deynal pikir tidak mungkin dia membawa Nara jalan-jalan dengan motor sport miliknya. Takut jika Nara kesusahan nanti.

"Buruan naik."

Tersenyum lebar, Nara melangkah lalu bersiap menaiki motor itu dengan mudah. Setelah naik, ia langsung melingkarkan tangannya pada perut Deynal dan menyandarkan kepalanya pada punggungnya.

"Udah pamit sama Bunda?"

"Udah."

Deynal mengangguk singkat lalu mulai melajukan motor itu keluar dari pekarangan rumah.

Cuaca sore ini sangat mendukung, tidak terik juga tidak mendung. Di jalanan yang lengang itu Nara tak henti-hentinya mengukir senyum sembari menikmati embusan angin yang menerpa wajahnya. Entah ke mana Deynal akan membawanya, yang pasti ia sangat menikmati perjalanan ini karena tidak ada kemacetan.

Deynal sengaja melajukan motornya dengan kecepatan sedang supaya dia bisa menikmati momen ini. Senyuman hangat terukir di wajah dinginnya saat melirik ke spion ia melihat wajah Nara yang berseri. Percayalah, raut wajah seperti itu sangat jarang Nara tunjukkan.

"Kakak! Nara bahagia! Terimakasih!" teriak Nara seraya mengangkat satu tangannya ke udara.

Deynal tertawa mendengarnya. Lihatlah, ia hanya mengajak adiknya berkeliling seperti ini Nara sudah sangat bahagia. Kebahagian Nara tidak muluk-muluk. Sangat simpel, hanya menikmati waktu bersama orang tersayang sudah mampu membuatnya bahagia dan bersyukur.

"Pegangan yang erat, Ra!" suruhnya kerena Nara masih mengangkat tinggi - tinggi tangannya.

Nara memergik kaget, lalu mendekap punggung Deynal erat. Lagi-lagi senyuman hangat terukir, sangat nyaman berada di pelukan laki-laki yang selalu mempedulikannya itu.

"Kak, berhenti!" Nara mendadak berteriak seraya menepuk punggung kakaknya.

Deynal tersentak, tapi tak ayal ia menuruti Nara dan menepikan motornya.

"Kenapa?"

"Mau itu ...," telunjuk Nara tertuju pada pedagang kelapa muda di pinggir jalan. Melihat itu Nara mendadak teringat dengan Genan.

"Tunggu di sini. Biar gue yang beli," putus Deynal lalu mulai menyebrang untuk membeli sesuatu yang Nara inginkan itu.

Nara mengangguk. Tak berselang lama Deynal datang kembali dengan dua buah kelapa muda yang sudah dikupas ujungnya dan siap untuk dinikmati.

Silence Of Tears (TERBIT) Where stories live. Discover now