Jeno melihat sang bunda yang habis menangis keluar kamar dengan keadaan yang terbilang cukup kacau, dan bertepatan dengan Jeffrey yang baru saja menapakan kakinya di lantai dua rumahnya.

Jeffrey langsung saja memeluk sang bunda dengan sangat erat di luar kamar, sang bunda juga semakin menangis dengan kencang di pelukan pria berbadan besar tersebut, dengan sebuah lembaran foto yang masih di genggam oleh Tiffany.

Mengingat kejadian yang sudah berlalu bener bener bikin perasaan semakin tidak nyaman.

Jeno mengusap wajahnya dengan kasar, ia memilih bangkit dari duduk, mengambil tas sekolah yang tergeletak dilantai kamar begitu saja, mengeluarkan ponsel serta sebungkus rokok dan pematiknya.

Melempar tas sekolahnya kembali dengan asal, Jeno kini mendekat ke arah meja belajar untuk mengambil asbak rokok yang sengaja ia simpan didalam sana.

Jeno memilih untuk merokok di balkon kamarnya, jika ketahuan sang bunda, biarkan saja, ini hanya merokok, bukan melakukan hal yang diluar nalar.

Benda panjang nikotin itu Jeno himpitkan di antara bibir atas dan bibir bawahnya, menyundut ujung benda tersebut dengan pamtik, lalu menghisapnya untuk merasakan rasa manis ketika ia isap.

Asap nikotin itu langsung mengebul dan berkumpul, namun langsung menghilang hitungan detik, walau baunya masih tercium sangat pekat.

Tangan kanannya sibuk dengan rokok, sedangkan tangan kirinya sibuk mengutak ngatik ponselnya, mencari lagu yang enak untuk di dengar saat ini, setelah ketemu pemuda itu mencatolkan kedua telinga nya dengan earphone putih yang sudah tersambung dengan ponselnya.

🛡🔫

Suara pintu kamar di buka dari luar cukup keras, membuat Tiffany buru buru menghapus air matanya, sebuah pelukan dari belakang Tiffany rasakan.

Tiffany membalikan badannya membuat pelukan itu terlepas dengan perlahan.

Ibu jari milik Jeffrey menghapus setiap air mata yang masih saja terjatuh membasahi kedua pipi istri tercintanya.

" Why? "

" Engga pa-pah " Tiffany mengapus air matanya dengan kasar lalu menampilkan senyumnya dengan terpaksa. 

" Ka-mu dari mana? " Ucap Tiffany, mengalihkan pembicaraan membuat Jeffrey yang mendengarnya mengkerutkan kening, bukankah Tiffany tau kalau ia sejak pagi selalu berada di ruang kerja yang terletak dibawah anak tangga.

" Ruang kerja. "

Tiffany mengangguk ragu, wanita cantik itu berusaha untuk membuang muka dari Jeffrry yang terus menatapnya.

" Kam--mu butuh sesuatu? Aku buatin teh ya "

Jeffrey menatap sang istri lalu menahan lengan Tiffany yang ingin melangkah untuk meninggalkannya didalam kamar.

" Jangan bohong, aku mendengarnya. "

Tiffany menurunkan cekalan Jeffrey dari lengannya.

" Mas " Panggil Tiffany, suaranya terdengar  gemetar.

Jeffrey melihat bagaimana wajah cantik istrinya yang dibasahi oleh air mata, ia menarik Tiffany dan memeluk tubuh yang lebih kecil darinya itu dengan sangat erat.

Rambut panjang yang terurai itu diusap dengan lembut, Jeffrey mencium kening  istrinya.

Kemesraan itu terganggu ketika mendengar suara pintu kamar yang diketuk pelan dari luar, Tiffany dengan terpaksa harus melepaskan pelukan nyaman tersebut.

Jevano WilliamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang